He is Psychometric Episode 6 Part 4 (Drama Korea)

He is Psychometric
Episode 6 Part 4


Sumber konten dan gambar : TVN

Baca juga : He is Psychometric episode 6 part 3


Ji Soo terkejut saat pintu lift terbuka dan melihat Sung Mo ada di dalamnya. "Sedang apa kamu disini?"

"Untuk memeriksa sketsa wajah Kang Hee Sook palsu."

"Oh." Ji Soo masuk dengan gugup takut ketahuan membawa An ke ruang otopsi. Dia mencoba mencairkan suasana dengan memuji penampilan Sung Mo di tv tadi. Kata Sung Mo seseorang membocorkan informasi.

"Beritahu rekanmu untuk lebih berhati-hati."

"Itu bukan dari polisi. Kamu tahu betapa telitinya aku."

Sung Mo memperhatikan kotak yang dibawa Ji Soo. "Ngomong-ngomong apa yang membawamu kesini."

"Tiba-tiba aku merindukan dr. Hong."

"Dr. Hong pulang kerja lebih awal."

"Eh."


"Katakan kemana kamu mau membawa data investigasi kami, polisi yang teliti?"

Akhirnya Ji Soo mengaku kalau An dan Jae In ada di ruang otopsi. Sung Mo menduga Jae In yang meminta data itu karena kalau An tidak mungkin. Ji Soo membenarkan karena Jae In tidak mengijinkan An melakukan psikometri tanpa membaca berkas kasus dulu.

"Seperti yang diharapkan," gumam Sung Mo.

Ji Soo memperhatikan Sung Mo yang tersenyum. "Petugas Yoon, kan?"

"Apanya?"

"Orang yang ingin An baca sesuai permintaanmu."

"Benar."

"Kenapa dia?"

Sung Mo tidak menjawab.


"Ini tidak adil. Kita berpapasan tapi aku tidak bisa melihatmu kecuali kamu memberitahuku."

Pintu lift terbuka. Ji Soo segera keluar dengan wajah kecewa. Sung Mo menahan pintu lift yang hampir tertutup.


"Ayah Yoon Jae In adalah..... Yoon Tae Ha. Pelaku dari kasus Yoengsoeng. Aku akan ke ruang otopsi dengan sketsa." Pintu lift tertutup. Ji Soo tampak tertegun mendengar informasi yang baru saja dia terima.


Yoon Jae In meneliti bagian kepala korban. Menurutnya penyebab utamanya kematiannya adalah benturan di kepala. Dia dimasukkan ke dalam koper setelah dibunuh lalu dijatuhkan ke sungai. Dan mayatnya ditemukan setelah meninggal 4 atau lima tahun lalu.

"Dia pasti ingin mengatakan sesuatu."

"Apa?"

"Dia lama berada dalam air sebelum aku menemukannya. Itu berarti dia punya sesuatu untuk diperlihatkan kepadaku."


Jae In mendengus. "Baiklah. Kuharap kamu melihatnya dan membual tentang hal itu."

"Tentu saja. Membual seperti itu memang kebiasaan dan menular," sindir Lee An lalu cengengesan sendiri. Dia merunduk untuk meneliti korban. Diam-diam Jae In tersenyum melihatnya.

Ji Soo datang. Jae In dan Lee An segera memeriksa berkas itu. Mereka sangat senang saat membaca penyebab kematiannya adalah kehilangan banyak darah karena benturan di kepala. Dan mereka ternyata sudah punya tos ala mereka.


Ji Soo terus memperhatikan Jae In. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Sedangkan Sung Mo masih menunggu proses pembuatan sketsa wajah Kang Hee Sook palsu selesai.

***

Pria bermasker ada di depan apartemen Sung Mo. Ternyata waktu dia datang dengan berpura-pura mengantar paket, dia memasang kamera tersembunyi di lorong sehingga sekarang dia tahu password apartemen itu. Begitu dia masuk, putih salju tak berhenti menggonggong.


Pria itu masuk ke kamar Sung Mo lalu menyalakan lampu. Setelah melihat-lihat sebentar, dia keluar dan tidak lupa mematikan lampunya lagi. Dia lalu mengambil foto Sung Mo kecil bersama ibunya. "Aku menemukanmu," gumamnya.


Sketsa wajah Kang Hee Sook palsu keluar. Petugas segera memberikannya pada Sung Mo.

***

Jae In dan Lee An masih sibuk memeriksa berkas. Sedangkan Ji Soo mondar-mandir gelisah karena Sung Mo belum juga datang. Akhirnya dia mengajak Lee An dan Jae In melakukan psikometri sekarang saja.


Lee An menyentuh tangan Kang Hee Sook lalu memejamkan mata. Dia melihat seorang pria menyeret sebuah palu. Lalu terlihat beberapa orang yang berdiri mengelilingi Kang Hee Sook yang terbaring  di lantai dengan darah di kepalanya.


Pria yang membawa palu merunduk. "Tunggu. Kang Hee Sook. Kulihat kamu belum mati. Maaf. Tapi klienku tidak menginginkan jalan keluar." Pria itu memukul kepala Kang Hee Sook dengan palu hingga darah muncrat.

Lee An melepas sentuhan tangannya. Dia memegangi kepalanya lalu mengedip-ngedipkan matanya. "Dia terbaring di lantai. Dan kepalanya berdarah."


Jae In menyuruh Lee An tidak perlu terburu-buru. "Tenanglah. Apa yang kamu lihat?"

Lee An memejamkan mata mencoba mengingat apa yang dia lihat tadi. "Koper hitam. Sebuah palu." Dan di visinya, dia melihat wajah Kim Gab Yong (petugas asuransi yang jadi saksi). Lee An membuka matanya. "Dan seorang pria."

Tampak di suatu tempat, pria bermasker sedang duduk di depan tong dengan api yang membara, sambil menatap foto Sung Mo kecil dan ibunya.

"Pria seperti apa?" Tanya Ji Soo.

"Aku yakin pernah melihatnya." Lee An berlari ke meja tempat berkas tadi. Dia menunjuk foto Kim Gab Yong.

"Dia kan saksi?"

"Aku ingat dengan jelas. Dia terbunuh tepat setelah mendapat telepon dari jaksa Kang."


Lee An terus memegangi kepalanya. Dia terlihat kesakitan. Beberapa detik kemudian dia ambruk ke lantai. Jae In dan Ji Soo sontak terkejut dan langsung mendekatinya. Mereka memanggil Lee An berusaha menyadarkannya. Tapi Lee An akhirnya kehilangan kesadarannya. Dia pingsan. Sung Mo masuk saat itu.


Pak Yoon lagi-lagi tampak melamun disaat teman-temannya sudah tertidur. Dia lalu masuk ke kamar mandi, kemudian mengaitkan kain ke kisi-kisi jendela. Pak Yoon naik ke ember yang sudah dia balik. Sesaat kemudian, terlihat kakinya menendang ember yang jadi pijakannya itu.

***

Lee An dibaringkan di atas brangkar.

"Lee An. Kamu tidak apa-apa? Kamu mendengarku?" Tanya Jae In.

Lee An pun membuka matanya dan melihat tiga pasang mata yang menatapnya khawatir.


Beberapa saat kemudian, Lee An sudah duduk di kursi di kelilingi Sung Mo, Ji Soo, dan Jae In.

"Jadi Kim Gab Young yang membunuh dua wanita di dalam koper?" Tanya Sung Mo.

"Ya. Tapi sepertinya dia mengikuti perintah." Lee An menirukan kata-kata Kim Gab Yong. "Maaf. Tapi klienku tidak menginginkan jalan keluar."

Ji Soo mengambil sketsa wajah Kang Hee Sook palsu laly bertanya pada Lee An apa dia melihatnya dalam visinya. Lee An bilang tidak.

Jae In bertanya-tanya mungkinkah pelaku memerintahkan pembunuhan untuk mengambil identitas korban.

Sung Mo mengambil kesimpulan kalau kesaksian Kim Gab Yong waktu itu palsu. Sedangkan Ji Soo penasaran siapa sebenarnya wanita yang ada dalam sketsa itu.

Jae In memberi saran. "Kita harus mulai dari Kim Gab Yong lagi. Kita mendapat semua yang kita butuhkan dari Kang Hee Sook dan kita berhenti menemukan penipu.


Semuanya serempak menatap Jae In.

Ji Soo : "Itulah tepatnya yang akan ku katakan."

Sung Mo : "Aku juga."

Jae In langsung membungkuk minta maaf. "Maaf. Aku terlalu melenceng."

"Tidak. Kamu berada di tempat yang tepat," bela Sung Mo. Ji Soo langsung menatapnya.

Lee An bicara lagi. "Maaf mengganggu kalian. Tapi apa maksudnya kita tidak bisa mencari Kang Hee Sook palsu?"

"Dia melihat tkp untuk kita. Kurasa kita bisa membiarkan kebodohan sebanyak ini," ujar Ji Soo.

Eh malah Jae In yang minta maaf. Dia bilang sudah tugasnya mengajari dan membimbing Lee An.

Lee An tersenyum senang. Dia langsung mendekati Jae In. "Aku akan menyerahkan beberapa lembar daun."

Tiga orang langsung serempak berkata, "Daun Baru!" (Nggak ngerti maksudnya apa)

Mereka berempat keluar dari institusi forensik. Ji Soo memuji kerja bagus Lee An dan Jae In.

"Aku titip Lee An padamu Petugas Yoon," ucap Sung Mo lalu mengajak Ji Soo pergi. Lee An mencekal tangannya.


"Bukankah kita pulang sama-sama? Kamu tidak mau mengucapkan sesuatu?"  Lee An menunjukkan luka di perutnya dan protes karena sejak dia di serang mereka berdua belum pernah ngobrol.

"Aku yakin kamu punya banyak pertanyaan. Tapi dia lebih banyak lagi."

"Benar. Dia milikku malam ini. Minggirlah!" Cieeee.


Jae In berusaha menghadang taksi. Sedangkan Lee An malah duduk melamun.

"Kenapa dia membunuhnya? Dan kenapa dia juga mati? Dia membunuh dua orang. Kim Gab Yong itu. Lalu orang lain membunuhnya."

Jae In ikut duduk di pinggir jalan. "Kang Hee Sook palsu yang kamu baca di ruang otopsi, wanita dengan cincin itu?"

Lee An mengangguk.

"Apa kamu ingat hal lain?"

Lee An menggeleng. "Itu dua tahun lalu. Akan aneh untuk diingat."

Jae In menatap Lee An. "Aku ingat segalanya tentangmu sejak dua tahun lalu."


Lee An balik menatap Jae In. "Apa maksudnya itu?"

Suasana terasa romantis. Tapi Jae In malah nyengir. "Kamu benar-benar aneh." Dia pun tertawa kecil."


Ponsel Jae In bergetar. "Ya Bibi?"

"Jangan terkejut dan dengarkan. Kakak iparku. Ayahmu....."

Jae In segera berdiri berharap ada taksi lewat.

"Ada apa?"

"Aku harus pergi."

Tiba-tiba Jae In sesak nafas. Dia terduduk di lantai sambil memegangi dadanya. Dan sayangnya dia membawa kantong kertasnya. Lee An kontan panik. Dia lalu melepas mantelnya dan menutupi Jae In dengan itu.


"Jangan khawatir. Aku tidak akan menyentuhmu sampai kamu mengijinkannya."

Bersambung ke He is Psychometric episode 7 part 1
Read More

He is Psychometric Episode 6 Part 3 (Drama Korea)

He is Psychometric
Episode 6 Part 3


Sumber konten dan gambar : TVN

Baca juga : He is Psychometric episode 6 part 2


Si pengunjung yang difitnah marah. "Hei! Kamu yang melakukannya? Anda tahu dia itu paranoid. Dia memberiku catatan di kertas yang memberitahuku supaya bernafas lebih tenang. Melototiku karena menggoyangkan kakiku, dan merasa marah karena mendengar penaku.

Akhirnya wanita berkacamata meminta maaf. Dia membungkuk beberapa kali.


Jae In dan Lee An memperhatikannya dari kejauhan. "Sepertinya kamu itu magnet kejahatan," ujar Jae In.

"Seandainya itu bisa jadi kasus yang lebih besar."

Wanita yang difitnah menghampiri mereka. "Pokoknya Unni yang terbaik," pujinya pada Jae In. Dia lalu menyalami tangan Lee An. "Terima kasih juga."


Lee An sedikit kaget karena mendapat penglihatan yang tiba-tiba. Ternyata wanita itu memang sangat berisik. Dia menonton video sambil tertawa. Makan snack di perpustakaan. "Dasar! Aku tidak akan seperti itu di perpustakaan."


Lee An ketiduran saat belajar. Banyak kertas bintang  yang tertempel di badannya.

Isi kertas itu : "Fokuslah belajar! Tidur tidak akan membantu." Dan masih banyak lagi. Lee An terbangun saat mendengar getar ponselnya. Ada panggilan dari Ji Soo. Lee An mengelap ilernya lalu berlari keluar perpustakaan. Ji Soo minta mereka bertemu di ruang autopsi.

Lee An sangat senang. Kertas bintang di kepalanya jatuh dan dia langsung menangkapnya. Dalam visinya, dia melihat Jae In menulis, "kamu tidak belajar?"


Lee An was-was saat membuka tangannya. Matanya melotot dan senyum lebar tersungging di bibirnya saat melihat tulisan pada kertas bintang di tangannya. "Aku benar! Yes!! Aku akan melakukannya! Aku akan belajar." Lee An tertawa sambil menari.


Jae In ternyata mengawasinya di luar. Dia memberi isyarat pada Lee An kalau dia akan mengawasinya. Lee An dengan senang hati mengiyakan. Dia kembali ke dalam perpustakaan sambil joget-joget.


Ji Soo menyetir mobil sambil memikirkan kenapa Sung Mo meminta Jae In mengajari Lee An. Apa Jae In dan Lee An punya koneksi? Atau bahkan mereka bertiga? Ji Soo terkejut saat melihat wajah Sung Mo di layar besar di sebuah gedung. Dia menghentikan mobilnya. "Sedang apa dia di sana?"


Ternyata Sung Mo sedang syuting acara berita. Di sana di tampilkan wajah almarhum Kang Hee Sook agar siapa saja yang mungkin mengenal Kang Hee Sook atau keluarganya bisa datang melapor. Sung Mo menjelaskan kalau Kang Hee Sook di temukan meninggal di dalam sebuah koper. Dan dia diperkirakan meninggal 4 atau 5 tahun lalu.

"Dua tahun lalu Kang Hee Sook dinyatakan menghilang saat kebakaran di rumah perawatan Hanmin. Apa maksudnya itu?" Tanya pewarta.

Sung Mo menutupi microphone kecil dibajunya, "Itu bukan sesuatu yang kita sepakati." Si pewarta tidak peduli dan meminta Sung Mo menjelaskan tentang dugaannya kalau ada orang lain yang memakai identitas Kang Hee Sook.

"Itu bagian dari penyelidikan yang tidak bisa saya ungkapkan. Jika Anda tahu Kang Hee Sook yang meninggal 4 atau 5 tahun lalu, mohon hubungi kami." Sung Mo melepas microphone dengan kasar lalu beranjak pergi.


"Omo! Apa dia harus pergi seperti itu? Itu disengaja," komentar Pak Nam yang sedang menonton berita bersama bibi dan Jae In.

Bibi menggeplak tangan Pak Nam. "Memang tidak benar pergi seperti itu. Tapi dia sangat karismatik. Urri ahjussi kaki panjang."

"Aih. Bisakah bibi berhenti mengatakan itu?"

"Kenapa bisa ahjussi kaki panjang? Dia belum bisa dipanggil ahjussi," ujar Pak Nam. Bibi protes karena Pak Nam saja terus memanggil dia bibi. Dia ingin dipanggil guru karena semua orang memanggilnya guru menyanyi.

"Guru? Kamu datang kesini sambil menangis karena ditipu. Eyelinermu belepotan sampai aku pikir kamu ada di film horor."


Bibi memandang Jae In lalu mendorong-dorong Pak Nam dengan kesal karena mengatakan hal itu di depan Jae In.

"Apa maksudnya ini? Kalian berdua saling kenal?" Tanya Jae In penasaran.

Bibi menyangkal. "Kita berdua baru saling bertemu."

Bibi buru-buru membereskan kotak makannya dan pergi. Pak Nam terus mengikutinya.


Lee An yang hendak masuk berusaha menghindari sentuhan saat mereka berdua keluar.

"Kenapa kamu di sini?" Tanya Jae In.

"Jam kerjamu kan sudah selesai."

Jae In yang sudah berganti pakaian, memeriksa laporan Lee An. Tapi laporannya sangat singkat dan terkesan asal-asalan. Jae In kontan kesal. "Kamu niat belajar atau tidak?"

"Aku akan perlihatkan adegan nyata bagaimana rasanya memahami dan meneliti suatu investigasi. Ikut aku!"

Dan ternyata Lee An mengajak Jae In ikut ke ruangan autopsi. Ji Soo menarik brangkar Kang Hee Sook dari lemari penyimpanan mayat. "Sejujurnya aku tidak berharap banyak darinya," ujar Ji Soo pada Jae In. "Aku membawa An kesini 10 kali. Semua 10 bacaan itu gagal."


An melirik Ji Soo tajam. "Detektif Eun."

"Kamu tahu apa yang pertama kali dia baca? Ukuran bra."

"Berhenti." Malu deh An.

"Tapi, ternyata itu adalah petunjuk yang sangat penting. Pakaian dalam yang dilihat An adalah milik wanita yang meninggal di bangsal. Kang Hee Sook palsu telah membawa mereka bersamanya."

Lee An bertanya apa maksudnya.

"Wanita dengan cincin itu adalah Kang Hee Sook palsu."

Jae In dan Lee An saling pandang.

"Jaksa Kang ingin melatihmu lalu menggunakanmu. Sekarang aku butuh sesuatu dan tidak bisa menunggu. Siapa yang membunuhnya dan kenapa mereka perlu menggunakan identitasnya."

Lee An bersiap melakukan psikometri. Tapi Jae In mencegahnya. Menurutnya, An bisa saja mendapat bacaan dan melihat sesuatu. Tapi An juga pasti akan kebingungan dan tidak tahu apa-apa tentang apa yang dilihatnya. Jadi, Jae In minta Ji Soo memberikan berkas kasusnya dan dia akan membantu Lee An memahami kasus itu dalam waktu satu jam.


Jae In menatap Lee An. "Jangan khawatir. Percayalah padaku."

Ji Soo tersenyum. "Baiklah. Aku mengerti maksudmu. Aku akan membawa berkasnya. Tunggulah disini." Ji Soo keluar dari ruang autopsi. "Yoon Jae In. Tidak buruk juga," gumamnya.


Di dalam, tubuh Jae In langsung melorot. "Kamu lihat aku gemeyar? Apa aku tidak apa-apa?"

"Ya. Kamu luar biasa Yoon Jae In."

"Tidak juga." Jae In berdiri. "Aku juga tidak mengerti apa yang dia katakan."

"Apa?"

"Kita tidak bisa menyentuh mayat dan pergi begitu saja. Ini peluang bagus. Ini bisa jadi kesempatan terakhirku untuk pindah ke unit kejahatan kekerasan." Jae In menatap Lee An. "Aku akan menggunakanmu untuk mengetahui sebisaku tentang kasus ini....." Jae In keceplosan.


"Jadi seperti itu. Kamu melatihku dan akan membuatmu pindah ke unit kejahatan kekerasan?"

"Aku terbiasa pamer. Aku bicara tanpa berpikir."

Lee An tersenyum. Dia sih seneng-seneng aja dimanfaatin Jae In. "Baiklah. Belum terlambat untuk mulai berpikir sekarang." Lee An menatap Kang Hee Sook. "Siapa orang ini? Dan kenapa dia terbaring di sini? Ayo kita lakukan bersama."

Bersambung ke He is Psychometric episode 6 part 4
Read More

He is Psychometric Episode 6 Part 2 (Drama Korea)

He is Psychometric
Episode 6 Part 2


Sumber konten dan gambar : TVN

Baca juga : He is Psychometric episode 6 part 1

Rumah Sakit Umum Seoheun


Lee An hendak ganti baju saat mendengar suara dari luar. Diapun menutup tirainya lalu lanjut memakai bajunya.

Dae Bong datang dan langsung membuka tirai. "Sedang apa?"


"Astaga!" Ucap Lee An terkejut. Dia lalu marah-marah. "Kenapa kamu menyentuh tirai dengan tangan kotor itu?"

Dae Bong bingung. "Memangnya kamu bisa membaca tanpa menyentuh sekarang? Aku akan mencuci tangan."

"Ah minggir!" Lee An menyentuh tirai lalu memejamkan mata. Dia sangat kesal karena tidak lagi melihat Jae In. "Aishh!!" Lee An langsung ngambek dan pergi keluar.

Dae Bong keheranan melihatnya. "Kenapa masalah tirai saja dia sangat kesal?"


Lee An dan Dae Bong pergi ke resepsionis. Resepsionis bilang tagihannya sudah dibayar. Lee An langsung tahu kalau itu pasti kakaknya. Dia terlihat sedikit kesal.

"Hidupmu memang bahagia. Kakakmu membayar tagihan rumah sakit dan aku meminjamkanmu mobilku. Kamu mau apakan uang asuransi orangtuamu?"

"Bukan itu masalahnya. Aku belum melihat kakakku selama aku ada di sini."

"Aku tahu. Untuk sementara aku juga belum melihat mobilku. Ayo kita pergi sekarang."


Begitu keluar, Dae Bong langsung memeluk mobilnya. "Oppa tahu kamu merindukanku. Oppa juga merindukanmu. Apa dia memperlakukanmu dengan baik? Kamu tidak apa-apa? Kamu sudah aman. Oppa ada di sini." Aigoooo.

"Hei! Sedang apa? Masuklah," pinta Lee An yang sudah terlebih dulu duduk di dalam mobil. Dae Bong langsung menurut.

"Aneh. Ini kan mobilku."

"Wajar keles!"


Jae In sedang mempelajari tumpukan buku ilmu misteri di perpustakaan. Dia juga membaca catatan Sung Mo.

25 Februari 2008


Seorang anak laki-laki kehilangan orang tuanya dan masuk panti asuhan. Dia bilang dia kehilangan ibunya di taman hiburan. An melakukan kemampuannya untuk membantu anak itu menemukan alamatnya. Tapi ternyata orangtuanya menelantarkannya. Polisi menemukan orangtuanya. Tapi mereka menolak mengambil anak itu. 



Tampaknya dia terbebani untuk menghadapi kebenaran yamg dia lihat dengan kekuatannya. Dunia yang dia lihat dengan kekuatamnya penuh dengan kebohongan. Bahkan cinta, kebahagiaan, dan kesedihan. Semua itu bohong.

Jae In duduk di kantor sambil masih membaca buku catatan Sung Mo. Tertulis di sana kalau An benci keramaian, tapi dia suka pergi ke taman untuk membaca orang-orang yang tidak ditentukan.

"Ini dia," gumam Jae In.


Lee An menghentikan mobil di depan kantor Jae In. Dia lalu melempar kunci mobilnya pada Dae Bong.

"Wah! Hal pertama yang kamu lakukan setelah pulang adalah menemui Jae In? Menyedihkan sekali." Lee An hanya tersenyum.


Tiba-tiba terdengar suara So Hyun yang sedang menyuruh anak-anak masuk kelas. Dae Bong kontan melepas sabuk pengamannya dan turun dari mobil sambil tersenyum senang karena melihat pujaan hatinya.

An tertawa. "Aku rasa kamu juga punya urusan disini. Sampai jumpa." Lee An pun pergi meninggalkan Dae Bong yang tertawa seorang diri.


Lee An masuk kantor Jae In dengan gaya sok ganteng. Jae In bertanya apa An sudah baikan. Lee An menepuk perutnya. "Aku sepenuhnya baik-baik saja."

Jae In sudah menyiapkan kue beras dan minuman untuk Lee An. Lee An sangat senang karena Jae In membuatnya sendiri.


Lee An menyuapkan kue beras ke mulutnya. Wajahnya yang tadi dihiasi senyum kini berubah. Dia kepedesan. "Apa yang kamu taruh di dalamnya?"

"Itu mustard. Dan kamu tidak bisa membacanya."


An minta air. Jae In menyodorkan minuman padanya. Lee An langsung menyemburkan minumannya sesaat setelah meminumnya. Jae In sudah siap dengan buku di depan wajahnya.

"Itu ekstrak bubuk. Ini mengecewakan."

"Hei. Kamu berharap apa dariku? Kamu harap aku membaca orang Africa memetik biji kopi saat aku menyentuhnya atau apa?"

"Ikut aku!"

"Kemana?"

Jae In berjalan sambil memberi pidato panjang lebar pada Lee An. Mereka melewati Dae Bong yang sedang mengintip So Hyun menari bersama anak-anak TK Soehuen di depan pintu ruangan kelas dimana So Hyun mengajar.


Sampai di jalan raya, Jae In masih belum selesai dengan pidatonya yang melibatkan banyak digit angka. Kesimpulannya, Jae In menyuruh Lee An belajar keras selama tiga bulan sebagai ganti karena dia sudah menyia-nyiakan waktunya selama bertahun-tahun.


Ternyata Jae In mengajak Lee An ke perpustakaan. Dia memilih buku-buku yang harus Lee An baca. Lee An harus membaca 10 buku setiap hari sampai Jae In pulang kerja. "Baca semuanya atau kamu akan berurusan dengan konsekuensinya."

"Aku tidak suka buku bekas. Dan kamu mau aku membacanya per halaman?"

"Makanya aku memintamu melakukannya karena aku tahu kamu tidak suka."

"Aku juga membaca banyak buku detektif."

"Maksudmu komik seperti  'Case Closed' atau 'Kindaichi Case Files'? Kasus seperti itu tidak akan terjadi di negara kita." (Wah Lee An cocok nih sama aku, penggemar Kindaichi, hehe)

Jae In melanjutkan. "Semakin banyak yang kamu kenal dan semakin pintar dirimu, kamu bisa melihat lebih baik dan memahami kesulitan orang lain."

"Kamu terdengar seperti buku teks," gerutu Lee An.


Jae In menghela nafas. Dia lalu menatap Lee An dengan wajah serius. "Wanita yang ditemukan di koper, kamu pernah berpikir siapa dia? Bagaimana perasaan keluarganya? Kamu pernah berpikir saat dia meninggal atau ketakutan yang dia rasakan? Mayat itu,, bukan. Wanita itu bukan alat untuk menguji kemampuanmu."

***

Dr. Hong menatap lesu mayat Kang Hee Sook. Ji Soo datang menghampirinya.

"Aku pikir kasus ini bisa selesai setelah aku mengidentifikasi korban. Tidak ada yang mudah. Kamu sudah menemukan Kang Hee Sook palsu?"

"Tidak. Tapi ada satu orang dari panti jompo yang mengingatnya. Sebuah sketsa sedang dibuat. Mulai hari ini kasus ini akan dibuka untuk umum."

"Baiklah. Lakukan sebisamu untuk menemukan keluarganya. Aku tidak percaya dia tidak punya siapapun yang mencarinya. Aku merasa tidak enak."


"Kenapa kamu begitu sentimental hari ini?" Ji Soo mendekat lalu mengelus bahu dr. Hong. "Jangan khawatir. Aku akan berada di pemakamanmu selama tiga hari berturut-turut."

"Hei. Kita tidak mati sesuai usia. Kamu mungkin mati sebelum aku."

"Menyedihkan sekali terobsesi dengan kehidupan. Baiklah aku akan mati dulu. Hiduplah yang lama dan makmur. Tapi jangan lupa berada di pemakamanku."

Dr. Hong tertawa. "Jadi bagaimana kabar An?"

"Kenapa tanya?"

"Apa penikamannya mempengaruhi kemampuannya dalam beberapa cara?"

"Kenapa penasaran begitu? Bukannya kamu bilang untuk tidak membawanya kesini lagi?"

"Siapa bilang? Ngomong-ngomong aku pulang lebih awal hari ini."

Ji Soo manggut-manggut. Dr. Hong melanjutkan, "Aku mengambil cuti sore ini." Ji Soo diam saja. Dr. Hong heran karena Ji Soo masih belum paham maksud ucapannya. Ji Soo malah bilang dia tidak punya waktu untuk menemani dr. Hong.


Dr. Hong jadi kesal. "Aku juga punya banyak teman. Aku ambil cuti sore hari yang berarti ruang autopsi akan kosong." Baru deh Ji Soo paham. Dr. Hong memberikan id card-nya lalu pergi.


Lee An merenggangkan badannya karena lelah membaca. Tiba-tiba terdengar suara alarm peringatan. Seorang pengunjung kedapatan membawa buku dari perpustakaan di dalam tasnya. Tapi pengunjung itu menyangkal dan mengaku bukan dia yang memasukkan buku itu. Karena merasa tidak bersalah, dia memanggil Jae In kesana. Lee An bertanya apa kasus seperti ini skornya tinggi dan apa dia perlu membantu Jae In.

"Terserahlah!" Jawab Jae In.


Diam-diam Lee An menyentuh buku yang di pegang penjaga perpus. Dia melihat tangan bercat kuku merah yang memasukkan buku itu ke dalam tas si pengunjung.

"Permisi. Aku melihat siapa yang meletakkan buku ini di dalam tasnya. Pelakunya adalah orang yang memiliki kuku berwarna merah."

Jae In berkeliling memeriksa kuku para pengunjung. An yakin dia melihatnya. Si pengunjung menduga pelakunya sudah lari.

"Aku meragukannya. Jika seseorang sengaja meletakkan buku ini di tas Anda, dia ingin kasus ini terurai. Ingin melakukan kejahatan yang dia lakukan, itu psikologi kejahatan juga."


Seorang pengunjung wanita kesal karena menurutnya Jae In, Lee An, dan si tersangka mengganggu belajarnya. Dia bangkit dari duduknya dan berniat pergi. Jae In melihat kuku merah menempel di celana pengunjung itu. Pengunjung itu panik dan segera mengibaskannya hingga kuku itu jatuh ke lantai. Dia mengaku bukan dia pelakunya.


An mengambil kuku itu dan melihat pelaku yang menyopoti kuku-kuku palsunya dan memasukkannya ke dalam buku. Saat dia membawa buku itu, tidak sengaja salah satu kukunya jatuh ke bangku si pengunjung wanita tadi. "Aish!!" Keluh Lee An.

"Bukan dia pelakunya kan?" Tanya Jae In.

"Bagaimana kamu tahu?"

Jae In meminta kuku itu. "Ada seseorang yang aku curigai."

Jae In menghampiri seorang wanita berkacamata. Dia bilang saat tadi memeriksa kukunya, kuku wanita itu ada yang terkoyak.

"Mungkin itu terjadi saat membuka kuku palsu Anda?"

"Aku punya kebiasaan mengginggit kukuku."


"Anda juga tahu DNA juga bisa diambil dari kuku?" Jae In menunjukkan kuku palsu di tamgannya. "Kuku Anda terlepas karena mencoba melepas ini. Dan aku juga melihat darah. Haruskah aku memanggil Anda setelah aky mendapatkan hasil tes DNA atau aku minta Anda untuk minta maaf di sini?"

Bersambung ke He is Psychometric episode 6 part 3


Read More