He is Psychometric
Sumber konten dan gambar : TVN
Baca juga : He is Psychometric episode 5
3 Desember 2005, 18:25
Sung Mo mengintip dari lubang pintu dan melihat pria bermasker yang sedang mengintai rumahnya dari apartemen seberang.
Sung Mo segera mengunci pintu lalu memberitahu ibunya kalau 'dia' ada di sini. Dia meminta ibunya untuk melakukan persis seperti apa yang dia katakan.
Pria bermasker menyeret kopernya. Melihat pintu apartemen Sung Mo terbuka, dia bergegas masuk lalu menyalakan lampu. Tidak ada siapa-siapa di sana. Pria itu lalu membuka kopernya lalu mengambil sebuah pisau.
Episode 6
Pada episode sebelumnya, seseorang datang ke ruangan rawat Lee An. Mengira itu kakaknya, Lee An mengerjainya dengan menggulungnya dengan tirai begitu mendekat.
"Kenapa kakak lama sekali? Aku menunggumu," kata Lee An.
"Bisakah kamu melepaskanku?"
Lee An tertegun mendengar suara Jae In. Dia buru-buru menarik tirainya hingga Jae In hampir terjatuh. Beruntung Lee An menyangganya dengan punggungnya.
Jae In bilang tidak terlalu memalukan kalau dia sampai jatuh. Dia pun berdiri dan bettanya apa Lee An baik-baik saja. "Aku dengar dari Dae Bong kamu ditikam."
"Sejauh ini aku bisa mengatasinya. Kamu mungkin tidak tahu. Aku sudah pernah melalui yang lebih buruk dari ini."
"Orang bilang ketidaktahuan membuat orang jadi berani. Aku khawatir itu akan menurunkanku ke levelmu."
"Menurun apa?"
Jae In menatap Lee An sinis. "Bagaimana jika melatihmu akan membuatku bod*h juga sepertimu."
Lee An terkejut. "Kamu sudah memutuskannya?"
"Ya. Aku datang untuk mengatakannya." Jae In mengulurkan tangannya yang terbungkus lengan bajunya. "Kasus ayahku yang sulit.... ketika aku berpikir kamu akan mencapai tingkat tertentu, bisakah aku minta bantuanmu?"
Lee An tampak terharu. "Okay. Ayo kita lakukan." Lee An menyambut uluran tangan Jae In.
Di luar, pria bermasker berdiri memperhatikan ruang rawat Lee An.
***
Tim investigasi kasus koper melakukan meeting. Sung Mo menjabarkan apa yang sudah mereka temukan mengenai identitas korban dan juga dugaan adanya orang lain yang menggunakan identitas Kang Hee Sook untuk bekerja sebagai pengasuh.
Detektif Lee berkomentar kalau bisa saja Kang Hee Sook palsu yang membunuh Kang Hee Sook asli atau bahkan mungkin juga membunuh Park Soo Young, korban dari kasus koper pertama.
Ji Soo menambahkan kalau Kang Hee Sook palsu memakai cincin. Detektif Lee kepo karena di berkas tidak disebutkan hal itu. Ji Soo bilang detektif Lee tidak perlu tahu.
Sung Mo bilang mereka harus mencari tahu kapan korban menghilang untuk mengidentifikasi tersangka. Dia lalu menatap Ji Soo. "Aku harus pergi dan melihat An."
Ji Soo tertegun karena Sung Mo bicara banmal (tidak formal) padanya. Hal yang tidak dilakukan Sung Mo sebelumnya.
"Aku akan menghubungimu," sambung Sung Mo.
"Okay."
"Apa jaksa Kang bicara casual padamu?" Tanya detektif Lee setelah Sung Mo pergi.
"Kamu juga berpikir begitu? Jadi bukan cuma aku yang mikir gitu? Kenapa dia jadi sangat menakutkan?"
"Bukankah bicara banmal mengindikasikan kalau dia ingin lebih dekat?"
Ji Soo langsung tersenyum senang. "Benarkah? Tapi kenapa sangat tiba-tiba?"
"Kebanyakan orang tidak senang saat orang lain tiba-tiba berkata tidak formal. Apa kamu senang?" Ledek Detektif Lee.
"Ji Soo mengulum senyumnya."
"Ayo. Kita harus bekerja. Bu!"
***
Lee An mengantar Jae In sampai depan rumah sakit.
"Datanglah ke pusat bantuan kalau kamu sudah baikan. Sementara itu, aku akan pikirkan bagaimana membantumu untuk berkembang."
"Yoon Jae In!"
"Tidak usah berterima kasih meski kamu ingin. Ini bukan untukmu. Aku melakukan ini murni untuk diriku sendiri."
"Aku tidak peduli. Aku melakukannya untukmu juga."
Jae In tertegun. Lee An dadah padanya lalu pergi. Jae In dadah juga tapi Lee Annya udah keburu pergi.
Lee An masuk kamar rawatnya dengan senyum mengembang. Dia menyentuh tirai dan melihat wajah Jae In yang terkejut. Lee An terlihat sangat bahagia meski perutnya terluka. Dia sampai menggulung dirinya dengan tirai. "Seriusan? Yoon Jae In?" HAHA jatuh cinta dia.
Lee An melihat bingkisan berisi makanan di meja. Dia membuka ponselnya dan membaca pesan dari Sung Mo. "Kamu punya banyak pertanyaan. Tapi aku belum siap untuk menjawabnya. Makanlah tepat waktu." Wajah Lee An tampak kecewa.
Jae In duduk di halte bis. Dia tersenyum mengingat ucapan Lee An barusan kalau dia melakukannya untuk Jae In juga.
Sung Mo lewat. Jae In pun akhirnya naik ke mobil Sung Mo. Sung Mo senang saat tahu Jae In setuju membantu Lee An.
"Kata Lee An, ingatan kita seperti lemari obat yang berantakan. Dia tidak tahu apa yang diambilnya adalah racun atau obat penawar. Tapi aku perlu mencari tahu. Agar aku bisa mengambil beberapa langkah."
"Baguslah. Itu tepatnya yang aku inginkan," kata Sung Mo. Jae In bertanya siapa orang yang menikam An. Katanya dia sudah mengikuti Sung Mo sejak lama.
"Identitasnya juga misteri untukku. Yang aku tahu bahwa aku tidak bisa lebih lama lagi meninggalkannya campur aduk."
***
Detektif Lee membawa laptopnya ke meja Ji Soo dan menunjukkan rekaman cctv yang sudah dia selidiki. Dia bilang wajah pelaku penusukan An tidak terlihat di cctv. Dia juga sudah menanyai pihak PLS dan mereka tidak tahu siapa yang membawa mobil itu, tapi mereka akan mengirim daftar orang yang bekerja pada saat itu.
"Bagaimana dengan tempat An ditusuk?" Tanya Ji Soo.
"Disana tidak ada kamera cctv. Para saksi juga tidak melihat wajahnya karena memakai topi."
"Kamu memeriksa cctv dari toko terdekat? Atau blackbox dari mobil yang terparkir?"
"Ah kurasa aku bisa."
"Kurasa aku bisa? Bukankah itu akal sehat mendasar?"
"Kalau begitu Jaksa Kang pasti sudah melakukannya."
"Jaksa Kang?"
"Ya. Aku meneleponnya untuk meminta salinan padanya. Dia sudah meminta dan membawanya."
"Jika kita bisa melihat wajah tersangka, dia pasti sudah melihatnya."
"Benar. Karena itu dasarnya."
Sung Mo membawa Jae In ke kantornya. Dia memberikan buku catatan yang dia tulis tentang kemampuan Lee An. Jae In membuka halaman buku itu.
"Anda menulis semua ini?"
"Aku ingin kamu meneruskannya."
"Aku punya banyak pertanyaan tapi aku mau bertanya satu hal saja. Ke tingkat mana aku harus membawa keahlianya? Sampai dia cukup baik untuk membantu penyelidikan? Sampai dia bisa mengidentifikasi tersangka? Apa ini akan berhasil?"
"Misi ini dianggap tuntas jika dia bisa membacaku."
An bersidekap sambil menatap makanan di depannya. "Baiklah. Aku akan menunggu. Jangan lari lagi!" Lee An lalu memakan makanan dari kakaknya itu.
***
Jae In memasang tanda libur di pintu kantor karena ini Hari Minggu. Dia pergi ke penjara untuk menjenguk ayahnya. Sambil menunggu ayahnya datang, dia memakan permen buah untuk membuatnya sedikit relax. Begitu Pak Yoon datang, Jae In langsung membuang permennya dengan tisu.
Pak Yoon duduk di depan Jae In sambil tersenyum.
"Sudah lama tidak bertemu." Jae In minta maaf karena lama tidak berkunjung.
"Bibimu bilang kamu jadi polisi. Aku bangga padamu."
Jae In menundukkan kepalanya menahan perasaannya. "Kita berbasa basi. Selanjutnya ayah akan meminta maaf. Dan aku akan menangis dan berjuang selama beberapa hari. Aku tidak berkunjung karena aku benci itu."
"Ayah tahu."
"Karena masih ada waktu, aku akan langsung ke intinya. Aku akan mencobanya. Aku tidak akan lari atau menghindarinya. Aku akan mencari tahu apa yang terjadi."
"Jae In~a."
"Aku menganggap aku sedang menjalani hidupku sendiri dan melupakan ayah. Karena pikiranku tidak nyaman, semua yang kulakukan seperti istana yang terbuat dari pasir."
"Jae In. Jangan membuang waktumu. Ayah tidak mau kamu menjadi seperti ayah. Jalani saja hidupmu. Sudah terlambat untuk mengubah apapun."
"Kudengar ayah selalu gagal dalam evaluasi pembebasan bersyarat. Aku tahu ayah sengaja melakukannya."
"Bukan begitu."
"Ayah berpikir lebih baik terjebak di dalam penjara. Berpikir bahwa ayah hanya akan membuatku bermasalah di luar. Ayah berencana tetap berada di penjara selama sisa hidup ayah?"
"Pergilah! Jangan datang ke sini lagi." Pak Yoon berdiri. "Mereka yang tinggal di apartemen, ayahlah yang membunuhnya," ucap Pak Yoon sebelum pergi meninggalkan Jae In yang meneteskan airmata.
Jae In berjalan keluar dari penjara. Dia mengelus dadanya yang mulai sesak. Jae In pun menepi dan hendak mengambil kantong kertas di dalam tasnya. Tapi perhatiannya teralihkan pada buku catatan Sung Mo.
Bersambung ke He is Psychometric episode 6 part 2
EmoticonEmoticon