He is Psychometric Episode 3 Part 4 (Drama Korea)

He is Psychometric
Episode 3 Part 4


Sumber konten dan gambar : TVN

Baca HIS episode 3 part 3


Lee An mengingat masa lalunya. Sung Mo meninggalkannya di depan panti asuhan dengan hanya meninggalkan satu kata, 'maaf'. Dia melepaskan pegangan tangan Lee An lalu pergi.

"Kenapa minta maaf? Kamu akan kembali padaku kan?" Tanya Lee An. Tapi Sung Mo terus berjalan pergi tanpa menjawabnya.

Beberapa tahun kemudian, Lee An tumbuh jadi anak yang suka berkelahi sampai dia terkenal sebagai legenda dari sekolah Hongkak seperti kata polisi waktu itu.


Suatu hari, Lee An berkelahi satu lawan banyak sekali. Tapi hebatnya, Lee An bisa mengalahkan mereka semua meski dia sendiri babak belur.

"Jika ada yang mengacaukanku, aku akan membunuh mereka,' ucap Lee An saat itu. Wajahnya dingin.


Dia lalu berjalan tertatih-tatih di tengah hujan salju. Dari tangannya mengalir darah kental. Lalu di tengah jalan, dia melihat sebuah kardus bertuliskan 'tolong ambil anak anj*ng ini'. Lee An pun membuka kardus itu dan menemukan seekor guguk kecil putih di dalamnya. Dia lalu menyentuhnya.


"Kamu juga diabaikan? Aku juga sama. Kamu sendirian? Oh. Aku juga. Namamu salju putih? Ah. Kamu memang benar-benar putih seperti salju."

Lee An berhenti menyentuh guguk itu.


"Maaf. Seharusnya aku tidak menyentuhmu. Semua orang meninggalkanku saat aku menyentuh mereka," ucap Lee An sambil menahan airmata. "Kamu mau pulang bersamaku?"

Lee An menggendong anak guguk itu. Dia berjalan menaiki tangga. Dan tiba-tiba ada sebuah suara.


"Aku di sini untukmu. Jangan bilang aku terlambat."

Sung Mo berdiri di ujung tangga. Lee An langsung menangis melihatnya.

"Aku merindukanmu."

Kembali ke masa kini.

Lee An bercerita kalau Sung Mo adalah satu-satunya orang yang tidak bisa dia baca.

"Dia bilang dia harus mengurus sesuatu yang penting. Argg! Lagipula aku tidak tahu dan hanya membencinya."


Jae In tersenyum. "Menurutmu kakakmu meninggalkanmu karena kemampuanmu?"

Lee An mengangguk. "Aku membencinya dan kemampuan ini juga membenciku. Tapi tidak lagi. Aku memutuskan untuk menghargainya saat kakakku kembali untukku."

"Ngomong-ngomong. Kenapa kamu mengatakan semua itu padaku? Bukankah itu rahasia?"

"Kamu juga harus ceritakan tentang ayahmu. Aku ada disini untuk mendengarkannya. Kamu hanya bisa menghindar beberapa lama. Belajar, bekerja sambilan, dan kemudian menyembunyikan siapa dirimu. Bukankah itu melelahkan?"


Jae In mulai mengeluarkan kesedihannya. "Melelahkan. Benar-benar melelahkan. Dia mungkin tidak dijebak. Dia bisa saja jadi pelakunya. Itu sebabnya aku takut. Itu sebabnya aku ragu untuk memintamu membacaku. Aku hanya tidak yakin."

"Meskipun ayahmu adalah pelakunya, itu tetap bukan salahmu."

"Tapi semua orang berpikir begitu."

"Kenapa harus peduli dengan apa yang orang lain pikirkan?"


"Aku akan membantumu. Bukan sekarang. Tapi saat kamu siap."

***

Seseorang tampak menuliskan sesuatu dengan pilok merah di tembok belakang sekolah. Dia lalu membuang pilok itu ke semak-semak.


Esoknya, Jae In keluar rumah dan mencari Lee An yang biasanya sudah nangkring di depan. Karena tidak menemukannya, Jae In pun berangkat sendirian.

Lee An ternyata terlambat bangun. Seperti biasa dia memanjat tembok sekolah. Begitu turun, Dae Bong langsung menghampirinya dan mengatakan ada yang gawat.


"Kalau ini tentang So Hyun lagi, aku pukul kamu."

"Ini tentang Yoon Jae In."
Lee An menerobos kerumunan siswa yang sedang melihat tulisan di tembok sekolah.

'Yoon Jae In putri seorang pembunuh'


"Apa-apaan ini?" Geram Lee An. Dia melihat botol pilok di semak-semak dan memungutnya. Dari itu dia bisa melihat kalau pelakunya adalah si guru matik. Lee An kemudian menimpa tulisan itu dengan pilok lagi.

"Jangan lihat! Pergi!!" Bentak Lee An pada yang lainnya.


Setelah selesai mengurus tembok, Lee An pergi ke kelas mencari Jae In tapi hanya menemukan bangku kosongnya. Dia lalu mencari ke rooftop, mini market, dan halte bus. Tapi Jae In tidak ada di mana-mana. Terakhir Lee An berlari masuk ke rumah Jae In. Tapi rumahnya sudah kosong dan hanya menyisakan sedikit barang yang berantakan.


Lee An melihat bingkai foto yang sudah retak. Dia mengambilnya dan melihat foto Jae In saat masih kecil. Seketika Lee An langsung ingat siapa Jae In.

Lee An memegang handle pintu. Saat itulah dia mendengar ucapan Jae In sebelum pergi.


"Lee An. Mungkin ini akan berhasil. Jika kamu bisa membacaku dengan kemampuanmu sekarang, aku mau kamu mendengar ini. Kamu menawarkanku bantuanmu dan memberiku dukungan. Berusahalah untuk mengasah lagi kemampuan yang kamu punya. Saat aku sudah siap, aku akan datang dan mencarimu."


Dua tahun kemudian

Lee An berada di balik kemudi sebuah mobil sport merah. Dia menyetir sambil tersenyum.

Lampu merah menyala. Lee An berhenti lalu bersiul. Dia juga bercermin untuk melihat penampilannya lalu tersenyum bangga.


Di depan, tampak seorang wanita seperti seperti Jae In menyeberang jalan. Lee An yang melihatnya segera turun dan memanggilnya. Tapi ternyata dia bukan Jae In. Lee An terlihat kecewa.


Dae Bong mengurus salah satu pom bensin milik keluarganya. Dia sedang kesulitan menghitung gaji karyawan wanitanya. Dari cctv terlihat mobil merah masuk. Karyawan langsung menyambutnya dengan ucapan selamat datang dan hendak menghampirinya. Dae Bong mencegahnya. Dia menyuruh karyawannya menghitung gaji saja. Dasar!

"Aku bos yang hebat kan?"


Dae Bong menghampiri pelanggannya. Dia merasa mobil itu seperti mobil miliknya. Dia lalu merunduk bertanya pada pemilik mobil berapa bensin yang dia inginkan.


Lee An membuka jendela mobilnya lalu tersenyum sambil memberi tanda 'peace' dengan jarinya. Dae Bong bingung. Dia lalu melihat plat mobil yang dibawa Lee An.

"Ini mobilku?" (Gubrak!!! Kirain Lee An beneran udah sukses)

"Kamu membawanya ke toko kemarin. Aku membacanya."

"Wah! Sekarang kamu membacanya semuanya," keluh Dae Bong yang tidak berkaca mata.


"Sssttttt. Isi ini dulu. Baru kita akan bicara."

"Kamu mau kemana? Kenapa terus memakai mobilku seolah-olah itu punyamu?"

"Ini hari yang penting bagiku."

Lee An menunjukkan kartu untuk ujian masuk penegakan hukum 2018.

***

Ji Soo menghampiri Sung Mo dan memberitahunya kalau An akan ikut ujian masuk penegak hukum. Kalau An lulus berarti kemampuannya bisa meningkat.

Sung Mo menyuruhnya untuk mengkhawatirkan itu nanti saja. Dia sibuk jadi permisi pergi dulu.

Ji Soo bilang dia akan datang ke kencan buta saat ini. Pantesan dia dandan menor dan pakai anting-anting.


"Haruskah aku membatalkannya?"

"Untuk apa?" Tanya Sung Mo cuek lalu masuk ke lift.

Ji Soo masuk ke lift yang berbeda. Dia malu setengah mati. "Aku harus menghidari Lee An untuk sementara waktu."


Lee An sudah duduk di ruang ujian. Dia melemaskan jari-jarinya lalu melakukan pemanasan mata. HAHA. Udah niat dia mau nyontek. Lee An menatap punggung mahasiswa di depannya.

"Bantu aku disini. Hasil yang kudapat tergantung padamu."


Pengawas ujian melangkah masuk ke dalam ruangan. Lee An pusing mengerjakan soal tentang sejarah korea. Dia menghela nafas lalu mengacak-ngacak rambutnya. Dia pun melancarkan aksinya dengan menyentuh tengkuk mahasiswa di depannya. Tapi yang dia lihat adalah saat mahasiswa itu sedang belajar.

"Aish. Ini menghancurkan hati nuraniku."

Lee An mencoba sekali lagi. Tapi dia ketahuan pengawas. Lee An lalu pura-pura meregangkan tangannya karena lelah.


Pengawas mendekat. "Jawaban yang dicari dengan cara apapun selain di jawab sendiri dianggap curang."

Lee An tertegun mendengar suara yang dia kenal. Dia pun mendongakkan kepalanya dan melihat Jae In di depannya. Sontak Lee An langsung berdiri. Mereka saling menatap.


"Aku menemukanmu!" Ucap Lee An.

Bersambung ke He is Psychometric episode 4 part 1


EmoticonEmoticon