He is Psychometric Episode 2 Part 1 (Drama Korea)

He is Psychometric
Episode 2 Part 1


Sumber konten dan gambar : TVN

Baca HIS episode 1 part 4

11 Desember 2005, seminggu setelah kebakaran


Saat itu turun salju. Pak Eun menyerahkan sebuah kotak pada Lee An. Dia meminta Lee An menghubunginya jika butuh sesuatu. "Aku akan berlari."

Lee An pun pergi seorang diri. Dia berhenti di trotoar dan membuka kotak yang ternyata berisi boneka guguk buatan ibunya dan barang-barang lainnya. Itulah saat pertama kalinya Lee An mendapat kemampuan psikometri.


Lee An yang menyentuh boneka guguknya tiba-tiba melihat penglihatan saat dia bersama ayah dan ibunya malam itu. Tapi karena itu memang hal yang dia alami sendiri, jadi Lee An belum menyadarinya. Dia menangis tersedu-sedu.


Lalu tampak Jae In kecil berlari melewatinya. Salah satu sepatunya lepas dan tertinggal. Lee An mengambilnya dan seketika dia melihat dan mendengar Jae In yang menangis di antara kerumunan orang sambil memanggil ayahnya. Lee An terkejut. Kepalanya tiba-tiba terasa sakit.

Di tempat lain, Pak Yoon digiring ke kantor polisi dengan tangan terborgol. Para wartawan bertanya kenapa dia menyulut api. Banyak juga orang-orang yang mengumpatinya.


Pak Yoon diam saja. Sebelum masuk, dia sempat melihat ke arah Jae In yang hanya berdiri diam di belakang kerumunan masa.

Jae In berbalik dan lari. Dia menabrak Lee An hingga benda-benda di dalam kotak Lee An jatuh berhamburan. Jae In tersungkur. Dia menangis memanggil ayah dan ibunya.


Lee An menyodorkan sebutir permen buahnya pada Jae In. Permen itulah yang dimakan Jae In di rooftop.


Sekarang Jae In sedang memejamkan matanya pasrah kalau-kalau Lee An jatuh menimpanya. Tapi tak ada suara apapun. Jae In membuka matanya dan menemukan Lee An yang sedang bergelantungan pada tangga. Doengggg

"Kenapa kamu belum kembali ke kelas?" Tanya Lee An.


"Ku dengar, sepertinya kamu besok tidak sekolah. Kamu kan di usir."

"Di usir? Kata siapa?"

"Aku nggak sudi kalau tahu akan setiap hari melihatmu. Makanya aku lega. Aku menempati kelasmu."

Jae In keluar dari rooftop. Lee An mengikutinya.

"Jangan mengikutiku. Aku akan teriak kalau kamu sentuh."

"Hei. Aku tuh nggak pernah menyentuh orang lain."

Mereka bicara sambil terus menuruni tangga.

"Aku ini Lee An. Tidak semudah itu aku diusir."

Tiba-tiba Jae In berhenti dan menatap Lee An.



"Lihat apa?"

Jae In bilang dia sebelumnya belajar profiling. Anak laki-laki seusia mereka biasanya punya dua hal yang paling di khawatirkan. Satunya adalah nilai. Dan satunya lagi adalah se*s.

"Pendengaranku biasanya baik. Tapi bukankah keduanya sama?" (Dalam bahasa korea, kata nilai dan se*s pengucapannya hampir mirip)

Jae In mengulanginya dengan lebih jelas. Lee An malah terkikik geli. Jae In menambahkan kalau hari ini Lee An punya kedua masalah itu.

"Apa itu dirimu yang sebenarnya?"

"Tidak juga. Aku tidak begitu. Sepanjang hari ini aku di jebak. Bisa kamu bayangkan tidak adilnya itu?"

"Dijebak? Tidak adil? Aku tahu betul itu," ucap Jae In dengan tatapan tajamnya. Dia pergi meninggalkan Lee An yang sepertinya sedikit keheranan.


Jae In hampir bertabrakan dengan Dae Bong yang hendak menghampiri Lee An.

Lee An menyesal  kenapa dia harus mencontek jawaban orang lain. Dae Bong bilang ada hal lain yang lebih mendesak. Dia menunjukkan barang milik So Hyun. Dia minta Lee An menganalisanya karena tadi So Hyun tiba-tiba pulang lebih awal. Dan juga mencari tahu kapan So Hyun akan mengajaknya kencan.

"Memangnya aku punya waktu untuk itu?"

Dae Bong tidak peduli. Dia menyelipkan barang So Hyun di saku Lee An lalu pergi. Lee An tiba-tiba punya sebuah ide. Dia menghentikan Dae Bong yang sudah sampai di depan kelas.

Lee An menjelaskan rencananya yang akan menangkap si pelaku mes*m sesungguhnya dengan menyentuh Jae In.



Dae Bong heran dengan idenya. "Kamu akan menyentuh anak itu yang mengira kamu itu mes*m?"

Lee An mengangguk.

"Kamu tidak paham kalau ini terdengar aneh?"

"Tidak," jawab Lee An dengan polosnya.

"Kamu memang bukan yang paling cerdas."

"Dasar."

Mereka berdua lalu masuk ke kelas yang kebetulan sedang pelajaran matematika. Pak guru menyuruh Jae In mengerjakan soal di papan tulis karena dia dengar Jae In pintar.

Jae In menulis jawaban di papan tulis dengan sangat rinci. Pak guru memujinya kalau ini baru namanya kelas untuk menuju universitas Seoul.

"Memangnya ada di antara kalian yang mengerti?"

Pak guru bertanya soal Jae In yang ingin jadi jaksa. Jae In mengiyakan.

"Lihatlah! Perbedaan kalian dan dia sangat banyak."

Jae In berjalan menuju bangkunya setelah selesai dengan soal di papan tulis. Pak guru memujinya.

"Anak-anak yang punya disiplin yang baik juga belajar dengan giat."

Jae In tersenyum. Tapi setelahnya senyumnya hilang dan langkahnya terhenti mana kala Pak guru membicarakan anak yang dibesarkan ibu tunggal, ayah tunggal, bahkan seorang yatim piatu menyebabkan masalah.


Lee An sampai mematahkan pensilnya karena kesal mendengar hal itu. Sedangkan Jae In berbalik dan mengatakan kalau dia tidak mengerjakan soal itu dengan baik. Dia menjelaskan kalau jawabannya bertentangan dengan syarat soalnya. Kata Pak Guru yang penting kan jawabannya benar. Dia menyuruh Jae In duduk.

"Masalah ini sangat mirip dengan Anda," ucap Jae In dengan berani. Dia mencontohkan kasus Lee An. Hanya karena Lee An memanjat tembok dan mengerjakan ujian dengan baik, dia dituduh mencuri soal ujian. Pak guru memilih jawaban yang disuka dan cocok dengannya.

Pak guru mengacung-acungkan tongkatnya pada Jae In. "Hanya karena aku memujimu kamu jadi sombong."

Jae In masih terus melanjutkan argumennya. Dia tidak suka sikap Pak guru yang suka menyerang muridnya dengan masalah pribadi. Lagian belum tentu Lee An pelakunya karena tadi waktu di ruangan guru saja dia tidak tahu mana guru matematikanya. Lee An tampak memperhatikannya.


"Dia gila!" Ujar Dae Bong.

Pak Guru membentak Jae In yang terlalu berani. Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Murid-murid bersiap untuk pulang tapi dilarang Pak Guru. Dia lalu menyodok-nyodokkan tongkatnya ke bahu Jae In seperti yang dia lakukan tadi pada Lee An. Kata Pak Guru, seorang jaksa biasanya mengindentifikasi pelaku. Dan memang itulah yang akan Jae In lakukan.

Jae In bilang dia akan menemukan pelakunya. Kalau dia berhasil dia minta Pak guru meminta maaf atas perlakuan dan kata-katanya yang sangat tidak menyenangkan.

Murid-murid bersorak. Mereka langsung meminta pak guru mengembalikan juga barang-barang yang dia sita.

"Kalau kamu gagal?"

"Lakukan sesuka hati Anda. Keluarkan aku!"

Kata Pak Guru dia tidak bisa karena dia hanya seorang guru. Jae In bilang dia yang akan mengundurkan diri secara sukarela kalau begitu.

Pak Guru menyuruh Jae In menemukan pelakunya sampai pada pelajaran matematika besok. Kelaspun bubar. (Gayanya guru matematikanya sengak bangeuud)


Jae In menyesali tantangannya sendiri. Dia duduk lesu di kloset kamar mandi. "Aku mendapat masalah lagi. Sebenarnya kenapa dengan diriku? Harusnya aku berbohong. Aku pasti sudah kehilangan akal." Jae In sampai mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Keluar? Aku sudah belajar sangat keras. Aku pasti sudah gila!!"


Di luar toilet, sudah ada Lee An yang menunggu. Jae In melewatinya begitu saja.

"Stop! Kamu suka sama aku kan? Kamu mengikutiku sampai sekolah disini. Malang sekali," ucap Lee An dengan pede-nya.

"Aku sangat kesal sampai melupakanmu sementara waktu. Jika aku tahu keadaannya, maka aku seharusnya tidak bicara balik."

"Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu membuatku menjadi mes*m. Kamu mengesankan. Itu kesuksesan besar."

"Itu bukan tentangmu. Aku hanya tidak tahan dengan orang yang bekerja seperti itu. Aku tidak punya niat membantumu sama sekali. Jadi mundurlah!"

"Tidak masalah. Aku akan membantumu."

"Aku yang membantumu. Kamu tidak membantuku!"

Lee An mengulurkan tangannya. "Aku Lee An."

Jae In mengabaikannya dan ngeloyor pergi. Lee An minta mereka jabat tangan nanti saja kalau begitu, setelah mereka menangkap pelakunya.

"Hanya tiga detik. Oke!"

Jae In hanya tersenyum sinis.

"Dingin sekali dia!" Gerutu Lee An.


Jae In pulang sekolah. Di jalan depan rumahnya, dia berpapasan dengan seorang perempuan yang bersama seorang pria. Entah karena apa, Jae In bergegas masuk ke rumah.

Di dalam rumah, bibi Oh Sook Ja sedang kebingungan menyembunyikan tas yang baru saja dia beli. Awalnya dia sembunyikan di lemari bawah wastafel tapi tidak jadi. Lalu di dalam roknya (HAHA), tidak jadi lagi. Dia kepikiran untuk menguburkannya di bawah tanah saja.

Jae In keburu masuk saat bibi Sook Ja sedang memeluk tasnya. Bibi kontan terkejut hingga dia terjatuh dan tasnya terlempar. Dia buru-buru menyembunyikan tas itu di balik punggungnya.


Bersambung ke He is Psychometric episode 2 part 2


EmoticonEmoticon