Item
Sumber konten dan gambar : MBC
Di sebuah game center, Ko Dae Soo (si pria botak) tampak
menendang-nendang sebuah kursi. Dia bahkan membenturkan kepalanya
berkali-kali ke mesin game. Si penjaga tempat itu (Pria botak lainnya) yang
sedang menyantap ramen kesal melihatnya. Dia menghampiri Dae Soo dengan
marah lalu menendangnya.
“Hei tikus kecil!”
Dae Soo yang jatuh ke lantai seolah tidak peduli. Dia terus mengoceh
sendiri. “Ini milikku. Gelang itu milikku.”
“Hei! Kamu rindu di pukuli kan?”
“Aku akan membun*hmu hanya jika aku punya gelang itu,” racau Dae Su.
Si penjaga botak kesal karena mie jadi mengembang gara-gara Dae Su. Dia
minta dibawakan ayam goreng sebagai gantinya lalu berjalan mengawasi tempat
itu.
Dae Soo berdiri. Dia melempar punggung penjaga botak dengan kaleng bekas
minuman. Penjaga botak tentu geram dengannya. Dia mengumpat dan mengambil
sebuah kursi lalu mendekati Dae Soo yang masih saja meracau. Penjaga botak
tertawa melihat tingkah anehnya.
Gon turun dari mobilnya. Dia melongok ke sebuah rumah kecil yang penuh
dengan barang bekas.
“Permisi. Apa ada orang?”
Tidak ada yang menyahut. Tiba-tiba datang seorang nenek menarik gerobak
yang berisi barang bekas.
“Kamu siapa?”
“Ah kebetulan sekali. Apa Anda neneknya Ko Dae Soo?”
“Aku tidak mengenal orang dengan nama itu.”
Si nenek bergegas memutar balik gerobaknya berniat pergi.
Gon berniat membantunya. Dan dia menemukan kantong kresek berisi bir di
atas gerobak nenek.
“Nek, Ko Dae Soo sudah pulang kan? Makanya nenek membelikannya bir. Benar
kan?” tanya Gon dengan nada lembut.
Akhirnya nenek bercerita kalau Dae Soo sering pergi ke Game Center
Poongnyeon.
“Anakku dulu anak yang baik. Tapi suatu hari, tiba-tiba dia berubah aneh.”
Gon mendatangi game center. Dia bertanya pada petugas botak yang lagi-lagi
sedang makan ramen.
“Apa Ko Dae Soo datang ke sini?”
“Siapa kamu?”
Gon menunjukkan lencana jaksanya. Petugas botak langsung berdiri dan
bersikap sopan.
Dae Soo minum di jalanan sambil berjalan. Dia melempar botol minumannya
ketika isinya sudah kosong. Gon yang sedari tadi mencarinya segera
menelepon polisi meminta bantuan begitu melihat Dae Soo.
“Hei Ko Dae Soo!” panggil Gon lantang.
Dae Soo yang sedang pipis mengenali Gon sebagai orang yang membuatnya
kehilangan gelang ajaibnya. Dia langsung mengumpat.
“Dasar breng**k!”
“Kenapa? Apa kau senang melihatku?”
“Itu karena kamu!”
Dae Soo berlari menerjang Gon. Perkelahian pun tidak terelakkan. Gon
berhasil menyudutkan Dae Soo ke dinding. Dia menaikkan lengan baju Dae Soo
dan terkejut karena gelang ajaib itu tidak ada di tangan Dae Soo. Saat
itulah Gon lengah dan Dae Soo berhasil memukulnya hingga terjatuh. Dae Soo
menjatuhkan sebuah lemari kecil hingga menimpa kaki Gon.
Dae Soo kabur. Gon berusaha mengejarnya. Polisi bantuan datang. Tapi mereka
terlambat karena Dae Soo sudah keburu kabur entah ke mana.
Gon terengah-engah setelah berlarian tadi. Dia mendapat notifikasi di
ponselnya, ‘ulang tahun putri Da In.
Sebelum pulang, Gon menyempatkan diri membeli sandwich telur untuk Da In.
Saat akan membayar, Gon menyadari kalau dompetnya hilang. Akhirnya dia
membayar dengan mobile payment.
Sementara itu di bawah tangga, Dae Soo sedang melihat kartu identitas Gon
di dompet yang dia curi saat berkelahi tadi. Dia juga melihat foto Gon
bersama Da In.
Gon menyanyikan lagu ulang tahun untuk Da In. Mereka lalu meniup lilin
bersama-sama kemudian bertepuk tangan.
Gon memberikan sandwich yang tadi di belinya pada Da In. Dia sendiri juga makan.
Gon memberikan sandwich yang tadi di belinya pada Da In. Dia sendiri juga makan.
Gon mengelap remahan sandwich yang menempel di bibir Da In lalu
menjilatnya. (Ya ampun Gon. Segitu sayangnya ya)
Sementara di lantai bawah, So Young sedang menjemur pakaian. Beberapa kali
dia melihat ke atas. Sepertinya dia mendengar ‘kemeriahan’ pesta ulang
tahun tetangganya.
Selesai menjemur, So Young duduk di meja makan. Ayahnya bertanya apa So Young
mendengar sesuatu dari lantai atas.
“Sepertinya mereka sedang menyanyikan lagu ulang tahun.”
Tuan Shin berusaha mengingat-ingat. Dia yakin ini bukan ulang tahun jaksa
Kang karena tiga tahun yang lalu dia sakit perut karena makan es serut pada
hari ulang tahun Gon.
“Jadi pasti ulang tahun gadis kecil itu,” ujar So Young.
“Ah ku rasa begitu. Hei., apa kita harus memasak sup dan mengirimnya ke
atas?”
“Lihatlah Pak Shin Gu Cheol. Bukankah kamu memasak itu untuk memberi makan
putrimu sendiri?”
“Kamu kan bisa makan makananku sepanjang waktu,” ucap Tuan Shin sambil
tersenyum. Dia mengambil sup di panci hendak dia berikan pada Gon.
“Ayah. Bukankah kamu harus membiarkan mereka menghabiskan waktu sendiri
diwaktu seperti ini. Itu sama seperti kita. Ketika ulang tahunku, kita
hanya ingin menghabiskan waktu bersama dengan ibu. Hanya kita bertiga,”
ucap So Young. Wajahnya berubah sedih.
Ayah So Young terdiam.
***
Si petugas botak berjalan pulang sambil bernyanyi. Dari atas tangga yang
dia lewati, terlihat sebuah botol kosong menggelinding. Dia menengok
sebentar dan keheranan karena tidak ada siapa pun di atas. Ketika dia
berbalik, tiba-tiba Dae Soo memukul kepalanya dengan batu bata. Dae Soo
masih saja meracau. Dia terus memukuli petugas botak berkali-kali.
Se Hwang sedang bermain catur imaginer. Ketika skak mat, semua catur lawan
langsung menghilang semua. Kemudian ingatan Se Hwang melayang pada saat dia
duduk di ruang interogasi jaksa.
“Bukankah menyenangkan, menyaksikan seseorang menderita dalam pergolakan
kematian mereka,” oceh Se Hwang.
Di luar ruangan, tampak Gon dan Yoo Na memperhatikan dari balik dinding
kaca satu arah. Gon melihat jamnya dengan wajah cemas.
“Gon. Tidak akan ada masalah kan?” tanya Yoo Na.
“Saksi itu sempurna. Ketika saksi datang aku bisa mendapatkan dia saat
pemeriksaan silang.”
Tiba-tiba Jaksa Lee masuk dengan beberapa anak buahnya. Dia memerintahkan
untuk membawa Se Hwang keluar. Gon segera mencegah mereka. Dia menatap
Jaksa Lee kecewa lalu bergegas masuk ke ruang interogasi dan mengunci
pintunya dari dalam.
Jaksa Lee bicara melalui microphone yang terhubung ke ruang interogasi.
“Hei bren***ek!! Buka pintunya sekarang!”
Yoo Na memberitahu kalau saksi kunci akan datang. Jadi mereka sebaiknya
menunggu sebentar lagi.
“Menunggu apa?” Jaksa Lee lanjut bicara dengan Gon. “Jaksa Kang Gon. Wakil
Ketua Bae Sung Han menyalakan briket batu bara di mobilnya dan bun*h diri.
Gon sangat terkejut.
“Benar! Dia bahkan meninggalkan catatan bun*h diri.”
“Ckckckck. Sayang sekali. Dia seharusnya memiliki masa depan di depan di
depannya.
“Apakah kamu yang melakukan ini?”
“Aku? Kenapa?”
“Dasar baj***an!!”
Gon menghampiri Se Hwang hendak menghajarnya. Saat itulah Jaksa Lee dan dua
anak buahnya berhasil membuka pintu dengan kunci cadangan. Mereka segera
menarik Gon.
“Ini sudah berakhir. Hentikan sekarang juga!” perintah Jaksa Lee. Anaknya
lalu melepaskan cengkeramannya pada Gon. Se Hwang meminta ijin bicara
berdua dengan Gon.
“Jangan terlalu kesal. Bukan aku yang melakukannya,” ujar Se Hwang.
“Kau merasa menang bukan?”
“Apa kamu ingin tahu siapa yang menang?”
Gon menunjuk Se Hwang. “Aku akan menangkapmu dengan segala cara. Camkan
kata-kataku. Aku baru mulai.”
Se Hwang tersenyum sinis. “Terdengar menyenangkan. Aku ingin tahu bagaimana
akhir di antara kita.
Mereka berdua saling menatap tajam
Kembali ke masa kini. Se Hwang mengambil foto polaroid di mejanya. Entah siapa di foto itu yang tergantung terbalik terlilit cemeti merah (jadi ingat cemeti
amarasuli mak lampir HAHA).
“Kamu tidak punya pilihan selain menghiburku Jaksa Gon.”
***
Da In sedang memainkan gelang ajaibnya di balik selimut. Sementara di suatu
tempat, Dae Soo sedang menatap foto Gon bersama Da In beserta secarik
kertas bertuliskan alamat apartemen Gon. “Itu milikku,” oceh Dae Soo.
Gon sendiri sedang mencuci mukanya di wastafel. Telinganya berdenging.
Terngiang di kepalanya ucapan Se Hwang padanya.
“Aku akan jujur. Tidak ada yang bisa menghiburku seperti yang kamu lakukan
Jaksa Kang.”
Bersambung ke Item episode 5 part 1
EmoticonEmoticon