He is Psychometric Episode 4 Part 2 (Drama Korea)

He is Psychometric
Episode 4 Part 2


Sumber konten dan gambar : TVN

Baca HIS episode 4 part 1


Jae In dan Lee An duduk di bangku taman. Lee An mengeluh kalau Sung Mo dan Ji Soo selalu mengganggunya agar segera jadi detektif resmi.

"Mereka tidak bisa lagi menyembunyikan kemampuanku dari manajemen tingkat atas."

"Itu mengesankan," puji Jae In. Wkwk

"Bagaimana denganmu? Bagaimana dengan pekerjaanmu?"

"Itu melelahkan tapi bermanfaat."

"Dimana kamu bekerja? Di sekitar sini atau di Seoul?"

"Divisi patroli Seohuen."

"Apa kamu di bagian kejahatan dengan kekerasan?"


"Tidak. Aku masih dalam masa percobaan," jawab Jae In dengan ceria. "Tapi aku pikir aku akan di tunjuk untuk kejahatan kekerasan secepatnya."

"Lagipula kamu punya otak yang pintar," puji Lee An. Jae In tersenyum.


Mereka pergi ke depan aula dimana Lee An memarkirkan mobilnya. Lee An menawari tumpangan tapi Jae In menolak karena dia akan bertemu dengan seseorang. Jae In sempat menatap mobil Lee An sekejap. Lee An hendak mengatakan sesuatu tapi dia urungkan. Dia hanya mengatakan pada Jae In kalau dia masih tinggal di tempat yang sama. Jae In mengerti. Dia lalu permisi pergi dulu. Lee An memandang kepergiannya.


"Divisi patroli Seohuen? Bagus. Kalau begitu semuanya pasti baik-baik saja," gumam Lee An.

Lee An berkendara sampai malam sambil mendengar musik, bernyanyi, dan berjoget. Dia terlihat sangat bahagia.


Sung Mo membeli makanan di tokonya guru gendut. Guru gendut menanyakan kabar Lee An. "Dia tidak membuat masalah lagi kan?"

"Ya. Dia sudah dewasa sekarang."

"Ini sangat misterius. Bagaimana kamu merubah berandalan seperti dia? Seperti yang kamu ahu. Dia dulu siap menghancurkan semua yang dia sentuh. Tapi dia bersikap sopan dan bahkan lulus SMA dan sangat berterima kasih padaku."


Sung Mo tertawa. Dia mengatakan kalau Lee An masih menganggur lalu dia pamit pergi. Di depan, Lee An datang dengan mobil Dae Bong tentunya.

Sung Mo memandangi Lee An yang masih terus menyetir sambil bernyanyi. Mereka sama-sama tertawa.


"Kenapa kamu begitu senang. Apa kamu berhasil dalam ujianmu?"

"Oh benar. Aku mengikuti ujian hari ini."

"Jadi tipuanmu tidak berhasil dengan baik hari ini? Tapi aku senang. Aku tidak harus melaporkan kecurangmu."

Lee An protes. "Melaporkan kecuranganmu? Apa kakak ingin aku hidup darimu sepanjang hidupku? Apa kamu takut kamu harus menanggung hidupku?"

"Tidak apa-apa. Kamu layak dijaga." So sweet

"Dijaga? Kenapa hyung mau menjagaku?"

"Karena aku menyelamatkan hidupmu. Kamu mengingatkanku dengan hal baik itu." (Btw, dulu Sung Mo kelihatan dingin tapi sekarang dia seneng bercanda)

"Kenapa kamu tidak berpikir hal baik itu  bisa dilipat gandakan jika seseorang yang kamu selamatkan bisa jadi detektif dan melakukan banyak hal baik?"

"Memangnya kamu harus jadi seorang detektif?"

"Tentu saja. Aku baru saja akan menghadapi kematian ketika kamu datang mdnyelamatkanku. Dan aku mendapatkan kemampuan aneh ini sebagai hasilnya. Menguburnya akan menjadi kejahatan."

"Masalahnya adalah, itu tidak cukup baik untuk dimanfaatkan."

"Wah! Kakak jahat sekali. Apa kakak senang menyakitiku setelah menyelamatkanku? Kamu seorang psikopat mes*m."

Mereka berdua tertawa.

"Maaf. Aku tidak sengaja."

"Kakak tidak berpikir ya? Kakak membeli ayam tapi lupa membeli bir. Bagaimana kakak bisa mengelola pekerjaan jaksa? Ini memang misteri. Misteri." (Ngomong misterinya itu di bikin lebay)

Mereka sampai di sebuah kawasan apartemen. Lee An beryanya kenapa mereka ke sana. Sung Mo sebenarnya sudah bilang kalau mereka akan pindah ke sana. Dia bahkan menempelkan alamatnya di lemari es. Lee An langsung ingat tadi bilang pada Jae In kalau dia belum pindah.


"Oh. Ini tidak boleh!"

Sung Mo memberitahu apartemen mereka nomor 614. Dia akan pergi dulu untuk beli bir. Tapi tiba-tiba dia melihat Ji Soo ada di seberang sambil menenteng dua kantong keresek. Lee An dan Sung Mo saling berpandangan.

Mereka bertiga masuk ke apartemen. Di sana sudah ada si putih salju yang duduk di sofa. Lee An masih ngedumel kalau dia lebih suka rumah atap mereka. Menyegarkan di musim dingin dan mendapat cokelat di musim panas. Pemandangannya adalah yang terbaik.


Tapi begitu lampu apartemen dinyalakan, Lee An langsung terpesona. "Apa ini benar-benar rumah kita?" Tanya Lee An sambil menggendong putih salju.

"Secara teknis ini milik bank. Aku malu mengatakan ini milikmu karena sebagian besar dibayar dengan pinjaman."

Ji Soo meletakkan kantongnya yang ternyata berisi bir di atas meja. Lee An heran mengira Ji Soo dan Sung Mo janjian.

"Benar juga. Aku tadinya berpikir mau memesan ayam goreng," sahut Ji Soo.

"Makanlah duluan. Aku mau mandi," kata Sung Mo.


"Silahkan. Mandilah pelan-pelan. Nanti kusisakan tulangnya," kata Lee An lalu langsung mencomot satu ayam goreng.

"Bod*hnya aku. Aku akan makan dulu saja," kata Sung Mo.


"Ada apa ini?" Tanya Lee An. Sung Mo dan Ji Soo yang sedang mengambil ayam goreng serempak menengok.

Lee An bertanya kenapa Ji Soo pakai baju feminim. Ji Soo bilang ayahnya memaksanya kencan buta. Dia mengatakannya sambil melirik Sung Mo. Pipinya memerah.

"Oke. Kalau begitu aku akan menerawangmu tanpa sentuhan." (Tanpa sentuhan = mencari informasi tanpa pengetahuan sebelumnya)


"Wajahmu sedikit memerah. Jadi artinya kamu sudah minum."

Ji Soo langsung menyentuh pipinya.

"Kamu membeli lebih dari 10 kaleng ketempat kami. Jadi kencanmu tidak berjalan dengan baik?"

Ji Soo langsung menyangkal. "Kamu salah. Itu kencan yang mengesankan. Pria itu mau sampai jungkir balik untukku."


Ji  Soo menatap Sung Mo yang mau memakan ayam. Sung Mo jadi tidak enak. "Kamu mau?" Ji Soo mengambil ayam itu dengan kesal. (Sung Mo nggak peka banget)

Lee An yang memperhatikan mereka berusaha menahan tawanya. "Ah jadi begitu. Kencanmu benar-benar kacau."

"Bagaimana dengan ujianmu?" Tanya Ji Soo.

"Jangan tanyakan itu. Kamu tahu divisi patroli Seohuen?"

"Ya. Itu bagian di tempat kerjaku?"

"Benarkah?"

"Kenapa? Ada apa dengan itu?"


Lee An bercerita kalau Jae In jadi seorang polwan. Sung Mo tampak tertegun. "Kamu menemukannya?" (Dia kok kalau ngomongin Jae In raut mukanya berubah ya)

Ji Soo dengar memang akan ada anak baru. "Mereka sangat dewasa  untuk usia mereka. Tidak seperti seseorang yang ku kenal." (Ji Soo ini udah kayak emaknya Lee An deh)


Lee An langsung meliriknya sebal.

Sung Mo pamit mau mandi. Dia masuk kamar dengan wajah muram. Setelah di kamar mandi pun, dia hanya diam meskipun air sudah mengucur di depannya. Dia teringat ucapan pak pendeta padanya.


Entah kapan, Sung Mo duduk dengan pak pendeta di dalam sebuah gereja.

"Maafkan kami karena belum bisa menghubunginya. Kami belum bisa mentransfer uangnya kemanapun. Sepertinya dia masih membutuhkan waktu lebih lama," ucap pendeta kala itu.


Sung Mo masih saja diam di kamar mandi. Sedangkan di luar, Lee An mengeluh karena belum bisa kuliah dan dapat kerja.

"Tapi, dia terlihat sangat keren."

"Itulah cinta pertama. Rasanya pahit seperti bir ini."

"Kenapa kamu tampak 'sentimeter' (sentimental) hari ini?"

"Sentimental! Mental." Ji Soo membetulkan.


"Sesuatu terjadi kan?. Katakan saja padaku. Atau aku akan mencari tahu sendiri?" Lee An mengacungkan jarinya ke arah Ji Soo.

"Aigoo. Darimana keyakinanmu yang tidak berdasar itu berasal? Kamu bahkan tidak pernah berhasil membaca."

"Tidak seperti yang lain. Noona dan Dae Bong mempunyai pikiran yang murni. Jadi aku akan mudah melakukan psikometri." (Trus kenapa Sung Mo ga bisa di baca? Misteri)


Lee An menakut-nakuti Ji Soo seolah akan menerkamnya. Akhirnya Ji Soo mau mengaku. Harusnya dia tidak melakukan hal memalukan itu.

"Jaksa Kang menolakku."

Lee An terkejut. "Nolak lagi?"


Ji Soo nggak kalah terkejut. "Kamu sudah tahu tentang hal itu?"

Lee An tersenyum

Flashback

Saat itu sepertinya Sung Mo dan Ji Soo baru selesai sidang.

"Semua orang di kantor kejaksaan mengira kita berkencan," kata Sung Mo.

"Bukan hanya mereka. Rumornya bahkan sampai kantor polisi. Tidak seperti orang lain. Kamu memperlakukanku lebih nyaman. Kita juga menghabiskan banyak waktu bersama. Kata orang kita pasangan yang serasi," ujar Ji Soo sambil senyum malu-malu meong. "Jadi, mengapa kita tidak merubah rumor itu jadi kebenaran?" (Daebak Ji Soo!)


"Maafkan aku. Aku kira kita sudah terlalu dekat sejauh ini. Aku akan bicara denganmu secara lebih formal dan menjaga jarak mulai dari sekarang. Semoga harimu menyenangkan detektif Eun. Permisi."

Flashback end

Hahahaha Lee Eun tertawa keras.


"Aku sangat terkejut karena melihat hal itu dari Noona. Apa noona melakukannya lagi?" Lee An menepuk tangannya sekali. "Aku memuji keberanianmu. Kamu yang terbaik Noona."

"Pelankan suaramu! Kenapa kamu nggak ngasih tahu kalau kamu sudah tahu?"

"Siapa yang tidak tahu tentang cintamu padanya? Di wajahmu ada kata 'aku menyukaimu' saat berhadapan dengannya. Kamu mengikutinya kemana-mana dan mengajaknya minum dan makan. Begitupun hari ini. Kenapa kamu kesini? Ini memalukan." (Kampr*t Lee An)

Ji Soo beralasan kalau mereka baru saja pindah dan dia juga ingin tahu soal ujian Lee An.

"Aku tahu itu hanya alasan."

"Baiklah. Kalian bisa menginjak-injak perasaan tulusku. Aku sangat mengagumimu. Kamu tahu itu kan?"

Lee An meminta Ji Soo bersumpah atas nama langit sambil bersujud kalau dia jujur. Haha. Ji Soo langsung menenggak birnya.


"Kau salah. Kencan butaku berjalan dengan baik. Pria itu sampai jungkir balik untukku." Lee An menirukan kalimat Ji Soo. Dia bilang itu jelas sekali.


"Benarkah? Sia*an! Malunya aku!"

Lee An tertawa melihat Ji Soo. Ji Soo memutuskan untuk pulang saja. Lee An menyarankan untuk minta Sung Mo mengantarnya.

"Semakin kamu dipermalukan. Semakin itu tidak mengganggumu." Itu motto Lee An keles.


"Gue gelindingin lo!!" Ucap Ji Soo kesal lalu pergi. Lee An nyomot ayam lagi. Lucu banget guguknya maju-maju kaya pengen

"Kamu mau?"

Bersambung ke He is Psychometric episode 4 part 3


EmoticonEmoticon