He is Psychometric Episode 2 Part 4 (Drama Korea)

He is Psychometric
Episode 2 Part 4


Sumber konten dan gambar : TVN

Baca HIS episode 2 part 3


Lee An berlari ke kelas mencari So Hyun. Karena tidak menemukannya, dia lalu bertanya pada Dae Bong yang tumben-tumbennya tidak pakai kacamata.

"Kenapa tanya?"

Salah seorang siswi yang anggota geng waktu itu mengatakan kalau So Hyun pergi dengan anak baru.

"Anak baru? Apa dia sudah tahu?" Gumam Lee An. Dia lalu lari keluar kelas dan Dae Bong mengejarnya.

Dae Bong meraih tangan Lee An untuk menghentikannya. "Hei. Kenapa kamu mencari So Hyun?"

Lee An menghempaskan tangan Dae Bong. Dia lalu tengok kanan kiri memastikan tidak ada orang lain yang akan mendengarkan perkataannya. "So Hyun... guru matematika menyita tempat pensil kuningnya dengan test pack di dalamnya."


Jadi waktu So Hyun sedang memegang test pack-nya, guru gendut datang meminta rokok padanya. So Hyun segera memasukkan test pack itu ke dalam tempat pensilnya. Tapi guru gendut sudah terlanjur melihatnya.

Saat guru gendut ingin bertanya, tiba-tiba guru matematika datang menyerobot tempat pensil So Hyun. Dia membukanya tapi beruntung yang terlihat hanya bungkus rokoknya. Guru matematika menggeplak kepala So Hyun dengan tempat pensil itu lalu menyitanya.

"Dia pergi ke ruang guru untuk mendapatkannya kembali," lanjut Lee An.


"Kamu pasti salah," sangkal Dae Bong.

Lee An mengacungkan pena So Hyun yang waktu itu dia selipkan Dae Bong di saku Lee An. "Aku membaca pena yang kamu berikan padaku." Dari pena itu Lee An tahu kalau So Hyun punya tempat pensil kuning. "Sejak aku menyebutkan tempat pensil kuning, kamu tahu dialah pelakunya."

"Itu sebabnya dia putus dengan pacarnya. Aku akan membunuh si brengs*ek itu!"

Dae Bong berlari entah kemana. Lee An memanggilnya tapi Dae Bong tidak peduli.


Jae In terkejut saat So Hyun menceritakan yang sebenarnya terjadi.

"Apa itu benar?"

"Saat kamu diusir dulu. Orangtuaku frustasi karena hal itu. Aku ingin minta maaf. Terima ini sebagai permintaan maafku saat itu."

"Jangan bicarakan masalah itu. Apa yang akan kamu lakukan sekarang?"

"Tadinya aku ingin bertahan sampai aku lulus. Tapi kurasa aku tidak bisa lagi. Katakan yang sebenarnya pada guru matematika. Aku tidak apa-apa."

Lee An menghampiri Jae In yang sendirian di halaman belakang sekolah. Dia menanyakan keberadaan So Hyun.

"Dia sudah pulang."

"Dia lari?"

Jae In tertegun. "Kamu menemukan sesuatu?"

"Kamu sudah tahu kan kenapa dia menyelinap ke ruang guru? Ayo ke kelas dulu! Kelas akan segera dimulai."

"Jangan katakan!"

"Apa?"


Jae In melarang Lee An mengatakan soal So Hyun pada yang lainnya karena dia tidak ingin So Hyun di keluarkan dari sekolah.

"Bagaimana denganku? Kamu sendiri bagaimana? Kamu mau menyerah untuk masuk perguruan tinggi?"

"Beberapa orang punya rahasia yang berharga bagi kehidupan mereka. Kamu tidak akan mengerti. Tapi ada rahasia seperti itu."

Jae In berjalan melewati Lee An berniat untuk pergi.

"Aku mengerti! Aku mengerti itu. Tapi kenapa aku harus dikeluarkan karena itu?"


Jae In sempat berhenti. Tapi setelah itu dia melanjutkan langkahnya tidak mempedulikan Lee An lagi.

Lee An sendiri pergi setelah melihat Dae Bong yang sedang menghajar mantan pacar So Hyun di lapangan. Lee An berteriak dari jauh meminta Dae Bong berhenti. Tapi Dae Bong semakin ganas sampai menggigit telinga lawannya.

***

Guru matematika masuk ke kelas. Bangku Jae In, Lee An, dan Dae Bong masih kosong. Tapi beberapa saat kemudian Jae In masuk dan duduk di bangkunya.

Guru matematika berjalan mendekati Jae In.

Jae In. Aku selalu ingin tahu kenapa murid cerdas sepertimu bisa agresif terhadap apa yang ku katakan. Jadi aku mencari sesuatu. Kamu mengesankan. Ibu tunggal dan ayah tunggal tidak ada bandingannya denganmu."

Perasaan Jae In mulai tidak enak. Sementara di lapangan, Lee An berusaha menerobos anak-anak yang mengerumuni arena perkelahian. Tapi dia malah ditonjok seorang murid laki-laki.

Kembali ke kelas.

"Kamu belajar untuk menjadi jaksa karena ayahmu?"


Seketika Jae In yang tadinya menunduk, kini mendongakkan kepalanya menatap si guru matematika yang super duper menjengkelkan.

"Tidak heran nama ayahmu terdengar familier. Bukankah aku benar? Yoon Tae...."

Jae In segera berdiri. Dia bilang tidak ada yang mencuri kertas ujian di ruang guru. Tapi, gurulah yang melakukannya. Si murid nomor satu tampak tertegun.

"Apa maksudmu?" Tanya si guru tengil.


Ketua geng wanita terlihat mengeluarkan ponselnya lalu merekam apa yang terjadi secara diam-diam.

Jae In menjelaskan kalau jawaban yang benar ditandai pada lembar jawaban. Dan seseorang menemukan lembar jawaban itu di laci ke tiga meja guru matematika.


Ternyata waktu So Hyun mengambil tempat pensil kuningnya, tanpa sengaja dia menjatuhkan lembar jawaban yang sudah ada isinya dari dalam laci.

Guru matematika masih pura-pura tidak mengerti.

"Oh iya. Aku juga melihat nama-namanya."

Dari kelas mereka ada Ahn Kyung Soo yang mendapat peringkat ke 14 (dia yang dicontek Lee An. Lee An sendiri dapat peringkat ke 15 berkat nyontek). Jae In terus menyebutkan nama-nama siswa yang terlibat.

"Tutup mulutmu!"

"Anda tersandung kaki Anda sendiri!" Ujar Jae In dengan berani.


Guru matematika masih mencoba menyangkal. Tapi naas baginya, karena Kyung Soo, si murid pria berkacamata yang di contek Lee An malah mengaku karena ketakutan.

"Aku tidak ingin melakukannya, tapi ibuku...."

Guru matematika yang sudah terpojok membentak Kyung Soo agar diam. Anak-anak langsung berkasak-kusuk. Meski sudah tertangkap basah, si guru tengil itu masih mencoba mencari kambing hitam.

"Siapa sebenarnya yang menyelinap ke ruang guru dan mengklaim telah melihat hal yang konyol di dalam laciku. Siapa!!?"


"Ini dia!!" Lee An dan Dae Bong masuk di waktu yang tepat disaat Jae In kebingungan mau menjawab apa. Dae Bong menatap Lee An bingung. Lee An memberinya kode untuk mengaku.


"Benar! Itu aku!! Kenapa?"Dae Bong bahkan berakting marah dengan memukul meja. Dia mengaku menyelinap ke ruang guru untuk mengambil kembali majalah dewasanya yang disita. Wkwkwk.


Jae In melihat Lee An. Lee An mengedipkan sebelah matanya padanya lalu tersenyum lebar. Tak ayal Jae In ikut tersenyum menang.

Keesokan harinya, berita tentang seorang guru dari SMA Dohyoen yang membocorkan soal ujian, menyebar di internet. Kepala sekolah pusing tujuh keliling. Apa lagi ada yang berkomentar kalau SMA Dphyoen memang sudah terkenal korupsinya.


Murid-murid tak kalah gempar. Si ketua geng tersenyum senang karena videonya tersebar di dunia maya dan jadi viral.


Lee An membuka pintu kelas dan hendak keluar. Tiba-tiba Jae In menarik kerah bajunya lalu menyeretnya hingga ke rooftop. Lee An sampai batuk-batuk setelah Jae In melepaskannya.

Jae In bertanya bagaimana Lee An bisa tahu soal So Hyun dan semua yang terjadi. Lee An mengaku kalau dia tahu dari Dae Bong karena Dae Bong adalah penguntitnya So Hyun.

"Dia tahu pelakunya sejak awal. Tapi dia merahasiakannya dariku."

"Lalu berapa banyak yang kamu tahu tentang aku?"

"Aku tidak tahu apapun tentangmu."

Jae In lalu membahas soal angka 3145 lagi.


"Kenapa dengan angka itu? Aku bahkan tidak tahu apa itu, tapi kamu terus bertanya padaku." Lee An tiba-tiba tersenyum lebar. "Lagipula, bukan angka itu yang penting untuk saat ini."

Serta merta Jae In langsung ingat ajakan Lee An kemarin untuk berjabat tangan selama 3 detik saja kalau Lee An berhasil membantu Jae In.


Lee An melangkah maju dan menyodorkan tangannya. Jae In tampak ragu. Tapi pelan-pelan dia mengulurkan tangannya. Lee An tersenyum bersiap-siap mendapat ingatan Jae In. Tapi tiba-tiba ponsel Jae In berdering. Begitupun ponsel Lee An.

Jae In mendapat telepon dari polisi yang memberitahu kalau Lee An bukanlah pelaku pengintipan. Dia berbisik pada polisi, bertanya apa polisi juga memberitahu Lee An soal itu. Dan Lee An lah yang menjawab dengan lantang.


"Oh begitu. Bukan aku pelakunya? Aigoo. Terima kasih banyak." Lee An memutus sambungan teleponnya.

Jae In menarik nafas lalu menghadap Lee An lagi.

"Kamu dengar itu? Mereka bilang bukan aku pelakunya."

"Tapi kamu bilang kamu melihat ukuran pakaian dalam dan kamu akan melihatnya lebih jelas lain kali. Cukup bagiku untuk salah paham." Jae In mencoba membela diri.


Lee An menatap Jae In. "Kamu bilang padaku, beberapa orang punya rahasia yang berharga bagi kehidupan mereka. Sama juga denganku."

"Siapa.... Siapa kamu sebenarnya?"

"Apa maksudmu?"

"Kamu terlihat bodoh. Tapi kamu terdengar pintar. Kamu terlihat seperti orang mes*m, tapi sebenarnya tidak."

"Kamu pandai melempar pujian seperti penghinaan. Jika itu caramu meminta maaf, aku akan menerimanya."

Jae In menelan harga dirinya. "Baiklah. Aku minta maaf karena menuduhmu mes*m. Maafkan aku. Dan terima kasih."


Lee An melongo mendengarnya. Dia tidak percaya si ketus Jae In bisa meminta maaf.

"Terima kasih sudah menyimpan rahasia So Hyun."

Jae In menyodorkan tangannya menawarkan jabat tangan. Lee An malah tertawa.

"Hahaha. Anak baru ini secara resmi meminta maaf dan berterima kasih. Banyak yang seharusnya mendengar tapi tidak ada orang di sini."


Jae In kesal. Dia mengeluh lengannya sakit karena Lee An tak kunjung menerima uluran tangannya. Lee An pun mengulurkan tangannya. Dia sudah hampir menyentuh tangan Jae In, tapi tiba-fiba mengurungkannya. Jae In heran dibuatnya.

"Karena si pelaku sebenarnya sudah tertangkap, jadi anggap saja kita sudah berjabat tangan. Game over!"

Lee An pergi meninggalkan Jae In yang tidak habis pikir dengan tingkah Lee An.


Bibi Sook Ja sedang melihat tayangan saat Sung Mo memberi pengumuman resmi terkait kebakaran di rumah perawatan Hanmin. Dia memuji Sung Mo yang selalu tampan setiap dia melihatnya.

"Jika aku 10 tahun lebih muda, aku akan memintanya menangkapku dan menyelidikiku."


Jae In memberitahu kalau Sung Mo adalah orang yang mendukung mereka selama tiga tahun ini. Bibi Sook Ja terkejut mendengarnya.

"Dia juga tinggal di sebelah. Jadi sapalah saat Bibi bertemu dengannya."

Jae In keluar ke halaman tepat saat Sung Mo juga keluar dari rumah. Dia hendak menyapanya tapi urung karena melihat Lee An yang baru pulang. Jae In buru-buru merunduk di balik meja untuk bersembunyi.


"Kenapa dia juga ada di sini?" Gerutu Jae In.

Sung Mo memberitahu Lee An kalau dia tidak pulang malam ini. Dia kembali hanya untuk ganti baju.

Lee An antusias. "Kasus baru? Haruskah aku ikut?"

"Lagi?"


Lee An langsung pamer kalau dia berhasil memecahkan misteri di sekolahnya. Sung Mo bilang sekolah sudah meneleponnya.

"Hyung. Bisakah kamu menyingkirkan keraguanmu dan percaya padaku sekali saja? Ini satu-satunya yang bisa kulakukan untukmu."

"Aku tahu kamu ingin membantuku dan kamu juga ingin menggunakan kemampuanmu untuk melakukannya. Tapi aku masih berpikir kalau kemampuan psikometrimu itu berbahaya."

Jae In merangkak hendak masuk ke dalam. Tapi dia berhenti saat mendengar kata 'psikometri'.


"Kemampuanmu memungkinkanmu melihat seseorang yang memegang pisau. Tapi kamu tidak bisa melihat korban. Kamu hanya melihat potongan puzzle. Jadi jangan masukkan itu ke kepalamu."

Sung Mo pergi menyisakan kekecewaan di hati Lee An. Lee An menendang pot bunga hingga hancur. Jae In sampai berteriak karena kaget.

"Siapa itu?" Tanya Lee An.

Terpaksa Jae In menampakkan dirinya. Lee An kaget melihatnya.


"Yoon Jae In? Sedang apa kamu di situ?"

"Aku tinggal di sini. Aku bukannya mau menguping. Lagipula aku masih tidak yakin dengan apa yang ku dengar."

"Apapun yang kamu dengar, kamu itu salah dengar." Lee An berbalik mau masuk rumah.

"Tunggu! Aku menggunakan semua logika, kecerdasan, dan akal sehatku, tapi aku masih belum mengerti."

"Jangan ikut campur! Itu hanya omong kosong!"

"Jadi kamu benar-benar punya kemampuan psikometri?"

"Yak!!" Lee An tengok kanan kiri takut ada yang dengar.

"Jadi begitu caramu mengetahuinya?" Tanya Jae In. "Tentang So Hyun dan angka itu. Itu sebabnya kamu memintaku untuk berjabat tangan?"


"Apa aku terlihat seperti monster? Tidak perlu menatapku seperti itu! Yang harus kamu lakukan adalah menghindari sentuhanku."

"Kamu bisa melihat semuanya dengan sentuhan kulit?"

"Setiap orang memiliki rahasia yang ingin mereka simpan. Kamu sendiri yang bilang. Aku tidak akan melihat apa yang kamu sembunyikan. Dan.... anggaplah kamu tidak mendengar tentangku."

"Tidak. Jika kamu benar-benar punya kemampuan membaca seseorang, dan jika itulah caramu melihat nomor tahanan ayahku..."

Lee An kaget. "Apa?"


"Maka kamu bukan monster," lanjut Jae In. Dia naik ke atas meja. "Aku akan datang padamu. Berjabat tangan atau berbuat lebih banyak untuk membacaku."

Lee An spontan merapatkan jaketnya dan mendekap dadanya.(Dasar ngeres!)

"Jabat tangan atau melakukan lebih banyak?"

"Tetap di situ! Aku akan langsung pergi."


Jae In tersenyum, sementara Lee An terlihat bingung.


Bersambung ke He is Psychometric episode 3 part 1



EmoticonEmoticon