He is Psychometric
Episode 3 Part 2
Sumber konten dan gambar : TVN
Baca HIS episode 3 part 1
Ji Soo menyerahkan laporan kasus rumah sakit Hanmin untuk Sung Mo tandatangani. Laporan itu menyatakan kasusnya selesai karena pelaku ikut meninggal dalam kebakaran. Rupanya Ji Soo sudah menyerah dengan kecurigaannya. Tapi Sung Mo mengajaknya untuk memeriksanya sekali lagi.
Pak Kim (saksi kebakaran) sedang mengisi catatan pasien atas nama Kim Song Hee di sebuah rumah sakit. Sung Mo menghubunginya. Dia meminta kesediaan Pak Kim untuk datang karena Sung Mo ingin mendengar kesaksiannya sekali lagi. Pak Kim bersedia datang meski awalnya dia bilang sedang berada di tempat yang jauh.
"Kita tunda dulu penandatanganan laporan ini selama sehari."
"Terima kasih banyak. Hubungi aku kalau Pak Kim datang," pinta Ji Soo dengan wajah sumringah.
Pak Kim berpesan pada perawat untuk menjaga Kim Song Hee karena dia akan keluar sebentar. Sebelum pergi, Pak Kim mengintip ke ruangan Kang Song Hee. Terlihat Kang Song Hee duduk di kursi dan sedang merajut. Tersemat sebuah cincin di jari manisnya.
Pak Kim mengendarai mobilnya menuju kejaksaan. Seseorang berpakaian hitam dengan topi dan masker hitam pula, berdiri di pinggir jalan. Dia menembak ban mobil Pak Kim hingga mobil Pak Kim oleng. Beruntung Pak Kim berhasil menghentikan mobilnya. Dia turun dengan marah.
"Siapa kamu?"
Orang berpakaian serba hitam itu mendekat dengan palu di genggamannya.
***
Wali kelas alias Bu Syahrini masuk ke kelas yang sedang bising. Anak-anak tidak ada yang mempedulikannya.
"Ibu tidak membutuhkan salam kalian tapi setidaknya jangan abaikan ibu."
Bu Syahrini menghampiri Jae In lalu dengan sangat lembut memintanya membujuk orang tuanya untuk mengisi formulir yang dia berikan sekaligus mengisinya dengan perguruan tinggi serta karir impian. Dia lalu bertanya siapa lagi murid yang belum mengisi formulir.
Dae Bong mengangkat tangannya.
"Saya Bu. Saya tidak mendaftar ke perguruan tinggi manapun." Lee An tertawa nyinyir.
"Ibu tahu. Tapi bukan berarti ibu akan mengendur ketika ibu di gaji. Setor besok!"
Ternyata Dae Bong tidak menyerahkan formulir itu ke orang tuanya tapi meremasnya dan disimpan di dalam lacinya. Mungkin dia berencana menikahi So Hyun setelah lulus.
Lee An melongok ke meja Jae In. Jae In tampak sedang mengisi formulir itu.
Waktunya pulang sekolah.
Kim Eun Soo dan Oh Young Eun tampak membuntuti Jae In.
"Sepertinya sepatu dan ranselnya tidak mahal," ujar Eun Soo.
"Pasti mahal!" Sanggah Young Eun.
"Mari kita lihat dia masuk mobil yang mana. Dari situlah kita cari tahu."
Tapi mereka kecewa saat Jae In berjalan terus dan tidak masuk ke mobil manapun. Mereka berdua pun tos ala mereka lalu masuk ke mobil masing-masing.
Di belakang mereka, tampak Lee An ikut masuk ke mobil Dae Bong. Lee An heran padahal semalam orangtua Dae Bong memukulinya, tapi sekarang mereka mengirim mobil untuk menjemputnya.
"Aku ingin tahu apa yang mereka pikirkan."
"Hei. Cinta orang tua atau ibu itu pasti akan ada sehari setelah mereka memukuli anak mereka. Oke!"
"Oke. Ahjussi. Ayo jalan." Malah Lee An yang main perintah.
Saat lampu merah, Dae Bong melihat Jae In yang sedang menyeberang jalan. "Bukankah itu anak baru?"
Lee An tampak memperhatikan Jae In. Dae Bong tanya apa yang lebih tinggi dari kepala daerah. Anggota dewan? Dia anak konglomerat?
"Kenapa terus naik?"
"Beberapa orang dilahirkan dengan keanggunan. Contohnya aku. Aku terlihat murahan bahkan saat ada di mobil mewah ini (Haha ngakak aku). Kenapa begitu? Karena ayahku masih pemula. Aku yakin dia lahir dengan sendok perak di mulutnya."
"Menurutmu begitu?" Lee An lalu teringat pesan Jae In di bus tadi pagi. "Cara hidup yang sulit," komentar Lee An.
Seorang berpakaian serba hitam berjalan di zebra cross. Lee An tampak menaruh perhatian padanya. Tapi lampu hijau menyala sehingga dia tidak bisa melihat orang itu dengan jelas.
Orang itu mengikuti Jae In hingga masuk ke mini market tempat Jae In bekerja paruh waktu. Dia membuka topi dan maskernya. Ternyata dia si guru matik. Dia mengeluarkan botol bertuliskan minuman energi.
"Ucapkan selamat tinggal pada kepercayaan dirimu!"
Guru matik mendekati Jae In yang sudah berganti seragam toko dan hendak menyiram isi botol minuman itu ke wajah Jae In. Tepat saat itu Lee An datang dan menahan tangannya.
Dengan psikometrinya, Lee An melihat kalau guru matik sudah menukar isi minuman itu dengan asam klorida.
"Dasar berandal!!"
Guru matik hendak memukul Lee An tapi Lee An yang lebih dulu berhasil membekuknya di atas meja. Botol itu jatuh ke meja kasir hingga cairannya keluar dan menyebar.
Jae In melihat meja yang menghitam karena reaksi cairan itu. Dia langsung sadar kalau itu asam klorida. Dan cairan asam itu hampir mengalir ke wajah guru matik. Wajah guru matik sontak ketakutan.
"Lepaskan guru itu!"
"Guru? Dia tidak pantas mendapatkan gelar itu!"
Jae In berusaha mendorong Lee An tapi Lee An ternyata cukup kuat. "Itu asam klorida!"
"Aku tahu! Apa itu berbahaya?" Doenggg
Jae In berhasil mendorong Lee An mundur. Guru matik langsung merosot ke lantai. Sementara Lee An hanya bisa menggaruk tengkuknya.
Tidak lama kemudian Ji Soo datang bersama dua petugas polisi yang menggiring guru matik ke mobil. Dia masih saja merasa tidak bersalah. "Apa salahnya menjual soal? Dia bahkan bisa menjalani hidup kenapa aku tidak bisa! Aku akan memberitahu semua orang tentang dirimu. Paham!!"
Jae In langsung melirik Lee An. Dia lalu menyerahkan bukti rekaman cctv dan botol minuman. "Aku cukup yakin itu asam klorida."
"Itu bisa membuat kulit terbakar saat bersentuhan. Noona tahu itu? Aku tidak habis pikir kenapa dia akan menyiram itu ke wajahnya." Lee An lalu menatap Jae In. "Apa yang akan kamu lakukan tanpa aku, hah?"
"Kamu pasti terkejut tapi dengan tenangnya kamu mengumpulkan bukti. Kamu tidak apa-apa? Kamu butuh dokter?" Tanya Ji Soo.
Jae In bilang dia tidak apa-apa. Tapi tangannya gemetaran. Dan Lee An melihat itu.
Ji Soo meminta Jae In datang ke kantor untuk membuat laporan. Jae In bilang akan pergi nanti setelah selesai bekerja. Ji Soo juga memintanya untuk menghubungi orang tuanya. Jae In tidak menjawab dan langsung permisi pergi karena ada pelanggan. Ji Soo memujinya sebagai wanita muda yang cerdas. Dia lalu melihat Lee An yang sedang memandangi Jae In.
"Tidak seperti seseorang yang ku kenal."
"Siapa? Aku?"
"Ya! Kamu. 112 untuk memanggil keadaan darurat. Aku bukan pengawal pribadimu."
Lee An cuma bisa cengengesan.
"Kamu selalu meneleponku kalau ada kesulitan. Jangan tertawa!"
Lee An beralasan lebih cepat kalau menelepon Ji Soo. Lagian kali ini dia tidak dalam masalah.
"Hari ini, aku adalah penyelamat. Aku yang menyelamatkan."
Ji Soo tertawa membenarkan. "Siapa dia? Teman?"
"Dia gadis yang menuduhku mes*m."
"Ku dengar pelakunya di tangkap. Ada apa? Kamu mengikutinya?"
"Tentu tidak. Dia anak baru di kelasku. Dia juga tetangga baruku."
"Ini bukan seperti kebetulan. Tapi ini takdir," ujar Ji Soo.
"Takdir apanya? Noona berlebihan lagi."
Tiba-tiba Ji Soo teringat ucapan Sung Mo kalau Lee An mungkin sudah bertemu gadis yang akan menggunakannya untuk melakukan psikometri. Ji Soo langsung memandang Jae In dari luar. Dia kemudian pergi karena mendapat telepon. Lee An memberinya hormat grak!
Lee An masuk ke minimarket dan berdiri di belakang Jae In yang sedang merapikan produk. Dia hendak mengambil permen yang dulu biasa diberi oleh ayahnya. Tapi dia mengurungkannya karena Jae In bertanya bagaimana Lee An bisa tahu guru matik ke sana.
"Aku melihatnya mengikutimu dari sekolah. Kalau mau berterima kasih lakukan sekarang. Kalau tidak nanti akan terasa canggung."
Jae In tersenyum. "Sayang sekali kamu harus mendengarnya saat tidak ada orang di sekitarmu."
"Ini pekerjaan sambilanmu?"
"Ya."
"Berarti ini juga rahasia?"
"Ngomong-ngomong. Aku sangat berterima kasih."
Lee An tersenyum. Dia lalu mengambil permen buah 1000 won lalu berbalik ke arah Jae In.
"Ini."
Jae In berbalik menghadap Lee An. Dia tertegun melihat Lee An memegang permen buah itu. Dia lalu menatap Lee An. Mereka saling menatap.
Bersambung ke He is Psychometric Episode 3 part 3
EmoticonEmoticon