Buang Hong Episode 1 Part 5

Buang Hong
Episode 1 part 5
(A Lasso for A Swan)


Sumber konten dan gambar : Channel 3

Baca Buang Hong episode 1 part 4

Paul membuatkan coklat panas untuk Pim. Dia menyuruh Pim meminumnya agar perutnya tidak sakit karena Pim belum makan apapun dari tadi.


“Kamu nggak perlu begini. Aku punya pembantu yang bisa melakukan tugas ini,” ujar Pim.

“Ya beda dong. Mereka kan melakukannya karena tugas. Kalau aku melakukan ini karena aku cinta sama kamu.”

Pim tersenyum. “Aku senang kamu ada di sisiku saat situasi buruk seperti ini.” Dia lalu memegang tangan Paul. “Berjanjilah padaku, kamu akan bersamaku selamanya.”


“Aku berjanji.” Paul mendekat hendak mencium Pim. Pim menghindarinya dengan segera meminum coklatnya.

Paul sedikit kecewa. Mereka sudah tunangan tapi Pim belum memberi mereka kesempatan untuk sama-sama. Pim bilang dia akan menunggu sampai mereka menikah baru dia akan memberikan segalanya untuk Paul.


Ayah Pim tampak memperhatikan mereka dari tangga.

Paul keluar dari rumah Pim dengan wajah kesal. Tuan Trai memanggilnya mengajaknya bicara berdua.


Seorang wanita cantik keluar dari sebuah mobil yang baru saja berhenti di depan Hotel Jaravee. Yang mengantarkannya adalah laki-laki yang tempo hari menghajar Tongchai waktu kedapatan mencuri di kantor Ramet.

Wanita cantik itu menyuruh si pria pergi aja kalau memang ada yang harus dikerjakan.

“Tidak. Pamet Ram dan bos Singh menyuruhku bersamamu sepanjang waktu. Kalau tidak, bisa-bisa menghukumku nanti.”

Keduanya tersenyum lalu masuk ke hotel.


Ramet hendak memakai sepatu. Melihat sepatu hitamnya, dia langsung ingat kejadian saat dia bertabrakan dengan Pim. Ramet tersenyum sendiri. Dia lalu memasukkan sepatu itu ke kantong.

Ramet keluar dari kantornya bersamaan dengan datangnya si wanita cantik sendirian. Melihat sepatu yang dibawa Ramet, dia bertanya mau diapakan itu sepatu.


“Aku mau memperbaikinya,” ucap Ramet.
Si wanita heran karena Ramet biasanya sangat menjaga barang-barangnya. Ramet beralasan itu karena kecelakaan. Dia lalu mengajak si wanita mengobrol di dalam kantornya.

Mereka berdua duduk di sofa membicarakan acara fashion show amal yang akan mereka adakan. Ramet memberi tahu kalau Khun Vi pemilik MHC bersedia bekerjasama. Dia juga kemarin bertemu Ork Usa, istri Kittichai. Ramet meminta si wanita berhati-hati.

“Aku kan punya Paman Ram dan bodyguard dari White Lotus farm. Jadi satu-satunya yang harus berhati-hati itu kamu,” ujar si wanita.

Ramet tampak memikirkannya.


Ork Usa lagi bedakan di kantor suaminya. Kittichai kesal karena istrinya baru bilang sekarang kalau ketemu Ramet kemarin.

“Semalam kan kamu tidur. Aku nggak mau bangunin kamu. Aku mau bilang tadi pagi, eh kamunya udah berangkat.”

“Buat apa Ramet datang ke show perhiasan?”

“Yaelah. Sederhana aja kali. Namanya cowok pengen beliin perhiasan buat ceweknya.”

Ork Usa menceritakan kejadian kemarin, termasuk saat Pim marah-marah sama Khun Vi. Walaupun sudah melihat kelakuan Pim yang buruk, Ramet tetap tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Pim. Kittichai tersenyum licik mendengarnya. Sepertinya dia punya rencana jahat.


Tuan Trai sedang duduk melamun di pinggir jendela. Pim masuk membawakannya sandwich dan kopi untuk sarapan. Dia lalu jongkok di depan ayahnya karena ayahnya bilang ingin bicara.

“Sudah berapa lama kamu berhubungan dengan Yothsapol (Paul)?”

“Ehmm. Jalan 4 tahun. Dan kami sudah bertunangan selama 2 tahun.”

Tuan Trai lalu bertanya apa Paul sudah membicarakan ke jenjang yang lebih lanjut.
 
“Paul itu punya segalanya Ayah. Kami bisa menikah kapan pun. Semuanya tergantung Pim.”

“Apa dia memperhatikanmu dengan baik?”

“Yap! Dia sangat perhatian dan selalu berusaha membuat Pim senang. Dia juga selalu ada buat membantu Pim.”

Tuan Trai teringat percakapannya semalam dengan Paul. Paul berjanji akan selalu mencintai dan menjaga Pim untuk selamanya. Jika Tuan Trai mengizinkan, Paul akan segera memberitahu ibunya untuk membicarakan pernikahan.

“Kenapa Ayah menanyakan ini pada Pim?”

“Ayah kan sudah tua. Ayah tidak tahu sampai kapan bisa menjagamu. Ayah ingin kamu bersama pria yang baik yang akan bisa menjagamu.”

Pim langsung memeluk Ayahnya.


“Ayah belum tua kok. Lagian kalau aku nggak sama Paul, kan ada yang bisa jaga Pim. Ayah pasti akan bisa menjaga Pim untuk waktu yang lama.”

Tuan Trai memeluk Pim lalu mencium kening anaknya.

“Ayah pernah memberimu sebuah pin angsa. Dimana itu?”

Pim segera pergi untuk mengambil pin angsa yang dia simpan dI sebuah kotak dan memberikannya pada ayahnya. “ini. Aku menjaganya dengan sangat baik.”


Tuan Trai mengambil pin angsa dari kotaknya.

“Pim. Ayah ingin kamu seperti angsa ini. Apa pun yang terjadi dalam hidupmu, kamu harus tetap kuat dan bertahan. Kamu harus hidup dengan kebanggaan dan penuh martabat. Seperti seekor angsa.”

Tuan Trai meletakkan pin angsa di tangan Pim.

“Pim adalah seorang ratu angsa, Ayah. Pim itu sangat kuat dan tidak ada yang bisa melukai Pim.”

Tuan Trai mencium kening Pim sekali lagi. Mereka lalu berpelukan. Diam-diam Tuan Trai menangis di balik punggung Pim.


Pim turun dari tangga dan pembantunya langsung menyiapkan sepatunya di bawah tangga. Terlihat pin angsa tersemat di bajunya. Si bibi bertanya jam berapa Pim pulang karena dia akan menyiapkan makan malam. Pim menjawab tidak perlu karena dia akan makan malam dengan Paul.


Tuan Trai membuka laci yang penuh obat dan mengambil salah satu botol obat. Dia menuangkan beberapa butir obat ke tangannya. Saat hendak mengambil gelas air, pandangannya tertumbuk pada fotonya bersama Pim. Dia mengambil bingkai foto itu dan menatapnya sedih.

“Maafkan Ayah Pim. Ayah sudah bukan ayah terbaikmu lagi.”


Pim pergi dengan mengendarai mobil barunya. Dia menghadiri acara peluncuran merek handphone terbaru. Saat sedang melakukan sesi pemotretan dengan wartawan, wajah Pim yang mulanya tersenyum tiba-tiba berubah. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Atau mungkin dia punya firasat buruk karena di kamarnya, Tuan Trai tampak terbaring dan bingkai foto yang tadi pegangnya, terjatuh ke lantai.
Selesai acara foto, Paul bertanya ada apa pada Pim karena wajahnya terlihat tidak sehat.

“Nggak. Perasaanku cuma nggak enak aja,” jawab Pim.”

Paul mengajak Pim shopping.

“Nggak ah. Aku bosan.”

“Gimana kalo pergi ke tempat bagus yang punya dessert yang enak?”

“Kamu lupa kalau aku lagi diet?”

“Emmm. Gimana kalo nonton film? Atau kita bersantai di apartemenku aja. Siapa tahu perasaanmu jadi lebih baik.”

Pim buru-buru mengajak Paul pergi nonton film. Kecewa lagi deh si Paul.


Di rumah Pim, pembantu rumah tangganya terkejut melihat majikannya terbaring sudah tidak bernyawa di kamarnya.

Beberapa saat kemudian Pim pulang. Dia keheranan melihat mobil polisi di depan rumahnya.


Di dalam, seorang polisi sedang menanyai si bibi. Saat itulah Pim masuk dan bertanya apa yang terjadi. Bibi mengampiri Pim sambil menangis dan memegang kedua tangan Pim.

“Khun Pim. Khun Trai.....”

Pim segera berlari menaiki tangga menuju kamar ayahnya. Seorang polisi menghalanginya untuk masuk.

“Minggir!! Aku pemilik rumah ini!”


Pim sangat terkejut begitu masuk ke kamar ayahnya.



EmoticonEmoticon