He is Psychometric
Sumber konten dan gambar : TVN
Baca juga : HIS episode 5 part 2
Jae In terlihat bingung dengan tawaran Sung Mo.
"Bukankah kamu sudah tahu dengan kemampuan Lee An?"
Lee An bingung darimana kakaknya tahu. Ternyata waktu Lee An dan Jae In bicara di rooftop, Sung Mo mendengar Lee An menendang pot bunga dan dia berhenti untuk mendengarkan apa yang terjadi.
Jae In terkejut. "Berapa banyak yang Anda dengar?"
Sung Mo menirukan kata-kata Jae In waktu itu. "Aku akan mendatangimu. Juga kamu berkata kalau kamu mengijinkanya menyentuhmu...."
"Okay stop!!" Jae In sangat malu. Sedangkan Lee An malah cengar-cengir.
"Kamu terlihat putus asa," sambung Sung Mo.
Lee An bertanya kenapa dia butuh bantuan Jae In untuk mengembangkan kemampuannya. Sung Mo bilang Jae In boleh menolak kalau Jae In mau. Tapi dia tetap berharap Jae In mau membantu Lee An. Jae In minta di beri waktu untuk berpikir. Lee An ikut-ikutan minta waktu untuk berpikir tapi Sung Mo mengacuhkannya.
Sung Mo menawarkan bantuan agar Jae In bisa di transfer ke unit kejahatan kekerasan kalau Jae In bersedia membantunya. Jae In tertegun mendengar tawaran Sung Mo. Lee An memperhatikannya.
***
Jae In kembali ke kantor dengan wajah galau. Pak Nam yang sedang asik bercermin sambil mencabut bulu hidungnya bertanya Jae In dari mana. Dia juga mengomentari wajah Jae In yang terlihat lelah.
"Kantor pusat menelepon perihal pembunuhan koper."
Jae In langsung berdiri karena tertarik. "Apa yang mereka katakan?"
"Kita disuruh membongkar garis polisi."
Jae In kecewa. "Oh benar."
Bibi Sook Ja datang dengan gaun merah dan lipstik warna senada. Dia meletakkan rantang makan siang di atas meja. Pak Nam mengomentari gaun Bibi yang penuh semangat. Dia juga tahu kalau bibi tidak ada kelas pagi ini. Bibi membenarkan karena para ladies (manula) sedang diajak karyawisata oleh orang pusat.
Bibi menatap Pak Nam sinis. "Bagaimana kamu tahu?"
"Seorang veteran tidak pernah kehilangan sentuhannya," jawab Pak Nam. Jae In menambahkan kalau bibi bawa 3 rantang makanan. Pak Nam tahu karena bibi biasanya bawa makanan lebih kalau tidak ada kelas.
Bibi cuma bisa menceng-mencengin bibirnya lalu basa-basi mengajak Pak Nam makan bersama. Pak Nam pamit mau cuci tangan dulu. Sebelum itu, dia menitipkan bulu hidungnya pada Bibi. (Jorok)
"Itu bagian dari diriku," kata Pak Nam. Bibi langsung jijik dan membuangnya.
"Apa yang salah dengan pria itu? Benar-benar mengganggu. Apa dia bilang dia sudah punya istri?"
Jae In bilang istri dan anak Pak Nam ada di Canada. Bibi langsung nyinyir kalau pria jadi jorok kalau nggak ada istrinya. Dia menambahkan kalau mengajak Pak Nam bergabung makan siang karena dia berterimakasih Pak Nam sudah mengijinkannya tinggal di sana.
"Dia pikir itu haknya untuk bergabung makan siang dengan kita," ujar Bibi sebal.
Pak Nam datang. Mereka pun makan siang bersama. Pak Nam memberitahu Jae In kalau koleganya dapat promosi jabatan khusus karena berhasil menangkap pencuri kelas kakap dan tersangka pembunuhan. Jae In bilang dia sudah tahu. Bibi menyebut rekan Jae In beruntung. Tapi menurut Pak Nam, justru Jae In yang beruntung karena kalau bergabung di unit kejahatan kekerasan Jae In akan bekerja dalam bahaya.
"Tempat ini lebih baik. Tempat ini sepi dan kita tidak perlu datang pagi-pagi atau kerja lembur."
Bibi menekan kaki Pak Nam dengan bolpoin biar dia diam dan sadar kalau pembicaraannya membuat Jae In tidak nyaman. Tapi dasar Pak Nam muka tembok, dia masih saja nyerocos dan tidak peka. Akhirnya bibi menyuapinya bulgogi agar dia mingkem.
***
An berdiri di tepi jembatan dekat tkp kasus koper. Dia mengingat permintaan Sung Mo pada Jae In. "Kenapa dia ingin Jae In membantuku?" Lee An juga ingat nasihat Sung Mo dimalam Jae In mengetahui kemampuan psikometrinya.
Dengan kemampuanmu, kamu bisa melihat pisau. Namun kamu tidak bisa melihat apakah dia menikam seseorang atau dia melakukannya untuk menutupi seseorang. Kamu tidak tahu. Kamu hanya melihat beberapa bagian. Jadi jangan biarkan sampai ke kepalamu.
"Jadi Yoon Jae In akan cocok dengan bagian yang diberikan padanya?" Tanya Lee An pada dirinya sendiri. Dia lalu tersenyum.
***
Yoon Jae In mendatangi kantor polisi tempat koleganya di promosikan jabatannyavdengan membawa sebuket bunga. Banyak wartawan yang meliput.
Jae In bersama kolega lainnya naik ke atas panggung untuk memberi selamat dan foto bersama. Kolega Jae In menyarankan rekan-rekannya untuk mengumpulkan banyak poin agar dipromosikan.
Dalam perjalanan pulang, Jae In bicara pada dirinya sendiri. "Kumpulkan poin apa? Apa aku harus mengharapkan sebuah kasus supaya aku di promosikan? Hah pola pikir apa itu?"
Tapi nyatanya Jae In sekarang sedang mengintai di depan sebuah bank. Tampak seorang pria berpakaian dan bertopi hitam lewat di depan bank bersamaan dengan seorang nasabah bank yang baru saja keluar membawa banyak uang. Mereka bertabrakan hingga uang si nasabah jatuh berceceran di jalan.
Jae In tersenyum sinis melihatnya. "Pencopet. 10 poin." Jae In menantikan momen drama pencopetan di hadapannya. Tapi ternyata pria bertopi justru menolong si nasabah merapikan uangnya lalu pergi begitu saja. Jae In pun kecewa serta malu pada diri sendiri.
Di jalan, Jae In berpapasan dengan sekelompok pria berjas hitam. Imajinasinya langsung melayang. Kejahatan terorganisir, 20 poin. Jae In sudah bersiap melaju dengan motornya untuk menangkap basah mereka. Dan kenyataannya, pria-pria itu hendak pergi melayat. Hadeuh!!
Kali ini Jae In melihat seorang wanita menyalakan korek gas di depan sebuah rumah. Pikiran liarnya langsung mengarang cerita detektif. Pembakaran, 20 poin. Tak lama muncul seorang pria dari balik mobil dengan membawa kue ulang tahun. Huft!! Korek itu buat nyalain lilin.
Jae In kesal sendiri. "Aku kehilangan akal. Melihat orang-orang dan memikirkan poin. Kamu petugas macam apa?"
Jae In berhenti di tkp koper. Dia langsung ingat kasus itu. Pembunuhan, 50 poin. Tiba-tiba Jae In melihat sesuatu bergerak di semak-semak. Ternyata Lee An yang sedang psikometri sampai hidungnya mimisan dan sumpal kapas. Dia sampai merangkak ke tepi jalan saking terkuras energinya. Tapi senyumnya langsung mengembang begitu melihat Jae In. Mereka pun duduk berdua.
Lee An terus terang kalau dia juga ingin Jae In membantunya.
"Meskipun aku setuju. Memangnya aku bisa apa?"
"Seperti yang kamu katakan. Kita harus melakukan banyak hal," sindir Lee An. Mereka berduapun tersenyum. Menurut Lee An, mereka tetap punya alasan untuk melakukannya. Dia mengaku kalau mereka pernah bertemu jauh sebelum ini.
Lee An mengambil kotak yang berisi sepatu Jae In lalu memberikannya pada Jae In. Seketika ingatan Jae In melayang pada saat ayahnya membetulkan tali sepatunya.
"Tak lama setelah aku jadi psikometri, aku membacamu. Aku bahkan tidak tahu apa yang aku lakukan saat itu. Karena suatu alasan, ingatanku bertahan lama. Sekarang setelah aku melihatnya lagi, kurasa kemampuan anehku bisa digunakan untuk membantu seseorang dan menolong seseorang."
"Saat itu aku bertemu denganmu? Kamu memberiku permen?" Tanya Jae In.
"Kamu tidak ingat?"
Jae In menggeleng.
"Kamu mungkin lupa. Tapi bagiku, kamu adalah klien pertama yang meminta bantuanku."
"Klien pertama?"
Lee An terdiam sesaat. "Ayo kita mulai bersama." Lee An mengulurkan tangannya.
Jae In tidak langsung menyambutnya. "Jika aku memegang tanganmu, berapa banyak rahasiaku yang akan kamu ketahui?"
"Aku tidak tahu. Ingatan seseorang seperti lemari obat yang berantakan. Apa aku mengambil racun atau penawar racun, aku tidak akan tahu sampai aku menelannya."
Lee An menarik tangannya dengan canggung karena Jae In tak kunjung menerima uluran tangannya. Lee An bilang mereka tidak perlu kontak fisik untuk meningkatkan kemampuannya.
Jae In beralasan kalau dia hanya belum memutuskan. Dia tidak menghindari kontak fisik dengan Lee An. Lee An tersenyum geli. "Baiklah. Anggap saja begitu."
"Meskipun ada sejuta alasan untuk kita melakukannya. Aku tidak tahu bagaimana membantumu."
Lee An berdiri. "Jika kamu jadi aku, apa yang akan kamu selidiki. Pikirkanlah. Aku akan melakukan apa yang harus dilakukan."
Jae In menatap Lee An, begitupun sebaliknya.
***
Lee An sampai parkiran apartemennya. Dia turun dan berpapasan dengan Sung Mo yang akan pergi menemui Ji Soo.
Lee An langsung bisa menebak kalau Sung Mo mengambil kasus koper. Dia sangat senang dan antusias menanyakan perkembangan identitas korban. Lee An sampai naik ke punggung Sung Mo dan hampir saja terjungkal. Mereka berdua tertawa bersama.
Dan lagi-lagi, lewatlah pasangan yang kemarin melihat Lee An akan mencium Sung Mo. Hahaha.
Sung Mo hanya bisa pasrah disalahpahami orang karena tingkah konyol adiknya. Dia lalu pergi dengan mobilnya.
"Aku yang menemukan mayatnya. Aku akan tetap ikut," gumam Lee An lalu pergi menyusul kakaknya.
Bersambung ke He is Psychomeyric episode 5 part 4
EmoticonEmoticon