He is Psychometric
Sumber konten dan gambar : TVN
Baca juga : He is Psychometric episode 6 part 1
Rumah Sakit Umum Seoheun
Lee An hendak ganti baju saat mendengar suara dari luar. Diapun menutup tirainya lalu lanjut memakai bajunya.
Dae Bong datang dan langsung membuka tirai. "Sedang apa?"
"Astaga!" Ucap Lee An terkejut. Dia lalu marah-marah. "Kenapa kamu menyentuh tirai dengan tangan kotor itu?"
Dae Bong bingung. "Memangnya kamu bisa membaca tanpa menyentuh sekarang? Aku akan mencuci tangan."
"Ah minggir!" Lee An menyentuh tirai lalu memejamkan mata. Dia sangat kesal karena tidak lagi melihat Jae In. "Aishh!!" Lee An langsung ngambek dan pergi keluar.
Dae Bong keheranan melihatnya. "Kenapa masalah tirai saja dia sangat kesal?"
Lee An dan Dae Bong pergi ke resepsionis. Resepsionis bilang tagihannya sudah dibayar. Lee An langsung tahu kalau itu pasti kakaknya. Dia terlihat sedikit kesal.
"Hidupmu memang bahagia. Kakakmu membayar tagihan rumah sakit dan aku meminjamkanmu mobilku. Kamu mau apakan uang asuransi orangtuamu?"
"Bukan itu masalahnya. Aku belum melihat kakakku selama aku ada di sini."
"Aku tahu. Untuk sementara aku juga belum melihat mobilku. Ayo kita pergi sekarang."
Begitu keluar, Dae Bong langsung memeluk mobilnya. "Oppa tahu kamu merindukanku. Oppa juga merindukanmu. Apa dia memperlakukanmu dengan baik? Kamu tidak apa-apa? Kamu sudah aman. Oppa ada di sini." Aigoooo.
"Hei! Sedang apa? Masuklah," pinta Lee An yang sudah terlebih dulu duduk di dalam mobil. Dae Bong langsung menurut.
"Aneh. Ini kan mobilku."
"Wajar keles!"
Jae In sedang mempelajari tumpukan buku ilmu misteri di perpustakaan. Dia juga membaca catatan Sung Mo.
25 Februari 2008
Seorang anak laki-laki kehilangan orang tuanya dan masuk panti asuhan. Dia bilang dia kehilangan ibunya di taman hiburan. An melakukan kemampuannya untuk membantu anak itu menemukan alamatnya. Tapi ternyata orangtuanya menelantarkannya. Polisi menemukan orangtuanya. Tapi mereka menolak mengambil anak itu.
Tampaknya dia terbebani untuk menghadapi kebenaran yamg dia lihat dengan kekuatannya. Dunia yang dia lihat dengan kekuatamnya penuh dengan kebohongan. Bahkan cinta, kebahagiaan, dan kesedihan. Semua itu bohong.
Jae In duduk di kantor sambil masih membaca buku catatan Sung Mo. Tertulis di sana kalau An benci keramaian, tapi dia suka pergi ke taman untuk membaca orang-orang yang tidak ditentukan.
"Ini dia," gumam Jae In.
Lee An menghentikan mobil di depan kantor Jae In. Dia lalu melempar kunci mobilnya pada Dae Bong.
"Wah! Hal pertama yang kamu lakukan setelah pulang adalah menemui Jae In? Menyedihkan sekali." Lee An hanya tersenyum.
Tiba-tiba terdengar suara So Hyun yang sedang menyuruh anak-anak masuk kelas. Dae Bong kontan melepas sabuk pengamannya dan turun dari mobil sambil tersenyum senang karena melihat pujaan hatinya.
An tertawa. "Aku rasa kamu juga punya urusan disini. Sampai jumpa." Lee An pun pergi meninggalkan Dae Bong yang tertawa seorang diri.
Lee An masuk kantor Jae In dengan gaya sok ganteng. Jae In bertanya apa An sudah baikan. Lee An menepuk perutnya. "Aku sepenuhnya baik-baik saja."
Jae In sudah menyiapkan kue beras dan minuman untuk Lee An. Lee An sangat senang karena Jae In membuatnya sendiri.
Lee An menyuapkan kue beras ke mulutnya. Wajahnya yang tadi dihiasi senyum kini berubah. Dia kepedesan. "Apa yang kamu taruh di dalamnya?"
"Itu mustard. Dan kamu tidak bisa membacanya."
An minta air. Jae In menyodorkan minuman padanya. Lee An langsung menyemburkan minumannya sesaat setelah meminumnya. Jae In sudah siap dengan buku di depan wajahnya.
"Itu ekstrak bubuk. Ini mengecewakan."
"Hei. Kamu berharap apa dariku? Kamu harap aku membaca orang Africa memetik biji kopi saat aku menyentuhnya atau apa?"
"Ikut aku!"
"Kemana?"
Jae In berjalan sambil memberi pidato panjang lebar pada Lee An. Mereka melewati Dae Bong yang sedang mengintip So Hyun menari bersama anak-anak TK Soehuen di depan pintu ruangan kelas dimana So Hyun mengajar.
Sampai di jalan raya, Jae In masih belum selesai dengan pidatonya yang melibatkan banyak digit angka. Kesimpulannya, Jae In menyuruh Lee An belajar keras selama tiga bulan sebagai ganti karena dia sudah menyia-nyiakan waktunya selama bertahun-tahun.
Ternyata Jae In mengajak Lee An ke perpustakaan. Dia memilih buku-buku yang harus Lee An baca. Lee An harus membaca 10 buku setiap hari sampai Jae In pulang kerja. "Baca semuanya atau kamu akan berurusan dengan konsekuensinya."
"Aku tidak suka buku bekas. Dan kamu mau aku membacanya per halaman?"
"Makanya aku memintamu melakukannya karena aku tahu kamu tidak suka."
"Aku juga membaca banyak buku detektif."
"Maksudmu komik seperti 'Case Closed' atau 'Kindaichi Case Files'? Kasus seperti itu tidak akan terjadi di negara kita." (Wah Lee An cocok nih sama aku, penggemar Kindaichi, hehe)
Jae In melanjutkan. "Semakin banyak yang kamu kenal dan semakin pintar dirimu, kamu bisa melihat lebih baik dan memahami kesulitan orang lain."
"Kamu terdengar seperti buku teks," gerutu Lee An.
Jae In menghela nafas. Dia lalu menatap Lee An dengan wajah serius. "Wanita yang ditemukan di koper, kamu pernah berpikir siapa dia? Bagaimana perasaan keluarganya? Kamu pernah berpikir saat dia meninggal atau ketakutan yang dia rasakan? Mayat itu,, bukan. Wanita itu bukan alat untuk menguji kemampuanmu."
***
Dr. Hong menatap lesu mayat Kang Hee Sook. Ji Soo datang menghampirinya.
"Aku pikir kasus ini bisa selesai setelah aku mengidentifikasi korban. Tidak ada yang mudah. Kamu sudah menemukan Kang Hee Sook palsu?"
"Tidak. Tapi ada satu orang dari panti jompo yang mengingatnya. Sebuah sketsa sedang dibuat. Mulai hari ini kasus ini akan dibuka untuk umum."
"Baiklah. Lakukan sebisamu untuk menemukan keluarganya. Aku tidak percaya dia tidak punya siapapun yang mencarinya. Aku merasa tidak enak."
"Kenapa kamu begitu sentimental hari ini?" Ji Soo mendekat lalu mengelus bahu dr. Hong. "Jangan khawatir. Aku akan berada di pemakamanmu selama tiga hari berturut-turut."
"Hei. Kita tidak mati sesuai usia. Kamu mungkin mati sebelum aku."
"Menyedihkan sekali terobsesi dengan kehidupan. Baiklah aku akan mati dulu. Hiduplah yang lama dan makmur. Tapi jangan lupa berada di pemakamanku."
Dr. Hong tertawa. "Jadi bagaimana kabar An?"
"Kenapa tanya?"
"Apa penikamannya mempengaruhi kemampuannya dalam beberapa cara?"
"Kenapa penasaran begitu? Bukannya kamu bilang untuk tidak membawanya kesini lagi?"
"Siapa bilang? Ngomong-ngomong aku pulang lebih awal hari ini."
Ji Soo manggut-manggut. Dr. Hong melanjutkan, "Aku mengambil cuti sore ini." Ji Soo diam saja. Dr. Hong heran karena Ji Soo masih belum paham maksud ucapannya. Ji Soo malah bilang dia tidak punya waktu untuk menemani dr. Hong.
Dr. Hong jadi kesal. "Aku juga punya banyak teman. Aku ambil cuti sore hari yang berarti ruang autopsi akan kosong." Baru deh Ji Soo paham. Dr. Hong memberikan id card-nya lalu pergi.
Lee An merenggangkan badannya karena lelah membaca. Tiba-tiba terdengar suara alarm peringatan. Seorang pengunjung kedapatan membawa buku dari perpustakaan di dalam tasnya. Tapi pengunjung itu menyangkal dan mengaku bukan dia yang memasukkan buku itu. Karena merasa tidak bersalah, dia memanggil Jae In kesana. Lee An bertanya apa kasus seperti ini skornya tinggi dan apa dia perlu membantu Jae In.
"Terserahlah!" Jawab Jae In.
"Permisi. Aku melihat siapa yang meletakkan buku ini di dalam tasnya. Pelakunya adalah orang yang memiliki kuku berwarna merah."
Jae In berkeliling memeriksa kuku para pengunjung. An yakin dia melihatnya. Si pengunjung menduga pelakunya sudah lari.
"Aku meragukannya. Jika seseorang sengaja meletakkan buku ini di tas Anda, dia ingin kasus ini terurai. Ingin melakukan kejahatan yang dia lakukan, itu psikologi kejahatan juga."
Seorang pengunjung wanita kesal karena menurutnya Jae In, Lee An, dan si tersangka mengganggu belajarnya. Dia bangkit dari duduknya dan berniat pergi. Jae In melihat kuku merah menempel di celana pengunjung itu. Pengunjung itu panik dan segera mengibaskannya hingga kuku itu jatuh ke lantai. Dia mengaku bukan dia pelakunya.
An mengambil kuku itu dan melihat pelaku yang menyopoti kuku-kuku palsunya dan memasukkannya ke dalam buku. Saat dia membawa buku itu, tidak sengaja salah satu kukunya jatuh ke bangku si pengunjung wanita tadi. "Aish!!" Keluh Lee An.
"Bukan dia pelakunya kan?" Tanya Jae In.
"Bagaimana kamu tahu?"
Jae In meminta kuku itu. "Ada seseorang yang aku curigai."
Jae In menghampiri seorang wanita berkacamata. Dia bilang saat tadi memeriksa kukunya, kuku wanita itu ada yang terkoyak.
"Mungkin itu terjadi saat membuka kuku palsu Anda?"
"Aku punya kebiasaan mengginggit kukuku."
"Anda juga tahu DNA juga bisa diambil dari kuku?" Jae In menunjukkan kuku palsu di tamgannya. "Kuku Anda terlepas karena mencoba melepas ini. Dan aku juga melihat darah. Haruskah aku memanggil Anda setelah aky mendapatkan hasil tes DNA atau aku minta Anda untuk minta maaf di sini?"
Bersambung ke He is Psychometric episode 6 part 3
EmoticonEmoticon