Abyss Episode 1 Part 3

Abyss
Episode 1 Part 3
Sumber konten dan gambar : TVN


Di tengah hujan yang terus mengguyur malam, Cha Min panik karena orang yang tergeletak di jalan tidak bernafas. Dia menghubungi layanan darurat untuk minta pertolongan.


Min yang bingung mau melakukan apa, mencoba menekan dadanya untuk memacu jantung pria itu. Bola abyss di saku celananya menyala. Cha Min mengambilnya. Dia ingat kalau bola abyss itulah yang membuatnya hidup kembali. "Siapa tahu? Mungkin bisa menyelamatkan pria ini juga. Tapi bagaimana memakainya?"

Min mencoba menepuk-nepuk bola abyss, tapi tidak beraksi. Lalu dia memutar-mutar bola itu di atas dada orang itu. Ponselnya berdering. Ambulance yang tadi dia telepon menanyakan lokasi Cha Min.

"Gang kedua setelah belok kanan. Aku akan ke jalan utama." Cha Min mengambil payungnya dan meninggalkan bola abyss di samping orang yang tergeletak. Abyys itu bercahaya dan muncul tulisan hangul dari abyss itu.


Sebuah abyss bisa membangkitkan apa pun yang mati.

Abyss terbang dengan sendirinya mengikuti Cha Min. Dan sepertinya abyss itu masuk sendiri ke saku celana Min.

Min menghadang mobil ambulance yang baru tiba di jalan dekat gang. Dia menyuruh petugas untuk bergegas karena orang yang tergeletak tampaknya tidak bernafas. Min mengantar petugas iu ke tkp. Tapi anehnya, orang yang tergeletak tadi sudah tidak ada. Yang ada hanya kantong plastik Min yang berisi obat pengar. Min jelas keheranan melihatnya. "Tadi jelas dia terbaring di sini."


Petugas ambulance jadi kesal karena mengira Min sengaja mengerjai mereka.

"Aku tidak bercanda. Dia berlumuran darah," jelas Min.

"Dengar! Ini pelanggaran undang-undang layanan darurat. Kamu bisa didenda 200 juta won."

Petugas mendapat kabar ada kecelakaan mobil. Sebelum pergi, petugas itu memeriksa kantong plastik Min. Melihat obat pengar, petugas yakin kalau Cha Min sedang mabuk. Dia menyuruh Min minum obat itu lalu tidur.

Min kebingungan sendiri dengan apa yang baru saja dia alami. Dia melihat ke sekeliling mencari keberadaan orang tadi. "Walau belum mati, dia tidak akan pergi jauh dengan kondisi seperti itu. Apa dia baik-baik saja? Ah! Apa aku melihat hal aneh ya?"


Cha Min memutar balik langkahnya. Tiba-tiba sebuah taksi melesat di depannya. Min hampir saja tertabrak. Beruntung dia hanya jatuh terjungkal. "Hei! Dia hampir menabrakku. Tidak bisa di percaya," gerutu Min. Dia melihat kemejanya yang basah kuyup. "Ah! Berapa banyak kemeja yang ku rusak hari ini?" Min berdiri dan mengambil ponselnya yang tadi terjatuh saat hampir tertabrak. Nasib sedang tidak memihaknya. Ponselnya mati.

Cha Min mendatangi rumah Se Yeon. Melihat lampu kamar Se Yeon yang menyala, Min bisa tahu kalau si pemilik rumah sudah pulang. Karena ponselnya mati, akhirnya Min berteriak memanggil Se Yeon. "Hei! Ko Se Yeon!"


Tiba-tiba lampu kamar Se Yeon padam. Min mengira kalau Se Yeon kesal karena dia terlambat. Min mencoba memanggil Se Yeon sekali lagi. Tapi tetangga Se Yeon memarahinya. "Hei! Jangan berteriak malam-malam!"

Cha Min minta maaf. Tapi dia malah memanggil Se Yeon lagi. Kena omel lagi deh Cha Min. Namun dia keras kepala. "Ku tinggalkan minuman. Minumlah sebelum tidur!"

"Hei!" omel tetangga Se Yeon.

Min meletakkan obat pengar di tangga. "Maaf! Aku pergi."

Seseorang melihat kepergian Min dari balik tirai jendela kamar Se Yeon.


Keesokan harinya, det. Park bersama beberapa petugas memeriksa rumah Se Yeon.Ji Wook juga ada di sana. Det. Park menghampirinya. "Jaksa Seo. Bagaimana ini bisa terjadi?"

"Dimana jasadnya?" tanya Ji Wook.

Det. Park mengantar Ji Wook ke kamar Se Yeon.Di sana, Se Yeon yang sudah tidak bernafas tampak duduk bersandar di tembok dengan baju berlumuran darah,

"Kamu sudah selesai memotret tkp?"

Det. Park mengiyakan. Ji Wook melepas jasnya lalu memakaikannya pada Se Yeon. "Kamu berhasil mengidentifikasi tersangka?"

***

Cha Min datang ke kantor jaksa tempat Se Yeon bekerja. Dia ke resepsionis untuk menunjukkan kartu identitas dan mengisi formulir. Min mengambil ktp-nya dan baru baru ingat kalau dia sudah berbeda sekarang. Dia mengatakan pada resepsionis kalau kartu identitasnya ketinggalan, jadi dia akan kembai nanti. "Astaga! Sungguh tidak nyaman," gerutu Min. Dia berusaha menyalakan ponselnya yang masih belum mau menyala.


"Kamu percaya Jaksa Ko tewas?" ucap jaksa yang lewat di depan Min kepada koleganya. "Dia korban pembunuhan. Katanya hidup wanita cantik sulit. Hidup Se Yeon jelas berkelok-kelok."

Min mengejar mereka. "Permisi. Apa yang barusan kamu katakan?"

Cha Min berlari ke rumah Se Yeon yang ramai oleh polisi dan tetangga yang menonton. Min berhenti di bawah rumah Se Yeon. Dia menatap ke atas dengan pandangan nanar. Min mengingat apa yang dia lakukan di depan rumah Se Yeon semalam. Matanya berkaca-kaca. "Aku ada di sana semalam. Aku ada di luar. Aku juga melihat lampunya mati. Aku,,, aku seharusnya masuk."


Cha Min mulai menangis. Dia terduduk di tanah sampai orang-orang keheranan melihatnya. "Seharusnya aku masuk." Orang-orang jadi kasihan melihatnya.

***

Bibi memasukkan selimut ke dalam mesin cuci. Dia terkejut melihat baju Cha Min yang berlumuran darah di ember pakaian. "Apa ini? Astaga!"


Cha Min pulang dengan wajah murung. Dia duduk di sofa dengan pandangan kosong. Bibi menghampirinya.

"Kamu akan di sini selamanya?"

Min menoleh. "Tidak. Aku hanya,,, Min memintaku menemuinya."

"Kamu bisa menghubunginya? Di mana dia?"

"Masalahnya,,,"


Belum selesai bicara, mereka kedatangan tamu. Ternyata det. Park yang datang bersama seorang rekannya. Dia ingin menemui Cha Min. Cha Min buru-buru memakai sepatunya. Bibi yang cemas menanyakan keberadaan dan kondisi Cha Min. Min memintanya untuk tidak cemas. "Bibi. Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan. Aku jelaskan nanti."

Bibi keheranan karena Min memanggilnya bibi. "Bibi? Aku?"


Cha Min berjalan cepat di koridor. Dia memakai topi hitamnya. Min menunduk saat berpapasan dengan det. Park dan temannya.

"Kenapa pria itu?" tanya det. Park.

"Bukan dia," ucap rekannya.

"Atas dasar apa?"

"Tersangka 170 cm dan gemuk." Rekan det. Park menunjukkan foto tersangka. "Lihat perawakannya. Dia pada dasarnya kerdil." (170 kerdil? OMG!). Mereka melihat Min yang sedang menunggu lift terbuka. "Pria itu, dia bisa menjadi model."


Cha Min menyewa sebuah kamar hotel. Dia tiduran di sofa sambil minum. Matanya terlihat sembab. Televisi yang dia tonton menyiarkan konferensi pers yang dilakukan Ji Wook perihal pembunuhan Se Yeon dengan tersangkanya adalah Cha Min yang di sebut Ji Wook telah membuntuti Se Yeon selama bertahun-tahun.

"Aku masih tidak percaya dia mati. Dan mereka kira aku membunuhnya?"


Det. Park menanyai resepsionis di hotel tempat Min menginap. "Halo. Kami polisi. Apa pria bernama Cha Min menyewa kamar di sini?"

Resepsionis meminta mereka menunggu karena akan memeriksanya dulu. Kebetulan Min baru turun. Dia melihat det. Park dan buru-buru pergi dari sana. "Astaga! Bagaimana mereka tahu aku ada di sini?" gerutu Min.


Beberapa waktu kemudian, Min membayar tagihan makanannya di sebuah kedai dengan menggunakan kartu kredit. Det. Park langsung bisa melacaknya. Dia berpapasan dengan Cha Min yang baru saja akan keluar dari tempat itu.

"Hei! Permisi anak muda! Bisa bicara denganmu?"

Min menoleh. "Ya."

"Aku polisi. Bisa angkat topimu sedikit?"

Min mengangkat topinya. Det. Park memeriksa wajahnya lalu minta maaf karena Min bukan orang yang di carinya. Cha Min pun pergi. Dia melewati dua detektif yang berjaga di luar.

"Bukankah ini hari terakhir pemakaman?"

"Benar. Sebaiknya pergi nanti saja. Saat mendengar orang mati, aku merinding."


Min tertegun mendengar percakapan mereka. Dia pergi ke pemakaman Se Yeon. Dia menatap foto Se Yeon dengan sedih. Kebetulan jasad Se Yeon baru di antarkan ke sana.


Keluarganya menangisi kepergian Se Yeon. Ayah Se Yeon mengeluarkan sebuah gelang lalu meletakkannya di atas tangan Se Yeon. Gelang itu bertuliskan 'dear Se Yeon'.


Di satu musim semi, Se Yeon baru keluar dari kampusnya. Banyak pria sudah menunggunya di luar dengan buket bunga di tangan masing-masing. Salah satu dari mereka adalah Cha Min. Se Yeon mengaku kalau dia sudah punya seorang pria. Dia lalu memanggil ayahnya. Sontak para pria langsung mengerumuni Se Yeon dan ayahnya. Mereka bahkan memanggil ayah Se Yeon dengan sebutan ayah mertua. 

"Seharusnya ayah tidak datang kesini."

"Bicara apa? Ayah tidak sebanding dengan mereka semua."

Ayah memberikan sebuah kotak sebagai hadiahnya untuk Se Yeon. Isinya adalah gelang yang dibawa ayah Se Yeon di pemakaman. Se Yeon meminta ayahnya memakaikannya di tangannya. Para pria sontak menyoraki ayah Se Yeon. "Ayah mertua! Ayah mertua!" Se Yeon dan ayahnya tertawa bahagia.


Ibu Se Yeon tak henti-hentinya menangisi anak perempuannya. Ayah berusaha menenangkannya. "Ayolah sayang. Biarkan dia beristirahat dengan tenang."

"Putriku Se Yeon. Aku tidak bisa merelakannya." Ibu Se Yeon terus meraung. Dia akhirnya pingsan. Ayah dan seorang kerabat memapahnya keluar diikuti kerabat yang lainnya. Dua petugas hendak menutup petinya. Tapi tutupnya malah tidak ada. Mereka pun keluar untuk mencarinya. Mereka berpapasan dengan Cha Min yang hendak masuk. Min minta ijin untuk berpamitan pada Se Yeon.


Cha Min membuka topinya begitu masuk ke dalam. Dia menatap Se Yeon. "Se Yeon! Brengs*k kamu! Kamu yang terburuk. Kamu tahu itu. Tega sekali kamu. Bagaimana aku akan mencari Hee Jin tanpa kamu?" Suara Min meninggi. "Bagaimana caraku membersihkan namaku?" Min menangis. "Se Yeon. Selesai begitu saja? Apa yang harus aku lakukan tanpamu?" Min terus memanggil-manggil Se Yeon seolah dia bisa bangun lagi.

Tiba-tiba Cha Min tersentak merasakan sesuatu di pant*tnya. Bola abyss di sakunya menyala. Min mengambilnya. "Apa maumu? Kamu tidak berfungsi!" keluh Min hendak melempar abyss itu. Min mengurungkannya. Dia lalu meletakkan abyss itu di atas tangan Se Yeon. "Aku mohon bangkitkan dia. Kali ini saja ku mohon. Kali ini saja."


Min menatap Se Yeon yang masih tidak bereaksi. Dia marah. "Kalian alien penipu! Katamu akan hidupkan yang mati! Katamu bisa selamatkan mereka!"

Petugas yang tadi masuk membawa tutup peti mati. "Kamu sudah selesai berpamitan?"

"Ya. Terimakasih." Min memakai topinya kembali lalu pergi.


Petugas memasangkan tutup peti, tapi ternyata tidak pas. Mereka pun pergi lagi untuk mencari tutup yang pas. Mereka tidak menyadari kalau peti matinya kosong. Se Yeon tampak duduk di samping peti mati.


Cha Min menangis sendirian di halte bis. Hujan turun mengguyur bumi Korea. "Se Yeon-a,,,," tangis Min.

Seorang wanita berambut pendek dengan gaun putih sama persis seperti yang dipakaikan di jasad Se Yeon, berjalan ke halte itu. "Astaga! Dingin sekali. Di mana aku? Apa yang ku pakai?"

Min masih belum berhenti  menangis.

"Aku harus berhenti minum," keluh si wanita. Dia menoleh dan melihat Cha Min yang sedang menangis sesenggukan. "Permisi. Boleh aku pinjam ponselmu?"

Min mendongak. "Apa?"


Wanita itu melihat mata Min yang sembab. "Maaf. Kurasa kamu sedang sedih." Wanita itu sepertinya mengenali Min. Dia duduk di samping Min. "Apa kita pernah bertemu?" Min diam saja. "Oh! Kamu pria yang mencuri kemejaku."

"Apa?" Tanya Min heran.

"Waktu itu, di depan kantor jaksa. Kamu tidak ingat aku? Benarkah?"

Min menghapus airmatanya. "Kamu salah orang." Dia lalu pergi.

"Aku yakin dia," ujar wanita itu.


Seseorang (orang apa bukan?) terlihat sedang memaku tutup peti mati Se Yeon.

***

Min berjalan di tengah guyuran hujan dengan payung hitamnya. Wanita tadi menyusulnya dan ikut berteduh di bawah payungnya. "Aku tidak kenal kamu," ucap Min.

"Aku tidak mengikutimu. Aku juga mau ke arah sini. Kamu yakin tidak ingat aku? Saat itu juga hujan," jelas wanita itu sambil mendongak untuk melihat wajah Min. (Park Bo Young pendek ya. Tapi imut)

Min menghentikan langkahnya. "Ke arah mana?'

"Apa?"

"Kamu mau ke arah mana?"


Wanita itu menunjuk arah kanannya. Min langsung pergi ke arah kiri. Wkwk. Wanita itu menyusul Min lagi. "Permisi. Aku tidak biasanya menempel. Tapi kabur dengan kemeja orang lain juga termasuk mencuri."


Tiba-tiba Min berhenti berjalan. Dia tertegun melihat keluarga Se Yeon yang mengiringi pemakaman Se Yeon. Anehnya, wanita yang bersama Min tiba-tiba menangis. Dia berjalan menembus hujan menghampiri keluarga Se Yeon.


"Apa-apaan ini?" Teriak wanita tadi. Dia menabrak peti matinya hingga peti mati itu jatuh ke lantai. "Kenapa aku mati? Aku belum mati! Ibu! Kenapa ibu menangis? Aku di sini. Berhenti menangis!"

Ayah Se Yeon mendorong wanita itu yang seperti kita tahu, dia adalah Se Yeon yang sudah berubah wujudnya.

"Nona. Aku tidak tahu seberapa dekat kamu dengan putriku. Tapi dukamu tidak sebanding dengan kami. Jadi hentikan aksimu! Kamu pikir sedang apa?"


Se Yeon tambah tersedu. "Ayah membuatku takut. Hentikan," ujar Se Yeon mendekati ayahnya. Ayah tidak mempedulikannya dan menyuruh petinya di masukkan ke mobil. Se Yeon kebingungan dengan apa yang terjadi. Dia berusaha menghalangi peti matinya tapi ayah mendorongnya. Hingga Se Yeon melihat bayangan dirinya di kaca mobil. Dia sangat terkejut dan tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Tiba-tiba sebuah tangan menariknya.


Min membawa Se Yeon ke tempat yang sepi. Se Yeon terus meronta minta di lepaskan. "Lepaskan! Aku akan katakan Ko Se Yeon belum mati."

Min melepaskan Se Yeon. "Aku tahu ada apa. Tenanglah!"

"Kamu tahu apa?"

Min memegang pundak Se Yeon. "Aku tahu semuanya. Akulah, yang menghidupkanmu."


Min menunjukkan bola abyss. "Dengan ini." Abyss itu bercahaya dan ada tulisan yang muncul. 'Abyss menghidupkan yang mati menjadi bentuk jiwanya'. "Kamu, Ko Se Yeon kan?"


Se Yeon menatap Min. "Siapa kamu? Kamu hantu? Atau malaikat pencabut nyawa?"

"Ini aku. Cha Min."

Bersambung ke Abyss episode 2 part 1








1 komentar


EmoticonEmoticon