He is Psychometric Episode 16 Part 2

He is Psychometric
Episode 16 Part 2


Sumber konten dan gambar : TVN

Jae In keluar dari ruang interogasi. Det. Kim langsung menanyai apa benar Sung Mo mengakui kesalahannya.

"Ya."

"Ini gila."

***

An pulang ke apartemen. Dia menatap kamar Sung Mo yang gelap dan pintunya terbuka. Seketika An teringat saat dia menempelkan koyo di kaki Sung Mo.

"Aku akan menemukannya. Berjanjilah padaku kamu akan menunggu," ucap An kala itu.

Sung Mo mengacak-acak rambut An dengan sayang. "Kamu selalu menangis karena melihat hal-hal aneh. Kamu sudah dewasa."

An tersenyum menatap kakaknya.

An juga teringat saat pertama kalinya dia dan Sung Mo bersama Ji Soo datang ke apartemen itu. Saat itu mereka tertawa bersama sambil menikmati ayam goreng. An meneteskan airmatanya. Ji Soo sudah tiada. Sedangkan kakaknya yang dia sayangi dan selama ini dia percaya penuh, ternyata justru orang yang telah merenggut nyawa orang tuanya.

***

Jae In menatap barang-barang yang disita dari Sung Mo. Dia mengambil ponsel Sung Mo lalu menyalakannya. Dia tertegun saat melihat riwayat panggilannya.

Beberapa saat kemudian, Jae In dan Pak Nam sama-sama mendengarkan rekaman pembicaraan Sung Mo dan Jaksa Noh yang sepertinya sengaja direkam oleh Sung Mo.

"Kamu mau apa? Aku dengar kamu di interogasi sebagai tersangka penculikan orang bernama Kang Geun Taek. Kamu mau aku mengeluarkanmu jika ada masalah? Apa hanya itu?" Ucap Jaksa Noh.

"Buku besar berisi segala sesuatu tentang suap dari tahun 2004 sampai tahun 2010. Kalau Dragon Head Hunting dibuat untuk pengusaha, politisi, polisi, dan jaksa atas perintah konstruksi YSS. Cukup detail," jelas Sung Mo.

"Bawa itu padaku. Meski kamu melakukan pembunuhan, aku akan menutupinya untukmu. Dimana buku besar itu?"

"Pak Jaksa Agung. Buku besar itu akan berfungsi sebagai batu di bagian bawah tumpukan."

"Apa maksudmu?"

"Batu-batu itu harus ditumpuk perlahan. Tapi aku tidak punya banyak waktu."

"Ayo kita bertemu. Kamu ada dimana?" Tanya Jaksa Noh mulai panik.

"Apapun yang aku lakukan, tolong jangan lakukan apapun. Lakukanlah sesuai hukum."

"Apa?"

"Dan juga, tunggulah sampai tumpukan itu selesai. Pegang kekuatan yang bisa runtuh setiap saat dan menggigil ketakutan. Itu yang aku inginkan."

***

Jae In menghadapkan rekaman itu di depan Sung Mo.

"Dia bilang dia akan menyelamatkan Anda dari kecurigaan kami terhadap Anda dengan imbalan buku besar. Tapi Anda memilih untuk menyerahkan diri. Jadi dimana buku besar itu?"

"Aku sudah lama memikirkan ini. Kepada siapa aku harus meninggalkan buku besar itu. Aku tidak bisa memberikan kesimpulan lain selain ini. Aku lebih suka jika kamu memberikan pesan terakhirku kepada An. Karena aku sudah merusak masa lalu, masa sekarang, dan masa depan yang dia punya," ucap Sung Mo. Airmata lagi-lagi membasahi pipinya. "Aku minta maaf padanya."

***

An sedang termenung di kamarnya. Dia duduk di lantai dan bersandar pada tempat tidurnya. Dia lalu bangkit dan memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Ponselnya bergetar. Ada panggilan dari Jae In.

"Ya Jae In-a."

"Aku bertanya pada Jaksa Kang dimana buku besar YSS itu. Mungkin dia khawatir informasi itu bisa saja bocor. Dan dia mengubah topik pembicaraan."

"Mengubah topik pembicaraan?"

"Dia bilang dia minta maaf karena telah merusak masa lalu, masa sekarang, dan masa depanmu."

"Ini berarti buku besar itu ada di sana?"

"Kamu punya petunjuk?"

Beberapa saat kemudian An masuk ke kamar Sung Mo. Dia menatap lukisan yang tergantung di sana. (Nah kan bener. Dari pertama udah curiga ada sesuatu sama lukisan itu karena sering banget disorot)

"Kenapa hyung menyeretku ke tempat yang ramai ini untuk melihat lukisan?"

"Pilihlah yang kamu suka. Aku ingin menggantungnya di kamarku," pinta Sung Mo saat mereka mendatangi sebuah galeri lukisan."

"Apa yang aku suka harus digantung di kamarku. Ah! Kamu memang aneh!"

Mereka berkeliling mengamati lukisan. An mengomentari lukisan yang sekarang ada di kamar Sung Mo.

"Wah! Yang ini keren. Singa, serigala, apa ini? Seekor anj*ng? Aku suka lukisan ini," ucap An sambil tersenyum. Tapi tidak dengan Sung Mo. Wajahnya terlihat muram. An memperhatikannya.

"Kenapa? Hyung tidak suka?"

"Tidak. Aku suka kok. Kepala singa berarti masa sekarang. Serigala mewakili masa lalu. Dan anj*ng mewakiki masa depan. 'Belajarlah di masa lalu. Berhati-hatilah di masa sekarang, agar kamu tidak merusak masa depanmu'. Itu arti dari lukisan ini.

An melepas lukisan itu lalu meletakkannya di ranjang. Dia mengambil cutter untuk menyobek bagian belakang lukisan. An menemukan amplop coklat yang berisi buku besar. Dia membukanya dan melihat-lihat isinya.

An bergegas keluar dari kamar Sung Mo. Di luar, dia berpapasan dengan ibu Sung Mo yang baru pulang. Kang Eun Joo tampak canggung sekaligus merasa bersalah.

"Begini,,," Kang Eun Joo meraih tangan An. An pun mendengar apa yang diucapkan Kang Eun Joo di meja makan.

"Sung Mo. Ibu ingin minta sesuatu padamu. Jangan lari lagi. Berhenti menyakiti mereka yang mengalami kemalangan karena pilihanmu yang salah. Dan jika kamu berencana bunuh diri setelah membunuh pria itu, hentikanlah. Jika kamu melakukannya, tidak ada yang akan memaafkanmu. Baik ibu atau anak-anak itu."

An menatap Kang Eun Joo. "Jangan bilang mengerti atau memaafkan Hyung. Bantuan itu terlalu kejam bagiku sekarang."

Kang Eun Joo langsung melepaskan pegangan tangannya. An pergi setelah itu.

***

An duduk bertiga dengan Jae In dan Pak Nam yang memeriksa buku besar.

"Memang benar Jaksa Kang melakukan kasus pembakaran dan pembunuhan itu. Tapi itu menyebabkan bencana besar karena korupsi YSS. Anda sudah itu," ucap Jae In.

"Ya. Aku tahu. Tapi semua orang yang berkomplot dengan korupsi pembangunan adalah otoritas saat ini. Meski kita menyerahkan ini ke kejaksaan, ini akan berubah menjadi sampah dalam sedetik," ujar Pak Nam.

"Seperti kata Jaksa Kang. Ini akan membutuhkan daya dan waktu."

"Apa yang akan berubah setelah waktu berlalu?" Tanya An. "Maksudmu kita tinggal diam saja sementara para petinggi itu mempertahankan pembangkit listrik mereka dari generasi ke generasi? Tidak bisa! Kita harus melihat ini sampai tuntas selagi kita sudah sampai di sini."

"Masalahnya adalah bagaimana kita akan melakukannya? Bagaimana?" Gumam Pak Nam.

"Bagaimana dengan komisaris polisi Eun? Mungkin bisa dengan kekuatannya," ujar Jae In.

Beberapa saat kemudian, Pak Eun sudah berada di ruang interogasi bersama Pak Eun. Pak Nam menunjukkan salinan buku besar sedangkan buku aslinya dia simpan untuk berjaga-jaga. Jae In dan An memperhatikan dari luar.

"Jadi kamu memberitahuku untuk menjadi bom?" Tanya Pak Eun.

"Kasus Yeongseong bukan hanya tentang korupsimu. Orang yang berkomplot, melihat, atau menyelaraskan, semua terlibat di dalamnya."

Pak Eun manggut-manggut. "Baiklah. Kita lakukan. Adakan konferensi pers terlebih dahulu. Itulah satu-satunya cara untuk memberikan sayap pada ini.

***

Jaksa Noh mematikan televisi saat melihat siaran berita tentang akan diadakannya konferensi pers oleh Pak Eun. Dia menelepon seseorang memintanya untuk menemukan kasus yang lebih memalukan guna menutupi kasus korupsi YSS.

Pak Eun berbicara di depan awak media dengan seragam komisarisnya. Yang pertama dia lakukan adalah meminta maaf pada para korban kebakaran apartemen yeongseong. Dia mengakui telah menyembunyikan kebenaran dan melakukan penyelidikan secara tidak jujur. Tanpa menyadari tugasnya, dia menerima suap dari konstruksi YSS.

"Dengan ini saya mengundurkan diri dari posisi saya untuk bertanggung jawab penuh," ucap Pak Eun. Dia membenarkan tentang adanya korupsi dari konstruksi YSS.

An dan Jae In menonton berita bersama para petugas di kantor polisi. Sementara det. Lee melihatnya seorang diri di depan kamar rawat Kang Geun Taek.

***

Jae In duduk sendirian. Pak Nam menghampirinya dan memberinya minuman. Dia juga memberikan kartu nama seorang pengacara kenalannya.

"Dengan alasan yang diberikan Kang Sung Mo, tidak ada alasan untuk menunggu. Persiapkan sidang ulang."

"Terima kasih."

"Tidak perlu. Kamu dan An yang melakukan semua pekerjaan. Yang ku lakukan hanyalah membantumu. Petugas Yoon. Kerjamu bagus."

***

An berkendara dengan Jae In. Jae In menatap An iba.

"Kamu menginap di Dae Bong kemarin?"

"Hmmm."

"Apa ayahnya tidak keberatan?"

"Rumahnya begitu besar hingga aku bahkan tidak bisa melihatnya."

"Oh. Aku belum pernah tinggal di tempat seperti itu sebelumnya." (Ngemeng-ngemeng Jae In tinggal dimana ya? Kan pusat keamanan udah di tutup)

An melirik Jae In sambil tersenyum. "Aku juga." Dia lalu menyalakan radio yang sedang  menyiarkan pengunduran diri Pak Eun. Jae In mengganti channelnya.

An dan Jae In sampai di depan rumah tahanan dimana ayah Jae In di penjara.

"Kamu masuk juga?"

"Aku akan menyambutnya secara resmi lain kali. Aku ragu dia ingin bertemu pacar putrinya di sana."

"Baiklah. Aku akan segera kembali."

An mengangguk dan tersenyum.

Bersambung ke He is Psychometric episode 16 part 3


1 komentar

sedihnya :( . sad ending utk sung mo hyung. gomawo chingu


EmoticonEmoticon