Dan, Only Love Episode 1 Part 2

Drama Korea
Dan, Only Love
Episode 1 Part 2
Sumber konten dn gambar : KBS 2




Yeon Seo duduk di taman. Satu tangannya menengadah ke atas menghadang rintik hujan yang jatuh diiringi salju yang juga turun.


Dan datang dan duduk di sampingnya.

Hujan sudah reda. Tinggal butir-butir salju yang berhamburan di udara. Matahari pun menyusup menyibak awan hitam. Terdengar bunyi gemerincing.


Dan tersenyum menatap keatas lalu mengangkat tangannya seolah siap menerima sesuatu dari atas. Tiba-tiba Yeon Seo bertanya siapa dia. Dan tengok kanan kiri tapi tidak orang lain selain mereka dan Gu Reum. Eh Gu Reum bukan manusia ya, hehe.


"Siapa kamu" Yeon Seo mengulang pertanyaanya sambil menghadap ke arah Dan. Sontak Dan terjingkat kaget. Tapi dia tetap bungkam. "Kenapa kamu langsung duduk di bangku ini?" Yeon Seo megambil tongkatnya. "Kamu meremehkan aku? Kamu bahkan tidak menjawabku."


Pelan-pelan Dan naik atas bangku.

"Aku tahu kamu ada di situ!" bentak Yeon Seo. Dia berdiri. "Hanya karena aku tidak bisa melihat bukan berarti aku tidak tahu apapun. Aku hanya kehilangan indra penglihatanku. Aku masih bisa mencium, mendengar, dan menyentuh. Karena aku tidak bisa melihat, indra ke enamku lebih meningkat."


Yeon Seo menyurukkan tongkatnya ke arah Dan. Dan kontan menghindar. "Bukan begitu." Dan menatap Yeon Seo. Dia bertanya-tanya apa Yeon Seo mendengarnya? "Dia tidak mungkin mendengarku."

"Kamu pria?"

Dan terperanjat. "Apa? Kamu bisa mendengarku? Benarkah?"


Yeon Seo mengacungkan tongkatnya ke kepala Dan. "Sudah ku bilang pendengaranku normal."

"Bagaimana ini bisa terjadi?"

"Seharusnya aku yang bertanya. Bagaimana ini bisa terjadi dua kali dalam sehari? Siapa kamu? Pencopet? Orang mes*um? Apa yang kamu incar? Aku ragu kamu duduk di sebelah wanita buta hanya untuk melihat hujan."

Dan berusaha menyangkal. Yen Seo menyuruhnya melupakannya saja. Dia menarik tongkatnya lalu duduk lagi. " Kamu ketahuan jadi pergilah. Kamu akan terluka  jika terus menggangguku.

"Tidak mau!"

"Apa?"

Dan pasang wajah sengak. Dia duduk lagi di samping Yeon Seo dengan sebelah kakinya naik ke bangku. "Kursi ini bukan milikmu atau milikku. Bangku ini hanya milik dewa," ucap Dan sambil menunjuk langit. "Apa aku salah?"

"Kamu bukan orang mes*m atau pencopet. Kamu penipu gila?"

"Kurang ajar! Sejak tadi bicaramu tidak sopan. Dengar! Apa pun yang mengikatmu di sini, akan terus mengikatmu di langit. Dan..."

Yeon Seo menyela."Aku tidak butuh! Entah itu Budha, Yesus, atau Allah, Aku tidak mempercayai siapapun.


Dan manyun. Dia lalu mengingatkan Yeon Seo bahwa orang yang menyangkal keberadaan dewa akan menghadapi...."

Lagi-lagi Yeon Seo menyela padahal Dan sedang bicara menggebu-gebu sampai bibirnya melebar kemana-mana.

"Aku tidak bilang begitu. Dewa? Tentu dia ada. Hanya saja dewa itu bede*ah."


Dan menutup mulutnya tidak percaya Yeon Seo mengatakan ha seperti itu. "Bede*ah?" Dan berusaha tenang. "Orang yang menghujat dewa..."

"Dia tidak mau mendengarku," sela Yeon Seo lagi. "Dia mengabaikan satu-satunya permohonanku. Aku memohon agar ayahku hidup sehari lagi agar aku bisa menemui ayahku sepekan sebelum dia wafat. Aku berdoa sambil menangis selama 11 jam di pesawat. Tapi dia tidak mendengarku. Aku meminta Dia mengambil salah satu anggota tubuhku, bukan mataku, agar aku tetap bisa menjadi penari. Dia mengabaikan aku padahal doaku khusyuk. Itulah perbuatan dewa. Sang mega bintangmu terhadapku."


Dan terhenyak mendengar pengakuan Yeon Seo. Dia bilang tidak semua orang bersikap seperti Yeon Seo setelah mengalami tragedi. Tidak semua orang melompat dari jembatan seperti Yeon Seo.


Gantian Yeon Seo yang tertegun mendengar ucapan Dan. Dia bertanya lagi siapa Dan. Yeon Seo maju dan mencengkeram baju Dan. Dan keheranan karena Yeon Seo bahkan bisa memegangnya. "Siapa kamu?" tanya Yeon Seo lagi dengan nada tinggi. "Siapa yang mengutusmu?"


Tiba-tiba Miss jung datang memanggil Yeon Seo. Sontak Yeon Seo menyuruhnya untuk menangkap Dan. "Ada pemuda yang kabur bukan?"


Miss Jung kebingungan karena tidak melihat siapapun. Yeon Seo meraba bangku dan bilang tadi ada orang di sana. Miss Jung menatap iba Yeon Seo. "Sekarang kamu bisa melihat hantu?"

Tidak cukup meraba bangku, Yeon Seo menunduk di tanah dan merabanya. Dia menemukan selembar kain di sana.


Di sebuah ruangan, Pak Jo menemui Nona Choi. Dia memberitahu kalau besok adalah peringatan kematian orangtua Yeon Seo. Haruskah peringatan hari jadi ke 20 diadakan besok?

Bu Choi heran karena Yeon Seo akan datang. Pdahal dia mengurung dirinya selama tiga tahun ini. Dia mengeluh kalau mengurus organisasi sebesar yayasan Kebudayaan itu sangat sulit. Dia mengundan Yeon Seo agar bisa menonton. Agar dia bisa melihat Bu Choi mengelola organisasi yang Yeon Seo terlantarkan. "Sayang sekali. Dia tidak akan bisa melihatnya. Keponakanku yang malang."

Pak Jo berdiri dan menegaskan bahwa Yeon Seo tidak akan datang besok. Tapi Bu Choi mengundangnya secara resmi. Dia bilang tugasnya sudah selesai.

Pak Jo merasa ada yang janggal. Sudah tiga tahun Yeon Seo mendaftar untuk mendapat donor kornea. Selalu hampir berhasil, tapi selalu dibatalkan pada saat terakhir.


Raut wajah Bu Choi berubah kaku. Tapi dia berusaha santai dan mengatakan mungkin selnya tidak cocok. "Apa boleh buat? Dia tidak beruntung."

"Berkat itu, kamu berhasil mempertahankan jabatanmu sebagai direktur umum, bukan?" ejek Pak Jo.

Bu Choi menatanya tajam lalu berdiri. Dia menanyakan maksud Pak Jo.

"Sungguh menarik kemalangan seseorang bisa menjadi keberuntungan bagi orang lain," ucap Pak Jo lalu berjalan pergi. Tapi dia berhenti sebentar untuk mengatakan kalau dia akan meminta polisi menyelidiki pembatalandonasi kali ini. Sepertinya Bu Choi sedikit panik. Dia meminta Pak Jo untuk tidak membuat keributan.

Pak Jo berbalik. "Tidak ada yang menghalangi proses donasi. Jika ada yang melakukannya, aku tidak akn membiarkannya."


Bu Choi ketemuan diam-diam dengan seorang dokter. "Katakan! Sejauh apa yang dia ketahui?"

"Dia sudah bicara dengan administrasi dan pusat sumbangan. Bagaimana aku bisa merahasiakan kebenarannya?"

Bu Choi melepas kacamata yang di pakainya. "Jadi kamu mengatakan yang sebenarnya kepadanya?"

"Hari ini aku berlagak tidak tahu apa-apa."

"Hari ini?"

"Aku sudah tidak sanggup. Aku juga dokter. Aku kemari untuk mengatakan itu."

"Dokter Kim. Aku tahu kamu dokter. Untuk itu aku bicara sangat sopan padamu dan memperlakukanmu dengan hormat. Tidak tahu apa-apa? Dokter yang menangani kornea, transplantasi, jika ada penyelidikan.... Tidak. Itu tidak akan terjadi. Itu tidak boleh terjadi."

Dokter Kim panik. "Penyelidikan?"

Bu Choi mengingatkan kalau dokter Kim menyeberangi jembatan dan dia yang mengebom jembatan. Dokter Kim tidak bisa kembali. Dokter Kim mengangguk.


Yeon Seo duduk diam di kamarnya yang mewah sambil menggenggam sapu tangan yang dia temukan di taman. Dia mengingat apa yang di ucapkan Dan."Siapa pria itu? Menyebalkan." Yeon Seo meremas saputangannya.


Dan menatap lampu di jalan. Dia melihat ke ke jalanan dan dia tidak punya bayangan. Dia lalu berusaha menghadang sebuah mobil. Tapi mobil itu terus meaju berarti dia tidak terlihat. Dan panik memeluk dirinya sendiri. "Bagaimana wanita itu bisa tahu?"


Tiba_tiba lampu jalan rusak dan padam. Mobil merah yang barusan lewat juga mendadak berhenti. Seseorang turun lalu menuntun wanita yang tadinya duduk di belakang kemudi untuk pindah ke bangku penumpang, bertukar posisi dengannya. Setelah itu mobil melaju kembali.


Dan yang sedari tadi hanya memperhatikan, berjalan maju dan menemukan seekor kucing tergeletak di tengah jalan. Meski berlumuran darah, kucing itu masih bisa mengeong.. "Klienku, kamu masih hidup?"

***

Wanita di dalam mobil tadi, Geum Ni Na, menangis mengkhawatirkan nasib si kucing. "Maafkan aku kucing. Aku tidak melihatmu."Si pengemudi, yang ternyata juga seorang wanita menenangkannya dengan berkata kalau dia sudah melaporkannya dan kucing itu pasti akan segera di urus. Dia meminta Ni Na untuk minum teh yang dia berikan. "Jangan menangis, kamu akan sesak," ucap Geum Ru Na.

"Eonni! Ayo kembali!" ajak Ni Na. Dia takut kucing tadi tertabrak lagi sebelum orang datang.

Ru Na menghentikan mobilnya di tepi jalan lalu melepas seatbelt-nya. Dia meraup wajah Ni Na dan memintanya berhenti menangis. Dia menegaskan kalau tadi hanya kecelakaan dan bukan Ni Na yang membunuhnya. Kucing itu hanya mengalami hal tragis. Itulah tragedi bagi semua orang. Tragedi terjadi secara mendadak dan merenggut segalanya.


"Sebelum itu terjadi, kamu haru menyingkirkannya."  Ru Na membelai rambut Ni Na dan memintanya untuk tenang dan mengendalikan dirinya. "Besok kamu tampil. Jangan sampai tubuh dan perasaanmu terguncang. Jadi minumlah ini dan tidurlah. Odette!" (Odette kan pemeran angsa putih di cerita White Swan ya. Kayaknya Ni Na ini balerina)

Ru Na kembali memasang seatbeltnya lalu melajukan mobilnya kembali.

***

Dewa Hoo tersenyum memandangi anak kucing di keranjang. Dan mendekat.

"Hebat bukan? Betapa menggemaskannya bayi-bayi ini."

"Mereka jauh lebih baik daripada manusia," ujar Dewa Hoo. Dia lalu menatap Dan. Yang ditatap langsung memalingkan wajahnya. "Berandal! Sekarang apa rencanamu?"

Dan membungkuk meminta maaf. Dewa Hoo menatapnya sangar. Dan beralasan kalau kucing-kucing itu menggemaskan. "Tadi matanya dipenuhi cinta," ucap Dan sambil menunjukkan simbol cinta dengan jarinya.

Dewa sudah melarang Dan untuk mencampuri hidup. Kim Dan membenarkan. Dewa Hoo bahkan menyuruhnya menjaga janda dan anak yatim piatu. "Sifat malaikat adalah mencintai kebaikan dan membenci kejahatan," ceramah Dan sok bijak. "Aku hanya mengikuti naluriku," lanjut Dan dengan senyum tampannya.

Dewa Hoo manggut-manggut. "Begitu rupanya. Itulah sebabnya kamu melakukan ini."

"Kamu mendorong pemuda berusia 17 tahun ke toilet portabel."

"Mendorong? Aku tidak pernah mendorong manusia. Dia merundung teman masa kecilnya," dalih Kim Dan membela diri.

"Bukan hanya itu. Kamu membuka kandang di truk yang dipenuhi guguk dan membebaskan mereka di jalanan."

"Mereka akan dijual ke pasar guguk. Tindakan itu ilegal dan semua guguk itu di aniaya."

Dewa Hoo menghela nafas. "Astaga! Apa yang harus ku lakukan terhadap bocah ini?"

Dan bilang tujuan dewa tidak akan gagal hanya karena jentikan jari malaikat rendahan sepertiku. Selain itu, bagaimanapun, aku akan pergi ke sana besok," ucap Dan sambil menunjuk ke atas. "Waktuku telah usai."

Dewa Hoo terlihat jengah melihat polah Dan. "Kamu sungguh menyebalkan!"

"Hoo sunbae! Manusia tidak bisa melihat kita, kan? Sekuat apapun spiritual mereka." Dan mengingat kejadian di taman tadi siang. Dia menggeleng sendiri. "Lupakan saja! Hari ini aku bertemu dengan manusia sensitif yang bermulut kotor."

Dewa Hoo langsung menatap Dan tajam. "Kamu! Jangan bilang kamu...."

Dan langsung menyangkal. Dia mengaku tidak melakukan apapun. "Justru dia yang menyentuhku."

Dewa Hoo memperingatkan Dan kalau sampai menyentuh manusia, dia akan langsung menghilang. "Kamu akan menghilang seperti asap. Dewa Hoo menjentikkan jarinya sekali. Sebuah lilin mati. Jentikan kedua. Satu lilin mati lagi. "Dan debu dalam sekejap," sambung dewa Hoo.

Nyali Dan ciut. Tapi masih berusaha tenang. "Sisa waktunya hanya 24 jam."

"Aku cemas karena sisa waktumu 24 jam. Sepertinya kamu akan berhasil mengalami kepunahan malaikat yang sulit itu."

"Ya ya. Aku akan berhati-hati bahkan terhadap daun yang gugur. Aku takut akan bertemu manusia yang liar dan kejam," ucap Dan sambil mengingat perlakuan Yeon Seo padanya tadi siang. Dan sampai bergidik mebayangkannya. Tanpa sengaja dia melihat sakunya dan terkejut karena saputangannya tidak ada. Dia ingat saat Yeon Seo mendengkeram bajunya. Saat itulah saputangannya jatuh. Dan langsung menutupi saku dengan tangannya agar dewa Hoo tidak melihatnya.

Dewa Hoo mengingatkan Dan agar jangan sampaiterlambat besok malam.

"Yes Sir! Sebelum lonceng berbunyi 12 kali, aku pasti akan datang," ucap Dan sambil perlahan berjalan mundur.

Bersambung Dan, Only Lover episode 2 part 1


EmoticonEmoticon