Dan, Only Love Episode 3 part 2

Drama Korea
Dan, Only Love 
Episode 3 Part 2
Sumber konten dan gambar : KBS 2



"Seperti bagaimana cahaya mengikuti kegelapan, dan bagaimana kebaikan dan kejahatan hidup berdampingan, tidak akan ada kehidupan tanpa kematian. Semoga dia beristirahat dalam damai," batin Dan.


Miss Jung menyelipkan setangkai bunga krisan ke tangan Yeon Seo. Perlahan Yeon Seo berjalan mendekat ke altar persembahan. Semua yang datang melayat menontonnya. Dan sepertinya kaget karena Yeon Seo bisa tahu tepat letak dan arah altarnya.


Yeon Seo meletakkan bunga krisannya di depan foto Pak Jo. "Maaf aku terlambat, Paman," ucap Yeon Seo dalam hati. Dia ingat perkataan Pak Jo yang ingin melihat Yeon Seo bersinar cerah sekali lagi seperti yang  pernah Yeon Seo lakukan.


Meski sedih, akhirnya Yeon Seo tersenyum. Mungkin dia ingin mengabulkan permintaan Pak Jo meski Pak Jo sudah tidak bisa melihatnya. Orang-orang keheranan melihat Yeon Seo tersenyum lebar. Ada yang mengira dia gila. Ada yang menyebutnya aneh. Mereka mempertanyakan ada apa dengan Yeon Seo. Kim Dan sendiri menutup mulutnya saking herannya.


Yeon Seo bahkan tertawa lirih. Namun matanya tidak bisa menyembunyikan kesedihannya akibat kehilangan Pak Jo.


Yeon Seo pergi dari pemakaman. Pandangannya masih kabur. Tapi dia sepertinya tidak kembali ke kamarnya. Dan masih mengikutinya. Tapi kemudian berbalik karena teringat misinya. Seorang perawat lewat di sampingnya sambil menelepon. Perawat bilang kalau Lee Yeon Seo pasien dari kamar 502 baru saja dari kamar mayat. Dan sontak menghentikan perawat.


"Kamar 502?"

Si perawat tidak menjawab dan memandang Dan aneh. Dia pergi meninggalkan Dan yang termangu. Dan melihat daunnya lagi. Rumah Sakit Gildam Ruang 502. "Lee Yeon Seo?" Dan kaget sendiri sampai matanya melebar.


Yeon Seo berjalan keluar dari rumah sakit. Mobil Kang Woo lewat di depannya tapi mereka tidak saling melihat. Di samping Kang Woo, tampak sebuket bunga cerah. Kang Woo menelepon seseorang dan menanyakan nomor Yeon Seo. Dia juga tanya soal operasi Yeon Seo, apakah lancar.


Yeon Seo masuk ke dalam taksi.  Sopir menanyakan tujuan Yeon Seo. Yeon Seo menjawab lirih. "Tolong,,,, antar aku pulang." Di perjalanan, Yeon Seo menatap jalanan. Lalu dia mengangkat tangannya untuk menghalangi cahaya dari luar. Matanya terpejam.


Kang Woo mengetuk pintu ruangan Yeon Seo. Karena tidak ada respon dari dalam, Kang Woo pun mengintip ke dalam. Dia lalu masuk. Ruangannya gelap karena lampunya tidak di nyalakan. Ruangannya pun terlihat rapi, pertanda tidak ada lagi pasien yang di rawat di sana.


Yeon Seo turun dari taksi. Dia membuka gerbang dan masuk ke rumahnya. Sesampainya di kamarnya, Yeon Seo mengambil fotonya bersama kedua orangtuanya. Yeon Seo menyentuh gambar orangtuanya. Wajahnya tampak sedih. Dia lalu membuka laci nakas dan mengambil sebuah kaset DVD yang berisi rekaman Pertunjukan Sekolah Balet Elena 1999. Itu pertujukan saat Yeon Seo masih berusia 6 tahun. Lalu satu lagi DVD KOmpetisi Balet Visi ke 117.


Yeon Seo menyetel kaset itu dan menyaksikannya seorang diri di kamarnya yang gelap. Dalam rekaman itu juga ada Pak Jo.


"Yeon Seo ya. Ketika ayah tidak ada, perlakukan Pak Jo seperti ayahmu. Mengerti?"

"Tidak mau! Kamu adalah ayahku, paman Jo adalah paman Jo," ujar Yeon Seo cemberut. Pak Jo tampak sedih mendengarnya. 



Tapi kemudian Yeon Seo tersenyum lebar. "Dia adalah paman Jo yang paling aku cintai di dunia ini." Yeon Seo lalu melompat ke pelukan Pak Jo. Semuanya tertawa bahagia.

Yeon Seo mem-pause bagian Pak Jo yang tertawa sambil memeluk Yeon Seo kecil. Pengen ikut nangis tapi lagi puasa, hiks. Mata Yeon Seo berkaca-kaca memandangi paman tercintanya di layar kaca. Dia mengingat ucapan Pak Jo di sore yang indah sebelum kecelakaan.


"Jika kamu memberi aku sedikit waktu lagi, aku akan membawamu kembali ke tempatmu," ucap Pak Jo.

Tapi Yeon Seo membalas dengan dingin. "Bagaimana? Membawa aku kembali? Di mana? Siapa bilang kamu bisa? Paman pikir paman siapa?"

"Yeon Seo ya," panggil Pak Jo lembut. 

"Jika Paman bertindak seperti ayah sekali lagi, Aku benar-benar akan memecatmu."



Yeon Seo semakin sedih. Matanya masih terpaku di layar televisi. "Beraninya kamu menatapku? Siapa yang menyuruhmu meninggal?" Yeon Seo mulai terisak. "Siapa yang memberitahu kamu bahwa bahwa kamu bisa? Siapa bilang kamu bisa meninggalkanku dan pergi sendiri?" Yeon Seo menangis. Dia memukuli DVD yang berserakan di lantai lalu berteriak histeris.


Dan berlari ke gereja. Tapi pintunya tertutup. Dia berteriak meminta dewa Hoo membuka pintunya. "Kamu tidak bisa melakukan ini padaku! Ini tidak benar! Dia tersenyum seperti ini di pemakaman pendonor kornea matanya." Dan menarik bibirnya menirukan senyum lebar Yeon Seo. "Dia selalu berdarah dingin dan dia juga tidak normal sekarang."

Omo! Dan juga mikirnya Yeon Seo gila? Heol!

"Bagaimana seseorang bisa mencintainya?" Dan menggedor-gedor pintu. "Aku ingin mengubah misi. Beri aku misi baru!! Hah benar-benar!" teriak Dan.


Hari sudah pagi. Dan ketiduran di depan gereja. Seorang pria menghampirinya dan meletakan uang di depannya. Tapi anehnya dia memeriksa saku celana dan baju Dan. Seorang petugas datang ke sana dan bertanya apa pria itu mau sembahyang pagi? Pria tadi membenarkan dengan gugup lalu pergi.



Petugas itu menatap Dan. Dia menyebut Dan mirip gelandangan. Dan dicolek pipinya agar bangun. Dan membuka matanya dan mendongak. "Ada apa?" tanya Dan sayu. Petugas itu mendadak berubah jadi dewa Hoo. Dan kontan terbelalak melihatnya.

"Aigooo! Ckckckck. Manusia akan mati lebih awal jika mereka tidur di tempat yang dingin," ujar Dewa Hoo sambil duduk di samping Dan.


Dan menatap penampilan sunbae-nya. Dia juga meraba-raba dewa Hoo. Dan lalu tengok kanan kiri. Dia bertanya apa dewa Hoo berubah ke sosok manusia juga untuk misi khusus. Dewa Hoo menjawab kalau hal itu tidak sulit untuknya karena pengalamannya. Dan tampak takjub. Dia berkata kalau dia iri. Dewa Hoo bertanya kenapa Dan duduk di sana padahal waktunya kan berharga.


Dan mencoba melobi dewa Hoo. Dia bilang Yeon Seo punya sikap buruk. Dia bahkan jadi lebih ganas karena dia buta. Suatu hari orang itu hampir mati dan bangun kembali, dan dia bisa melihat lagi.

Dewa Hoo menyahut. "Wah! Dia harus bersyukur. Dunia harus terlihat cerah baginya."

"Kamu akan berpikir begitu kan? Tapi donornya adalah seorang pria yang selalu berdiri di sisinya. Seseorang yang selalu dia perlakukan dengan kasar. Kalau begitu, bagaimana perasaanmu se ba gai ma nu sia?"


Dewa Hoo tampak berpikir. "Sebagai manusia? Mmmmmm... " Dan harap-harap cemas menanti jawaban dewa Hoo. "Meski begitu bukankah kamu masih bersyukur?"

Dan frustasi. Dia berdiri dan memegangi kepalanya. "Ini membuatku gila. Manusia bisa jadi gila," ucap Dan penuh penekanan. Sudah aku pikirkan. Dan itu sebabnya dia tersenyum seperti itu. Tidak bisa! MUstahil! Aku tidak bisa membuat seseorang mencintainya."

"Maka kamu harus menyerah sekarang dan berubah menjadi debu."


Dan langsung merajuk. Dia kesal kenapa harus Yeon Seo. Dewa Hoo tertawa. Dia membalikkan kata-kata Dan. Kenapa Dan harus menyelamatkan Yeon Seo.

Skak Mat! Dan tidak menemukan jawabannya. Dewa Hoo kembali tertawa. Dia berdiri dan berkata, "Akhirnya bersinar terang."

Dan bingung. "Apa?"


Dewa Hoo menjentikkan jarinya. Seperti sulap, pakaian Dan berubah. Seperti biasa, Dan langsung takjub. Dia mau bertanya pada dewa Hoo tapi dewa Hoo sudah menghilang.


Miss Jung masuk ke kamar Yeon Seo dan melihatnya tertidur di lantai. Dia mengguncang tubuh Yeon Seo dan memanggilnya agar dia bangun. Yeon Seo membuka matanya tapi tetap tak bergerak. Miss Jung memberitahu kalau mereka mengantarkan Pak Jo pergi pagi ini.

"Apa?" tanya Yeon Seo lemah.

Miss Jung membereskan kaset yang berserakan. "Apa kamu melakukan ini sepanjang malam?"

"Hmm."


Miss Jung menatap Yeon Seo kesal. "Lalu bagaimana dengan tes matamu? Kamu memasukannya?" Miss Jung mengangkat kepala Yeon Seo lalu meletakannya di pangkuannya. "Tentu saja tidak! Karena aku memilikinya." Miss Jung membuka botol obat mata lalu memaksa meneteskannya ke mata Yeon Seo.

Yeon Seo berontak. "Apa yang sedang kamu lakukan?"

"Tidak. Apa yang sedang nona lakukan?"


Miss Jung meraup wajah Yeon Seo. Matanya berkilat sedih. Dia menatap mata Yeon Seo. "Itu adalah mata Pak Jo. Aku tidak peduli jika Nona kelaparan, sakit, tidur, atau tidak tidur. Itu terserah kamu! Tapi bukan matamu! Kamu mendapatkannya dari Pak Jo."

Yeon Seo masih saja dingin. "Aku tidak pernah memintanya."

"Maka kamu bisa mengembalikannya." Miss Jung berdiri dan hendak pergi. Tapi dia berbalik lagi. "Maksudku, tidak akan ada orang yang membiarkan kamu merengek lagi. Kamu mungkin tidak tahu, tapi Pak Jo istimewa bagi semua." Miss Jung mulai menangis. "Dia tidak hanya merayakan ulang tahun kami, dia bahkan merayakan ulang tahun keluarga kami. Jika kamu mendapatkan mata orang seperti dia, maka jangan biarkan itu sia-sia. Aku mohon padamu!"

Meski matanya berkaca-kaca, tapi Yeon Seo masih pura-pura acuh. "JIka kamu sangat menyukainya, kenapa kamu tidak memperlakukannya dengan lebih baik ketika dia ada di sini? Kamu malas karena Paman Jo ada di sini. Semua karyawan lainnya membuat Paman bekerja keras untuk semuanya. Dan kamu marah sekarang?"


Yeon Seo bangkit. "Terima kasih untuk pidatonya. Itu sangat menggema di hatiku." Yeon Seo berjalan melewati Miss Jung.

Miss Jung melanjutkan lagi. "Sudahkah kamu lupa? Pekerjaannya yang sulit dan melelahkan adalah kamu. Baik. Kamu bisa mengejekku semaumu. Itu cocok denganmu."


Yeon Seo berhenti berjalan. Penglihatannya yang tadi sudah lumayan jelas sekarang kabur lagi. Nafasnya terngah-engah. Yeon Seo tiba-tiba jatuh bersimpuh di lantai. Miss Jung kontan panik dan menghampirinya. Dia bertanya apa yang terjadi.


Yeon Seo bilang dia tidak bisa berjalan. Dia bisa melihat semuanya, tapi kakinya tidak mau bergerak. Miss Jung memeluknya dengan perasaan sedih. Dia membelai rambut Yeon Seo dan mengelus-ngelus bahunya berusaha menguatkannya.


Yeon Seo di infus di kamarnya. Dokter menjelaskan kalau Yeon Seo mengalamani trauma psikologis. Orang biasanya menderita ini ketika mereka kehilangan seseorang yang paling dekat dengan mereka. Mereka tidak dapat melakukan apapun yang mereka lakukan dengan orang itu. Misalnya seorang suami yang kehilangan istrinya yang biasa bermain bowling dengannya setiap hari Minggu akan merasa berat ketika dia melihat pin bowling dan bahkan mengalami serangan panik. Semakin dekat dengan mereka, semakin parah gejalanya.


"Jadi masalahnya adalah hatiku? Aku tidak bisa melakukan hal-hal yang aku lakukan dengannya? Aku melakukan segalanya dengan paman. Aku berjalan, berlari, dan makan degannya. Segalanya. Dan aku tidak bisa melakukan semua itu sekarang? Meskipun aku bisa melihat sekarang?"

Bersambung ke Dan, Only Love episode 4 part 1

Komentar :

Baru episode 3 tapi udah lumayan menguras emosi. Aigoo!! Kalau aku jadi Yeon Seo, udah kaya mayat hidup kali ya. Bayangin aja, ditinggal mati kedua orang tua, di bikin buta, abis itu harus kehilangan orang yang dari kecil selalu ada di sisinya dan mendukungnya di segala kondisi. Pasti remuk banget hatinya juga pikirannya. Apalagi dia nggak punya teman satupun. Satu-satunya temannya cuma makhluk yang nggak bisa dia ajak sharing yaitu si Gu Reum.

Sumpah kebawa sama emosinya Yeon Seo. Udah gitu yang jadi pemeran Pak Jo juga keliatan mendalami perannya. Dari gestur, caranya bicara, caranya memperlakukan Yeon Seo, walaupun nggak terlalu banyak adegan mereka, tapi chemistrynya dapet. Jadinya bikin nangis waktu dia meninggal dan Yeon Seo nangis histeris.

Keterangan drama ini sih fantasi, romantis, sama komedi. Semoga nggak sedih terus deh.  Ngomong-ngomong, ternyata di tiga drama terakhir aku kok lead male-nya namanya cuma dua suku kata yah. Lee An di He is Psychometric, Cha Min di abyss, dan Kim Dan di Dan, Only Love. Jadi manggilnya lucu gitu cuma An, Min, sama Dan, hehe....


2 komentar

Jangan bosan n telat nulis ya. Aku juga ngukutin An, Min, n Dan. Biar bisa jd bhan bacaan sbelum tdr, kebawa mimpi deh pmeran yg ganteng2 😊

Terimakasih sudah mau berkunjung :) semoga mimpinya indah :)


EmoticonEmoticon