Abyss Episode 3 Part 2

Abyss
Episode 3 Part 2
Sumber konten dan gambar : TVN



Ji Wook bertanya apa Cha Min tidak apa-apa.

"Ya ya. Aku hanya tersesat mencari kamar rumah sakit." Cha Min buru-buru mau pergi tapi Ji Wook menghentikannya.

"Apa kita pernah bertemu?"


Di saat Cha Min bingung mau menjawab apa, tiba-tiba Se Yeon datang. Niatnya mau menghampiri Min, tapi malah Ji Wook yang menghampirinya karena menganggapnya sebagai Mi Do. Seketika Se Yeon ingat saat dia pingsan di depan Ji Wook tempo hari.

"Sunbae, baik-baik saja?" tanya Ji Wook.

Se Yeon manggut-manggut. Dia beralasan kalau dia pingsan karena sering mengalamai vertigo dan pusing.


"Dia juga di firmamu?" Ji Wook menunjuk Min yang berdiri di kejauhan kaya orang hilang.

"Ya. Dia paralegal." Se Yeon menjentikkan jarinya memanggil Min. "Pak Cha! Kemari!" Begitu Min mendekat, Se Yeon langsung mengeluh dengan suara pelan. "Aku menyuruhmu membeli minuman. Kenapa lama sekali?" Mereka lalu pamit pada Ji Wook dengan alasan akan mengunjungi klien.


Begitu hilang dari pandangan Ji Wook, Se Yeon langsung mendorong Min dan memukulinya dengan dompet. "Benar-benar deh. Apa yang kamu lakukan dengannya?"

Min tidak menggubrisnya. Dia menunjukkan bola abyss-nya. "Dengar! Ini tiba-tiba mulai bersinar dan bertingkah. Aku berusaha menghentikan diriku membangkitkan orang, tiba-tiba dia datang."

Se Yeon ikutan panik. "Apa dia melihat bolanya?"

"Ku rasa tidak."

"Kenapa bolanya bertingkah? Tadinya kan dia tidak berbuat apapun?"

"Mulai begitu waktu di dekat kamar mayat."

"Apa? Apa artinya coba? Apa ini otomatis aktif di dekat mayat? Apa tidak ada buku petunjuknya?"

"Ada. Tapi bahasanya tidak ku kenal."

"Hei! Sempurna!" celetuk Se Yeon.

"Apanya?" tanya Min bingung.

"Tempat ini. Ini tempat sempuran untuk menguji bola bernama abyss ini."


Beberapa saat kemudian, Se Yeon mendorong Min masuk ke kamar mayat dimana keluarga pasien sedang menangisi kepergian si mayat. Min mau tidak mau berakting seolah dia juga kehilangan. Dia menangis sambil memanggil,"Temanku...."


Tapi Min malah di bawa keluar oleh dua dokter yang bertugas. "Berani sekali kamu mengganggu orang tua yang berduka? Cepat panggil keamanan!"

"Aku tidak bermaksud menghina keluarga itu." Dia memanggil Se Yeon minta dijelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi Se Yeon malah ngeloyor pergi sambil pura-pura menelepon. Min jelas kesal melihatnya. Se Yeon ini lempar batu sembunyi tangan.


Park Ki Nam pulang ke rumahnya dengan langkah tertatih-tatih. Sepertinya dia sadar ada yang mengintainya. Tapi dia tetap bersikap tenang dan masuk ke rumah. Det. Park dan det. Choi yang sedari tadi mengintai dari dalam mobil, segera turun. Tapi begitu det. Park membuka pintu, Park Ki nam langsung menyemprotkan alat pemadam kebakaran pada keduanya. Dia pun kabur. Dia berlari di jalan raya yang ramai hingga menyebabkan beberapa mobil saling bertabrakan.

Det. Park dan Det. Choi mengejarnya tapi mereka kehilangan jejak Park Ki Nam.


Min ngambek pada Se Yeon. "Kamu baru saja membuktikan kenapa aku tidak perlu baik. Aku menyelamatkanmu, tapi kamu memanfaatkanku. Saat tidak butuh, kamu mengabaikanku. Sekarang kamu pura-pura tidak kenal?"

Se Yeon yang sedari tadi mengikutinya cuma bisa cengengesan.

"Ini tidak benar!" gerutu Min.

Se Yeon memegang lengan Min."Ayolah jangan marah! Hei! Tapi kenapa abyss tidak berfungsi walau disini banyak mayat?" Se Yeon terus menghalangi jalan Min. "Apa kamu pikir ini hanya untuk yang di bunuh atau tidak seharusnya mati? Kamu tidak mau menjawabku? Kenapa? Aku tidak terlihat? Kamu tidak melihatku?"

Min menghempaskan tangan Se Yeon karena kesal. "Aku tidak tahu siapa kamu! Berhenti menganggu! Pergi saja sendiri!"

Se Yeon pantang menyerah. Dia masih terus mengikuti dan merayu Min agar jangan marah. Tapi tiba-tiba det. Park menarik tangannya sampai membuatnya kaget.


"Ya ampun aku kaget!"

"Kamu sedang apa?" tanya det. park.

"Bagaimana dengan korban? Kenapa ke sini?"

"Dia sudah pulang. Lukanya tidak membahayakan dan katanya ingin pulang saja."

Min ikut nimbrung. "Lalu kenapa kamu biarkan dia pulang? Bagaimana jika dia diam-diam menelepon Oh Yeong Cheol agar tidak pulang."

Det. Park kesal. Lebih tepatnya sih kayaknya dia cemburu sama kedekatan Min dan 'Mi Do'. "Apa kamu sebodoh itu? Kamu pikir kami memberi tahu ayahnya kalau kami datang untuk menangkap putranya? Ku bilang ini untuk Park Ki Nam. Lagipula ayahnya harus pulang agar Oh Yeong Cheol datang tanpa curiga. Gunakan otakmu!"

Ji Wook menelepon det. Park mengajak ketemuan di lantai pertama. Se Yeon langsung nguping. Begitu tahu Ji Wook yang menelepon dia langsung mengajak Min pergi. Det. Park menarik tangannya tapi Min nggak mau kalah. Dia menarik tangan Se Yeon dan beralasan kalau Se Yeon banyak kerjaan. Tentu saja Se Yeon milih Min. Det. Park menarik tangan Se Yeon lagi.

"Kalau begitu biar kuantar dia. Mengantarnya lebih penting daripada bekerja."

Se Yeon melepaskan pegangan tangan det. Park. "Tidak apa. Kamu bekerja saja. Aku tahu oppa sibuk." Min tersenyum lalu memelototi det. Park.

"Aku tidak sibuk," bantah det. Park.

Min tidak peduli. Dia menyeret Se Yeon pergi. Se Yeon sih setuju aja. Dia mengingatkan det. Park untuk mengabarinya kalau ada petunjuk baru dari Oh Yeong Cheol!"


JI Wook menghampiri det. Park yang masih memandangi kepergian Se Yeon. Dia lega karena luka 'ayah' Oh Yeong Cheol tidak parah sehingga sudah bisa pulang. Det. Park mengutarakan kalau ada yang aneh. Katanya saat memeriksa berkas Oh Yeong Cheol, tertulis kalau dia itu yatim piatu.

"Ingat istri ketiga Oh Yeong Cheol? Di laporan orang hilang, Nona Jang Sun Young, katanya dia tidak punya ayah."

"Jika dia gagal menikah tiga kali, aku ragu hubungan dia dan ayahnya baik. Jadi dia berkata tidak punya ayah saat itu," ujar Ji Wook. Beneran deh Ji Wook ni kayaknya pengen menutupi kasus Eomsand-dong. Jangan-jangan sebenernya dia ada hubungannya sama Oh Yeong Cheol.

"Ya mungkin juga." Det. Park menawari Ji Wook tumpangan. Tapi katanya Ji Wook mau mampir ke suatu tempat.


Se Yeon dan Min sedang makan di restoran 'makan barbeque sepuasnya'. Se Yeon seperti biasa makan dengan lahap. Dia sampai menjatuhkan makanannya ke baju. Min melepas celemeknya lalu memakaikannya pada Se Yeon. Dia menggerutu karena Se Yeon mentraktirnya makan daging impor alih-alih makanan enak. "Aku nih cuma makan daging Korea yang premium tahu."

"Makan saja selagi ada. Mumpung aku sedang murah hati."

"Sungguh! Berkat kamu aku mengalami banyak hal baru. Cinta pertama, patah hati pertama, menjadi tersangka pembunuhan. Apa lagi? Kotak makan pertama."

"Hei! Ku rasa  ini juga pertama kali." Se Yeon menyodorkan piring pada Min. "Pergi. Kamu harus  ambil makan sendiri."

Tapi Min bingung tidak tahu cara mengambil makanannya. "Satu makanan satu piring?"

"Kamu tidak bisa lakukan apapun tanpaku. Ikut aku!"


Se Yeon mengajari Min meengambil makanan apa saja yang dia mau. Seorang pelanggan pria menghampiri Se Yeon dan minta tambahan makanan untuk mejanya. Se Yeon kesal karena dianggap pelayan. Sementara Min tersenyum puas melihatnya.

"Dia kira aku pelayan? Bagaimana bisa dia mengira.... Kamu tertawa? Ini lucu?"

"Kamu terlahir lagi lebih tua dariku."

Se Yeon melepas celemeknya. "Karena ini! Celemek ini! Kmau menyuruhku memakainya untuk mengejekku kan?" Dia memakaikan celemek itu pada Min lagi.

Pelanggan lain minta Se Yeon membawakan minuman. Se Yeon langsung melotot. "Aku ini pelanggan!"

***

Park Ki Nam membalut luka di perutnya di toilet. Dia lalu membeli tiket kereta jurusan Jecheon dengan kartu kredit. Sepertinya itu untuk mengecoh polisi karena kemudian dia beli tiket secara manual dengan jurusan Chuncheon.

***

Ji Wook mengendarai mobilnya. Dia menuju Yangpyeong. Di kertas fax yang dia terima, terlihat nama ayah Oh Yeong Cheol adalah Oh Sheong Cheol.


Min memapah pulang Se Yeon yang mabuk dan terus meracau panjang lebar. "Aku bukan Ko Se Yeon yang lama."

"Benar! Sekarang kamu berat! Jadi cobalah berjalan!"

Mereka berdua malah jatuh ke kasur. "Aku pusing," keluh Se Yeon.

"Ku bilang jangan minum!"

Se Yeon sengaja pose sok seksoy. "Aku pusing." Pusing tapi tatapan matanya tajam

"Tunggu di sini! Akan ku ambilkan air."

Se Yeon menyadarkan dirinya. "Ada apa denganku? Kenapa aku bertingkah sekseh dan menyentuhnya begitu? Daebak! Aku tidak percaya ini!" Se Yeon memukul kepalanya sendiri. Sadarlah! Meskipun tampan, dia tetep Min." Prettt!! Begitu Min datang, Se Yeon langsung pose lagi.


"Bangunlah dan minum ini!"

"Tapi aku pusing. Aku sangat pusing." Sekarang Se Yeon bergelendot manja ke Min. Min menyuapinya minum lalu menyuruhnya tidur. Dia bilang akan buat sup pereda pengar saat kembali nanti.

"Apa? Kamu tahu pukul berapa ini? Mau kemana? Mau ke rumahnya lagi?"

"Jangan tunggu! Tidurlah!" Min mematikan lampu lalu menutup pintu kamar Se Yeon.


"Sia*an! Dia tahu aku sendirian saat dibunuh. Tapi dia meninggalkanku tiap malam. Kenapa dia menyelamatkanku? Dia tidak berperasaan!" keluh Se Yeon sedih. Dia memegang kedua lututnya. "Ini tidak menakutkan. Kamu tidak apa. Tidak apa-apa Se Yeon. Kamu tidak takut." Se Yeon menutup wajahnya dengan telapak tangannya.


Sementara Min, dia duduk di depan apartemen Hee Jin sambil menatap fotonya dan Hee Jin. Ingatannya melayang ke waktu dimana dia memberikan sebuket bunga cantik pada Hee Jin di depan pintu apartemen Hee Jin. Mereka menghabiskan malam romantis bersama. Min bahkan mengajak Hee Jin untuk tinggal bersama sampai waktu pernikahan, Tapi Hee Jin meminta Min menunggu saja karena pernikahan hanya tinggal menunggu waktu.

"Apa kamu sungguh hanya memanfaatkanku?" gumam Min sedih. Lalu dia membuka buku catatan Park Ki Nam. Dia halaman belakang, ada foto Mi Jin dan sebuah catatan, 'Pukul tiga, Chuncheon Sky Memorial Park, menemui Mi Jin'.


Park Ki Nam berjaan tertatih di tengah hutan. Dia menelepon rumah sakit perihal pria berusia 70 tahunan yang dibawa ke IGD.

"Dia meninggal sebelum sampai rumah sakit," ucap resepsionis.

Park Ki Nam langsung memutus sambungan telepon dan tersenyum. Padahal si resepionis belum selesai bicara karena ada dua pasien pria 70 tahunan.

"Semua sudah berakhir," ujar Park Ki Nam senang.


Se Yeon keluar kamar karena haus. Dia memeriksa kamar Min tapi Min belum pulang.


Min sendiri baru turun dari taksi di Chuncheon Sky Memorial Park. Dia bersiap dengan sebilah kayu di tangannya. "Aku berlatih kendo selama 10 tahun. Aku master. Tidak peduli siapa yang datang, aku.... Aaaaaa!" Min menjerit kaget saat ada kucing lewat.


"Astaga! Mengagetkan saja." Min mengeluh karena harus mencari kuburan Park Mi Jin di tempat yang sangat luas itu. Tiba-tiba Min mendengar suara orang kesakitan.

Park Ki Nam merintih menahan sakit di depan makam Park Mi Jin. Dari mulutnya keluar darah segar. Dia menyentuh nisan anaknya. "Demi dirimu, ayah menghukum pria jahat itu yang membuatmu berada di sini, dengan tangan ayah sendiri." Park Ki Nam menangis. "Kini ayah pantas melihat putri cantik ayah kan? Bertahanlah! Ayah akan melindungimu di sana nanti. Tunggu ayah!"


Park Ki Nam menuang minuman (racun kayaknya) ke gelas dan hendak meminumnya tapi tangannya di tendang oleh Min.

"Park Ki Nam! Ini curang," ucap Min.

"Apa kamu polisi? Sudah terlambat." Park Ki Nam muntah darah. "Aku baru saja melakukan yang kalian tidak bisa." Park Ki Nam mengambil kembali botol racunnya tapi Min segera merebutnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu mati di hadapanku. Meskipun kamu mati, aku akan menyelamatkanmu lagi." Min lalu menelepon seseorang.


Beberapa saat kemudian, Park Ki Nam sudah dirawat di Rumah Sakit Umum Chuncheon. Beruntung dia masih bisa diselamatkan. Min menungguinya sampai dia sadar. Begitu Park Ki Nam sadar, Min langsung mengacungkan kayu yang sejak semalam dia bawa dan menyuruh Park ki Nam agar tidak bertindak ceroboh.

"Aku hanya punya satu pertanyaan. Jaksa Ko Se Yeon. Apa kamu membunuhnya?"

Bersambung ke Abyss episode 3 part 3





1 komentar


EmoticonEmoticon