He is Psychometric Episode 2 Part 2 (Drama Korea)

He is Psychometric
Episode 2 Part 2


Sumber konten dan gambar : TVN

Baca He is Psychometric episode 2/1

Bibi Sook Ja membujuk Jae In agar tidak menjual kembali tasnya karena tas itu dia dapatkan hanya setengah harga. Jae In tidak peduli. Dia memotret tas itu beserta bibinya dan langsung mempostingnya. Dia bilang dia selalu dapat lumayan karena menjual barang-barang desainer yang bibinya beli.


Jae In mendapat telepon dari seorang pendeta, padahal tadinya dia kira dari orang yang ingin membeli tas.

"Halo paman. Terimakasih sudah membantuku pindahan."

Bibi tersenyum senang karena bukan dari pembeli.

"Pelindungmu (daddy long legs) melakukan semua kerja keras."

"Dia sudah mengirim uang selama tiga tahun. Dan kali ini bahkan dia mencarikanku sekolah dan membelikanku rumah. Bagaimana bisa aku membayarnya? Bisakah Anda minta pada pelindungku lagi? Aku ingin bertemu dengannya."

"Baiklah. Aku akan menghubunginya."


Ternyata pendeta itu sedang bersama Sung Mo. Sung Mo sendiri sedang asyik menemani anak-anak bermain sepak bola. Terlihat satu anak laki-laki yang tidak ikut bermain.


Jae In akan berangkat untuk bekerja paruh waktu. Dia naik sebuah bis dari pintu belakang sementara Lee An terlihat turun dari bis yang sama namun melalui pintu depan.

Lee An menelepon kakaknya yang katanya akan pulang terlambat lagi.

"Kapan kamu akan menangkap pelakunya? Kamu punya saudara kandung lain yang harus di jaga?"

"Kenapa? Ada yang mau kamu katakan padaku?" Tanya Sung Mo yang saat ini sedang menyetir.

"Hyung. Jika karena suatu alasan tertentu atau secara kebetulan aku di usir atau mendapat catatan kriminal, kamu tetap akan menemuiku kan?"


Seekor guguk kecil tampak menghampiri Lee An.

"Aku tidak akan melihatmu sampai kamu mati."

"Meskipun aku tak melakukannya dan aku dituduh bersalah? Meski dunia yang harusnya disalahkan bukannya aku?"

Lee An menggendong guguknya.

"Kamu mungkin mengharapkanku untuk ada disini. Meski ada yang melawanmu. Tapi aku akan jadi orang pertama yang membelakangimu. Hidupmu sudah menyedihkan. Aku tidak mau melihatmu lebih menyedihkan lagi."


Lee An masuk rumah. "Kamu menghafal kalimat itu? Kamu seperti sedang ngerap."

Sung Mo bilang dia sudah tahu bagian pengusiran. Dia bertanya apa catatan kriminalnya?

"Jangan bilang kamu menemui teman-teman lamamu."

"Aku hanya membayangkan skenario terburuk."

"Jangan membayangkannya karena kamu selalu memperlihatkan sesuatu yang lebih buruk."

Ler An tertawa. "Aku anggap itu pujian."

Sung Mo menutup teleponnya. Meski tadi terdengar tidak peduli, tapi nyatanya sekarang dia tersenyum.


Lee An melihat fotonya bersama ayah dan ibunya yang terpajang di dinding.

"Kenapa ayah dan ibu melihatku begitu lagi?"

Lalu pada guguknya, Lee An berkata, "Hei, tidak bisakah kamu mempercayaiku juga?"


Malam harinya, Lee An mengendap-endap masuk ke SMA Do Hyoen. Dia berhenti di depan ruang guru dan menggunakan kemampuan psikometrinya untuk mengetahui kode pintu masuknya. Tapi Lee An hanya melihat orang-orang menekan angka 6 da  2.

"Aishh! Aku masih butuh dua digit lagi."


Lee An mencoba menekan angka 6262 tapi ternyata gagal. Dia lalu mencoba melihat tombol angkanya. Mendengarkan alias mendekatkan telinganya ke tombol. Dan yang terakhir dia mencium tombol-tombol itu.

Saat itulah Jae In datang. "Sedang apa?"


Lee An terkejut melihatnya. "Sejak kapan kamu ada di situ?"

"6,2? Aishh! Aku masih butuh dua digit angka lagi. Sejak saat itu." Jae In lalu memuji Lee An yang bosa mendapatkan kode sandinya.

Mulai deh sombongnya. "Aku memang pandai menyiapkan sesuatu."


Jae In menyuruh Lee An minggir. Dia memencet beberapa tombol dan pintu berhasil terbuka. Lee An takjud melihatnya. Dia bertanya dari mana Jae In mendapatkannya.

"Ulang tahun sekolah adalah 2 Juni 2002. Para guru menginginkan kode yang sederhana dan mudah di ingat."


Mereka berduapun masuk ke ruangan guru dan menyalakan senter masing-masing. Lee An bertanya apa Jae In baik-baik saja bersama si mes*m yang dia laporkan di tempat yang kecil itu dan di tengah malam pula?

Jae In menunjukkan stun gun (alat kejut listrik) yang dia bawa. Seketika Lee An mundur karena kaget. "Astaga!"


Ji Soo masih di kantor dan sibuk memeriksa catatan pegawai di Rumah Perawatan Hanmin. Dia akhirnya menemukan profil pengasuh yang merawat tiga korban kebakaran. Ji Soo langsung menelepon Sung Mo yang lagi-lagi sedang menyetir.

Ji Soo melaporkan temuannya. "Pengasuh yang bertanggung jawab atas kamar nomor 701 namanya Kang Hee Sook. Ingat cincinnya?"

"Kamu memikirkannya selama ini? Aku akan ke tempatmu sekarang."

***

Jae In memeriksa semua komputer guru tapi semuanya terkunci kecuali komputer guru etika. "Mereka terlalu melebih-lebihkanmu. Mereka berpikir kamu pelakunya. Mereka kira itu pujian atau apa?"

"Aishh!"


Lee An duduk di kursi guru gendut. Dia mengawasi Jae In yang sibuk memeriksa lagi. Setelah yakin Jae In tidak melihatnya, dia menggunakan kemampuannya dan memegang meja.

Terlihat guru gendut memakan permen. Lalu dia mengupil dan meletakkan upilnya di bawah meja. Tepat saat itu Lee An juga sedang memegang bagian bawah meja itu. Lee An langsung membuka matanya dan menggosok-gosokkan tangannya ke celananya. "Jorok!!"

Jae In memeriksa laci guru matematika. Pada laci ketiga, dia menemukan majalah dewasa di sana.

"Dia menyita semua ini dari para murid?"


Lee An yang sudah berdiri di belakangnya Jae In langsung tertarik. Dia berniat mengambil majalah itu tapi Jae In langsung menutup lacinya hingga tangan Lee An terjepit. Saat itulah Lee An mendapat penglihatan.


Dia melihat seorang perempuan memakai topi dan mengambil tempat pensil berwarna kuning dari dalam laci.

"Wanita?" Gumam Lee An. Tampak darah mengalir dari hidungnya. Lee An mimisan.


Jae In mengarahkan senternya pada Lee An. "Hei mes*um! Kenapa hidungmu yang berdarah saat tanganmu yang terluka?"

Lee An mengelap sedikit hidungnya lalu segera mengambil majalah dari dalam laci.

"Itu karena aku fokus pada suatu hal."

Jae In menyalakan stun gun-nya dua kali. "Dasar mes*m gila! Jangan berani mendekatiku."

"Aish!! Bukan itu yang kupikirkan." Lee An mengambil tisu lalu menyumpalkannya ke hidungnya. Aku yakin aku sedang merasakan sesuatu." Lee An lalu memeluk majalah itu.


Jae In memeriksa lemari tempat menyimpan berkas-berkas ujian. Sementara Lee An sibuk menyentuh barang-barang berharap bisa melihat sesuatu yang penting. Tapi sepertinya dia tidak berhasil menemukan apapun.


Jae In menemukan lembar jawaban Lee An. "Ini benar-benar gila. Kamu menyalin semua jawaban teman yang duduk di depanmu? Bahkan jawaban yang salah. Bagaimana bisa?"

"Sudah ku katakan. Aku memang biasa begitu. Tapi aku tidak menyelinap ke ruang guru."


Lee An menatap tangannya. "Aku juga cukup terpana dengan kemampuanku sendiri."

Lee An mendekati Jae In. "Ngomong-ngomong. Aku sudah memikirkannya. Pelakunya mungkin menyelinap ke ruang guru karena alasan lain."

"Apa?"


"Tiba-tiba aku menyadarinya. Mungkin karena sesuatu yang di sita guru matematika. Lebih spesifiknya lagi, sebuah tempat pensil berwarna kuning dengan rokok di dalamnya.

Jae In mengarahkan senternya ke wajah Lee An hingga Lee An silau.

"Maksudmu pelakunya datang ke sini untuk mengambil rokok sehari sebelum ujian?"

"Atau mungkin pena keberuntungan mereka untuk ujian."

"Pena bukanlah cincin. Kenapa ada orang yang berani mengambil resiko besar? Lebih baik baca saja majalah itu!"

"Wah! Kamu berlebihan."


Ji Soo dan Sung Mo bertemu di sebuah tempat makan. Ji Soo menunjukkan data Kang Hee Sook yang hari itu bertugas di kamar 701. Tapi anehnya dia menghilang setelah kejadian kebakaran. Mungkin dia yang di lihat Lee An dalam visinya.

"Bukankah itu mencurigakan?" Tanya Ji Soo sambil menuangkan minuman ke gelas Sung Mo.

"Menurutmu dia kaki tangan dari kasus pembakaran itu?"

"Tidak. Itu terlalu berlebihan. Tapi terlalu mencurigakan juga untuk dibiarkan saja."

Sung Mo bilang semua orang sibuk menuntut rumah sakit dengan mengklaim trauma mereka yang disebabkan kebakaran. Jadi aneh juga kalau pengasuh itu malah menghilang.

"Dia tinggal di komplek studio di belakang rumah sakit. Mau ikut bersamaku?"


"Tidak. Telepon saja aku saat kamu bertemu dengannya. Aku harus bertemu seseorang yang sangat ingin bertemu denganku."

"Ya."

Sung Mo pergi meninggalkan Ji Soo. Sepertinya Ji Soo kecewa.


Jae In jongkok dan sibuk memeriksa isi sebuah kardus. Sementara Lee An menaruh kepalanya di meja guru matematika dengan mata yang terpejam. Tangannya terus meraba-raba.

"Hei! Kalau kamu mau tidur mending pulang saja! Kamu membuatku gugup."

Lee An tidak mendengarkannya. Dia terus bergumam sendiri. "Topi hitam. Pakaian hitam. Kantong kuning. Wanita."

Tiba-tiba Lee An berdiri. Entah apa yang dilihatnya, tapi  Lee An berkata dengan yakin kalau tidak pernah ada orang mencuri kertas ujian.

"Selesai!"

"Ngomong apa sih dia?"

"Aku terlalu fokus hari ini. Dan aku mulai pusing." Lee An mendekati Jae In. "Hei. Kamu punya permen?"

"Jangan bicara omong kosong dan pergilah!"


Tiba-tiba ada sorotan lampu senter dari luar. Ternyata pak satpam lagi patroli. Lee An segera merunduk.


Jae In dan Lee An bersembunyi di balik cermin besar. Pak Satpam melewati mereka.


Di tempat yang sangat sempit itu, mata Jae In dan Lee An bertemu. Jae In tertegun. Dia teringat mata yang dia lihat di toilet. Sepertinya dia mulai berpikir kalau bukan Lee An pelakunya.


Lee An melihat sebelah sepatu Jae In yang keluar dari batas cermin. Dia memberi kode pada Jae In untuk bergeser. Karena Jae In diam saja, akhirnya Lee An menariknya mendekat.


Saat itulah Lee An melihat sebuah penglihatan. Dia melihat angka 3145. Lee An tanpa sadar menyebutkan angka itu.

"3145."

Jae In sontak terkejut dan menatap Lee An.

Pak Satpam sudah pergi. Lee An mengajak Jae In pulang. Tapi saat Lee An akan melangkah keluar, Jae In malah menariknya mendekat.


"Siapa kamu?"

Bersambung ke He is Psychometric episode 2 part 3

1 komentar


EmoticonEmoticon