Hotel Del Luna Episode 1 Part 2

Hotel Del Luna
Episode 1 Part 2


Sumber konten dan gambar : TVN

Jang Man Wool menatap bulan purnama. Terdengar musik dari sebuah piringan hitam.

Pak No Joon Seok mengetuk pintu lalu masuk. "Sajang-nim, sudah bangun? Ini bulan purnama. Sepertinya kita akan punya banyak tamu."

"Ketika bulan terang, 'mereka' bisa melihat tempat ini dari jauh. Jadi mereka akan merangkak ke sini dari semua tempat.

Pak No bilang dia akan menyalakan tanda hotel. Man Wol menyuruhnya membuka hotel untuk bisnis. Suasana hatinya buruk saat melihat bulan purnama. Dan hari ini semakin buruk. Jangan terima siapapun yang meninggal karena kematian yang mengerikan.

Menurut Pak No, tidak seharusnya mereka pilih-pilih tamu.

"Jangan terima. Mereka tidak akan terburu-buru karena mereka sudah meninggal," ujar Man Wol.

"Aku akan berhati-hati agar mereka tidak menghalangimu." Pak No memberi hormat lalu berjalan pergi.


Man Wol menatap purnama dengan tajam. "Bulan sia*an! Aku sangat muak."


Papan nama Hotel Del Luna menyala. Sulur-sulur tanaman dengan cepat merambat merayapi dinding-dinding hotel. Dan secara ajaib, hotel yang semula kecil, bertransformasi menjadi hotel yang begitu megah. Bangunannya tampak paling menonjol di tengah jantung kota Seoul. Keindahannya memancar di bawah sinar bulan purnama. Tingginya seolah menembus awan.


Pak Koo (ayah si anak yang ulangtahun) berlari menghindari kejaran polisi. Sepertinya dia habis mencuri, karena saat dia terjatuh di tangga, tampak berangkas kasir terjatuh dari dalam tasnya. Ternyata isinya tidak seberapa. Pak Koo bangkit dan kabur lagi saat mendengar peluit polisi. Dia sampai di depan Hotel Del Luna.


Pak Koo penasaran lalu mengintip ke dalam hotel dan melihat resepsionis pria, Ji Hyun Joong yang sedang memeriksa bukunya. Pak Koo menggaruk kepalanya. Dia penasaran apa dia harus membayar hanya untuk masuk ke dalam.


Pak Koo mengibas-ngibaskan bajunya yang berdebu akibat terjatuh tadi. Dia juga membetulkan ikatan tali sepatunya. Saat dia sedang berjongkok itulah, arwah wanita yang tenggelam di sungai Han berjalan melewatinya. Pak Koo melihat wanita itu masuk ke dalam hotel.


Hyun Joong bertanya apa wanita tadi datang sendirian? Wanita itu mengangguk. Dia ditanya lagi apa ingat sudah berapa lama sejak dia mati. Katanya sudah sekitar 10 hari. Hyun Joong lalu mengantarnya masuk ke lift.

Pak Koo memperhatikan dari jendela. Dia diam-diam membuka pintu dan masuk ke dalam lift. Dia dibawa entah ke lantai berapa. Begitu pintu lift terbuka, Pak Koo keluar dan takjub melihat tempat itu yang begitu megah.


Pak Koo duduk di sofa di depan wanita sungai Han. Lagi-lagi dia penasaran apa dia harus bayar hanya untuk duduk di sana? Dia lalu melihat si wanita.


"Apa kau baik-baik saja? Kau terlihat tidak cukup sehat. Darimana kamu sebasah itu?"

"Sungai Han."

"Sungai Han?" Pak Koo bergumam sendiri, apa wanita itu bermain air di tengah malam?. "Apa tempat ini mahal? Menurutmu, apa mereka akan meminta mahal hanya untuk duduk di lobi?"

"Entah. Ini pun kali pertama bagiku."

Pak Koo mengangguk. Tampaknya dia tidak menyadari kalau belakang telinganya berdarah. Wanita Sungai Han yang melihatnya bertanya Pak Koo kenapa.

Pak Koo mengaku kalau dia berguling menuruni tangga. Dia memekik kesakitan saat menyentuh luka di kepalanya. Dia lalu menatap tangannya yang terkena noda darah.


Sepertinya Pak Koo sebenarnya sudah meninggal. Tubuhnya tergeletak di bawah tangga dengan darah mengucur dari kepalanya. Eh! Tapi jarinya bergerak sedikit. Polisi yang mengejarnya membunyikan peluit dan menghampirinya.

Di Hotel Del Luna, Pak Koo celingukan. Sepertinya dia bisa mendengar suara peluit polisi. Dia pergi sambil menutupi telinganya.


Hyun Joong berjalan dengan Pak No. Dia bilang sudah lama mereka tidak kedatangan hantu air. Pak No tanya apa hantu airnya terlihat kotor. Karena Sajang-nim tidak dalam suasana yang baik, mereka harus membawa hantu air ke kamarnya agar Sajang-nim tidak melihatnya.


Mereka berpapasan dengan Pak Koo. Mungkin Pak Koo takut disuruh bayar, jadinya dia berbelok dan pergi. Pak No tampak memperhatikannya. Katanya Pak Koo tidak dari sana. Dia datang ke tempat yang salah.

"Artinya dia tidak mati? Dia orang hidup?" Tanya Hyun Joong.

"Jika Sajang-nim melihatnya, dia akan mati. Kita harus keluarkan dia dari sini secepat mungkin."


Pak Koo sampai di koridor hotel. Dia melihat jamnya. Dia harus bersembunyi disana setidaknya selama beberapa jam. Haruskah dia bersembunyi di kamar mandi? "Ya benar. Ayo kita sembunyi di kamar mandi."

Pak Koo pergi. Tapi dia balik lagi untuk melihat pajangan ular yang melilit guci. Pak Koo jelas kagum. "Apa ini emas? Wah! Ini terlihat sangat mahal." Pak Koo mengangkat pajangan itu. "Tidak. Sekarang ini bukan hal penting." Pak Koo meletakkan pajangannya kembali. Dia melambaikan tangannya dan berharap dia bisa melihatnya lagi. Doengggg!


Begitu Pak Koo pergi, ular pajangan menjelma jadi ular sungguhan. Ular itu turun dari meja dan mengikuti Pak Koo.

Pak Koo sampai di ujung koridor dengan papan bertuliskan kolam renang. Tiba-tiba pintunya terbuka sendiri. Pak Koo sedikit menutupi wajahnya karena silau. Dia masuk ke sana. Ternyata kolam renang yang dimaksud adalah pantai!!


Pak Koo menutup matanya beberapa detik lalu membukanya lagi. Dia heran karena ada pantai disana.

Seorang pegawai hotel, Bu Choi Seo Hee, menghampiri Pak Koo. Dia bertanya apa Pak Koo mau berenang? Mereka bisa pinjamkan baju renang. Berapa nomor kamar Pak Koo?


Dengan gugup Pak Koo bilang kalau dia baik-baik saja. Dia lalu kabur masuk ke kafe hotel. Disana ada Pak Kim Sun Bi yang menyambutnya. Tapi lagi-lagi Pak Koo langsung kabur.


Pak Koo sampai di rooftop. Rambutnya berkibar tersapu angin. Dia takjub melihat pemandangan di bawahnya. "Wow! Aku tidak tahu gedung ini sangat tinggi. Aneh sekali." Pak Koo melihat ke bawah lagi dengan ngeri. "Menakutkan!"


Pak No, Hyun Joong, Bu Choi, dan Pak Kim berkumpul.

"Orang hidup ada di sini?" Tanya Pam Kim.

"Sepertinya dia berkeliaran di hotel bahkan tanpa tahu tempat apa ini sebenarnya," jelas Pak No.

Bu Choi menyahut. "Jika dia tak segera pergi, dia akan mati."

"Yang paling buruk, dia akan hadapi kematian, tapi kita akan sangat dimarahi jika sajang-nim tahu," ucap Pak Kim. "Dia akan pastikan ini tidak terlupakan selama 50 tahun. Kamu tahu apa yang selalu dia katakan.


Hyun Joong, Bu Choi, dan Pak Kim mendongak membayangkan Jang Man Wool. Dia memakai kacamata sambil berkata, "Hanya ini yang dapat kalian lakukan? Kalian pasti menganggapku sebagai lelucon." Man Wol melepas kacamatanya. "Jika kalian melakukan kesalahan seperti ini sekali lagi, aku akan tempatkan kalian di bus yang menuju ke alam baka."

Man Wool menggebrak meja hingga kertas-kertas dimeja beterbangan dan lenyap tak tersisa. "Apa kalian mengerti?"


Hyun Joong ngeri memikirkan hal itu. "Aku merasa ini salahku. Bagaimana ini?"

"Kenapa kamu selalu salahkan diri sendiri? Tapi ini salahmu," kata Pak Kim.

Bu Choi menambahkan kalau dia tidak bisa bertanggungjawab atas masalah ini. Dia masih punya pekerjaan di dunia ini. Dia tidak bisa naik bus ke alam baka.

Hyun Joong kontan mengeluh. "Aish aku dikutuk. Kenapa manusia bodoh itu harus datang kesini? Sialan!"

Bu Choi yakin cepat atau lambat Man Wol pasti akan melihat jiwa manusia yang hidup berkeliaran di sekitar hotel. Jika Man Wol tahu, Pak Koo tidak akan bisa meninggalkan tempat ini. Dia akhirnya akan mati.


Man Wol mengetuk guci yang tadinya dililit ular. Dia menduga pasti ada pencuri datang kesana. Man Wol tersenyum dingin. "Beraninya ada yang mencuri dari hotelku?"


Pak Koo saat ini berjalan melewati lorong berbunga. Dia sampai di taman yang dipenuhi bunga mawar merah dan putih. Kemudian di masuk ke dalam bangunan berbentuk lingkaran. Ternyata di dalamnya ada sebuah pohon besar. Sepertinya itu pohon dimana pedang Man Wol masuk kedalamnya.

Pak Koo takjub melihatnya. Apalagi saat dia melihat beberapa helai bunga di salah satu rantingnya. Dia langsung teringat permintaan anaknya, Koo Chan Seong agar memetikkan bunga untuk hadiah ulang tahunnya.


"Wah ini bagus. Aku akan memberikannya pada Chan Seong. Ini terlihat seperti pohon mati. Tapi bunganya sangat cantik."

Pak Koo hendak mengambil bunga itu tapi tangannya tidak sampai. Dia melompat dan akhirnya berhasil memetiknya. Dia tersenyum senang. Tapi tiba-tiba tubuhnya terlempar ke belakang. Bunga yang dia petik terjatuh ke tanah.


Pak Koo hendak bangun tapi kaki Man Wol menahan dadanya. Pak Koo tampak kesakitan.

"Apa ini? Karena kamu merasa sakit, apa jantung ini masih hidup?"


"Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan? Singkirkan kakimu!"

"Kamu mencuri dariku."

"Aku tidak melakukan apa-apa. Aku tak mencuri apapun."

"Benarkah? Lalu apa ini?" Man Wol menyingkap jaket Pak Koo dengan kakinya. Keluar ular emas dari sana.


Kontan Pak Koo ketakutan dan langsung berdiri. Si ular berjalan ke samping tuannya.

"Kamu mencoba mencurinya."

Pak Koo gelagapan.

"Kamu ingin digigit sampai mati olehnya?"


Si ular menganga seolah hendak menerkam mangsa. Pak Koo mundur ketakutan. Lalu dia berlutut di depan Man Wol.

"Maafkan aku! Aku layak mati atas dosa-dosaku."

"Kalau begitu matilah."

Pak Koo menggeleng. "Aku tidak bisa mati sekarang."

"Semua manusia akhirnya harus mati. Daripada bolak balik, mumpung kamu sudah disini, matilah."


Pak Koo tampaknya bingung dengan ucapan Man Wol.

"Aku pikir kamu tidak sadar ini. Tapi kamu sudah sekarat."

Pak Koo panik melihat tangannya yang tiba-tiba transparan. "Apa yang terjadi padaku? Kenapa ini terjadi?"


Di rumah sakit, alat pendeteksi denyut jantung menunjukkan garis lurus. Dokter berusaha memompa jantung Pak Koo. Dia bahkan menggunakan defibrilator untuk merangsang jantungnya kembali. Chan Seong menangis melihatnya.

Terdengar suara Pak Koo yang meminta ampun pada Man Wol. Dia tidak bisa mati sekarang. Anaknya sedang menunggunya.


"Kasian sekali putramu." Man Wol memungut bunga yang dipetik Pak Koo. "Apa ini?"

"Hari ini adalah ulangtahunnya. Dia ingin menerima bunga sebagai hadiah. Jadi aku memetiknya dari pohon. Maafkan aku."

Man Wol memandangi pohon. "Bunga tak pernah mekar dari pohon ini."


Pak Koo meyakinkannya kalau bunga itu memang dari pohon.

Man Wol tertegun. Dia menatap si pohon. "Kamu membuat bunga untuk manusia ini dan juga memberinya cabangmu? Artinya kamu memberitahuku untuk menyelamatkannya?"

Man Wol tampak berpikir. "Kamu bilang ini adalah hadiah untuk putramu?"

"Untuk ayah bodoh sepertiku, dia adalah anak yang cerdas dan setia yang terlalu baik untukku. Jika kamu memaafkan aku, aku tidak akan berniat buruk lagi. Aku akan mendidik anakku sebaik mungkin."

Man Wol tersenyum. "Baik. Aku suka. Aku akan mengampunimu."

Pak Koo langsung mengucapkan terima kasih. Man Wol menyuruhnya pulang dan membesarkan anaknya dengan baik. "Didik dia dengan baik dan berikan padaku."


"Apa?"

"Karena aku menyelamatkan ayahnya, anak itu harus membalas budi. Kamu bilang dia masih kecil kan?" Man Wol mencoba menghitung. Jika manusia ingin berguna, Pak Koo perlu memberi makan dan membesarkannya sekitar 20 tahun.

"Berjanjilah untuk memberikan putramu padaku."

"Kamu menginginkan anakku?"

"Jika kamu tidak setuju. Matilah malam ini!"

Pak Koo panik karena tubuhnya juga mulai transparan.


Man Wol jongkok di depannya. "Cepat putuskan! Kamu hanya punya beberapa menit untuk tetap hidup."

Pak Koo galau. Dia dilema. Jika dia mati, Chan Seong akan sendirian?

"Mau bagaimana? Kamu mau berikan putramu? Atau kamu mau mati?"

Pak Koo memantapkan hatinya. "Aku berjanji! Ampunilah aku!"


Man Wol tersenyum. "Baik. Bagus." Man Wol berdiri dan meletakkan tangannya di atas kepala Pak Koo. "Dua puluh tahun kemudian, aku akan pergi menjemput putramu."


Man Wol menyentuh kepala Pak Koo. "Pergilah!"

Seketika Pak Koo menghilang dari Hotel Del Luna. Sementara di rumah sakit, Pak Koo membuka matanya.

Bersambung ke Hotel Del Luna episode 1 part 3


EmoticonEmoticon