Sinopsis Abyss Episode 12 Part 1

Drama Korea
Abyss
Episode 12 Part 1


Sumber konten dan gambar : TVN


Cha Min dan Ji Wook saling menatap. Ponsel Ji Wook terus berdering. Dia bilang akan pergi karena ada kegiatan yang lebih baik. Ji Wook sengaja menyenggol bahu Min saat pergi.


Se Yeon keluar dari ruang rawat ibu Hee Jin sambil terus menghubungi nomor 'Tae Jin'. Dia mencari sumber dering ponsel dan melihat Ji Wook yang mengambil ponsel dari sakunya. Se Yeon melewati Min begitu saja dan menyusul Ji Wook lalu membalik badan Ji Wook hingga Ji Wook kesakitan memegangi bahunya. Se Yeon jelas terkejut. Dia menarik baju Ji Wook hingga bahu Ji Wook  yang diperban tersingkap.


Se Yeon menatap Ji Wook tajam. "Kamu Oh Tae Jin kan?"

Min yang menyusul Se Yeon terkejut mendengar pertanyaan Se Yeon.


Ji Wook melepaskan tangan Se Yeon dari bajunya. "Ada apa denganmu? Ini aku. Seo Ji Wook." Ji Wook mendekat ke telinga Se Yeon dan berbisik, "Siapa yang akan mempercayaimu? Kamu bahkan tidak ada di dunia. Sama seperti kamu Lee Mi Do, aku Seo Ji Wook."

Se Yeon terlihat gemetaran. Min mendekat dan mendorong Ji Wook. "Apa yang kamu lakukan?"


Ji Wook membetulkan bajunya sambil tersenyum tipis lalu pergi.

Se Yeon lemas. Badannya luruh ke lantai. Min memeganginya dan bertanya ada apa.


Se Yeon menjawab dengan suara bergetar. "Ji Wook,,, Dia,,, Ji Wook kaki tangannya." Se Yeon ingat saat Ji Wook mendekat padanya sebelum mencekiknya. "Dia belum mati," ucap Ji Wook saat itu. Se Yeon menatap ke depan dengan tatapan marah.


Dong Cheol menasihati Hee Jin untuk istirahat dulu dan pergi besok pagi saja karena sudah larut malam dan berbahaya. Tapi Hee Jin berkeras ingin pergi sekarang juga setelah dia mandi dan berkemas.

"Jangan cemaskan aku dan pergi saja ke markas."

"Aku sebenarnya tidak mencemaskanmu. Omong-omong, baiklah. Telepon aku begitu pergi. Aku tidak ingin kamu sendirian. Aku akan minta anak buahku mengantarmu."

"Terimakasih."

"Masuklah. Kamu harus meneleponku, ya?"

Hee Jin meninggalkan Dong Cheol yang menggerutu sendirian. "Kenapa dia membuatku mencemaskannya?"


Hee Jin sedang mengemasi baju-bajunya. Dia melihat ada tiga panggilan tidak terjawab dari Se Yeon. Dia berniat menelepon balik tapi urung karena bel rumah berbunyi. Hee Jin menuju layar interkom dan melihat Ji Wook. Dia terlihat kesakitan. Ji Wook memperkenalkan diri sebagai Jaksa Seo Ji Wook dari kantor kejaksaan. Hee Jin membukakan pintu untuknya. Tapi begitu melihat luka Ji Wook, Hee Jin kontan langsung menutup pintunya. Tapi Ji Wook berusaha menahan pintu.

"Ini aku, Oh Tae Jin."

"Tae Jin Oppa?"

Nafas Ji Wook terengah-engah seolah menahan sakit. "Tolong,,,, Selamatkan aku, Su Jin." Tiba-tiba saja Ji Wook ambruk ke lantai. Hee Jin reflek menolongnya.


Beberapa saat kemudian, Ji Wook sudah berbaring di kamar Hee Jin. Hee Jin dengan telaten mengelap keringat Ji Wook yang tertidur. Dia melihat bekas luka di dahi Ji Wook. Sontak ingatannya melayang pada kejadian puluhan tahun silam.


Flashback

Tae Jin menangis sambil memohon ampun pada Oh Yeong Cheol. Dia berlutut sambil terus menangkupkan kedua tangannya memohon ampunan ayahnya. OH Yeong Cheol yang tidak mengenal belas kasihan menariknya dan menamparnya dengan keras beberapa kali.

Seorang anak perempuan, aku asumsikan sebagai Hee Jin kecil, melihatnya dan terlihat tidak tega melihat kakaknya dipukuli tanpa ampun. "Sebenarnya, aku yang memecahkannya. Tae Jin Oppa tidak bersalah," aku Hee Jin sambil menangis.

Oh Yeong Cheol mendekati Hee Jin. "Artinya kamu membohongiku, putri kecilku?" Hee Jin mengangguk. "Dan kamu setuju membantunya berbohong," ucap Oh Yeong Cheol pada Tae Jin yang terbaring di lantai. Oh Yeong Cheol menatap Hee Jin. "Diam dan tunggu, Kamu selanjutnya."

Oh Yeong cheol kembali pada Tae Jin. Tae Jin menatapnya marah. "Kenapa? Kamu marah?"

Tae Jin mengambil guci kecil di meja lalu memukulkannya ke kepala Oh Yeong Cheol hingga gucinya pecah. Dia lalu mengambil pecahan guci dan hendak menggunakannya untuk menikam Oh Yeong CHeol. Tapi Oh Yeong Cheol yang psiko tentu saja lebih kuat darinya. Dia menahan tangan Tae Jin.



"Menyerahlah! Kamu sudah kalah." Oh Yeong Cheol menampar Tae Jin lagi hingga Tae Jin terjatuh ke lantai dan dahinya terluka terkena pecahan guci. Hee Jin terisak melihatnya.

Flashback end



Hee Jin memandangi Ji Wook. Ji Wook bangun.

"Kamu tidak apa?" tanya Hee Jin.

"Su Jin-a!" Ji Wook berusaha duduk meski kesakitan. Hee Jin tidak membantunya dan berdiri. "Kenapa muncul setelah lama?" tanyanya.

"Entah harus mulai darimana menjelaskan yang terjadi. Tapi,,,,"

"Kamu tidak muncul saat kami mencarimu. Kamu tahu yang dilalui Ibu dan aku,,,, setelah kamu pergi?" Mata Hee Jin berkaca-kaca.

Ji Wook menyadari kalau tidak seharusnya dia kabur. "Maafkan aku Su Jin. Maaf."

"Kemana saja kamu? Dan darimana luka itu? Bagaimana kamu bisa terluka?"

"Oh Yeong Cheol. Bedeb*h itu berhasil menemukanku."

***

Se Yeon berusaha menghubungi Hee Jin tapi tidak di angkat. Dia rasa dia harus menemui Hee Jin. Jika Ji Wook menyerahkan Jang Sun Young pada Oh Yeong Cheol, artinya Ji Wook tahu keberadaan Hee Jin. Ini terlalu berbahaya.


Min menahan Se Yeon berniat pergi lalu mendudukannya kembali ke sofa. Dia memegang tangan Se Yeon.

"Se Yeon, ku mohon! Bisa tolong pikirkan saja dirimu sendiri? "

"Aku tidak apa."


"Tapi aku tidak suka ini. Kamu tidak bisa makan atau tidur. Kamu stres dan cemas tiap hari. Kamu pernah pikirkan perasaanku yang harus melihatnya? Jika Seo Ji Wook sungguh pembunuhmu, aku ingin menghukumnya lebih dari siapapun. Dan jika kamu mau, aku bisa langsung bertindak dengan yang ku miliki."

"Aku tahu. Aku tahu semua itu. Tapi jika kita menghukumnya dengan mudah, tidak ada maknanya," ujar Se Yeon.

"Benar. Aku mengerti perasaanmu. Aku tahu kamu akan merasa seperti itu karena aku sangat mengenalmu. Karena itu aku membantumu menangkapnya dengan cara yang kamu inginkan. Tapi lihat Se yeon, aku harus melihatmu membahayakan diri dan melukai dirimu. Pikirkan bagaimana perasaanku."

Se Yeon tersenyum tipis. "Min-a! Sejak kecil aku selalu berbuat semauku. Walau orang lain mencoba mencegahku dengan berkata itu berbahaya,  dan kemungkinan aku gagal serta terluka, kamu tahu darimana aku dapat keberanian?" Se Yeon menatap Min. "Kamu. Ksatria hitam yang selalu membantuku agar aku tidak perlu bersusah payah? Tentu, itu menyenangkan. Tapi mungkin ini karena aku juga pejuang. Aku tidak butuh ksatria yang mengacungkan pedang disisiku."

"Lalu aku apa? Paramedis?"

"Bukan. Kamu tamengku."

"Tameng?"

"Ya. Seperti rumah."

"Aku benda mati? Rumah?"


Se Yeon tertawa kecil. "Ya. Di pertempuran, tidak ada yang menyemangati prajurit lebih efisien dari ini. 'Kita akan menang dan kembali ke rumah'. Tempatku merasa paling aman dan nyaman seumur hidupku, yang menjadi pertempuran tanpa henti. Orang yang membuatku tersenyum, memberiku kekuatan, dan karena itu membuatku tak terkalahkan. Bagiku kamu orang itu." Se Yeon memegang tangan Min. "Dan kamu selalu ada di sisiku tak peduli apapun." Se Yeon memeluk Min. "Terimakasih."


Min membalas pelukan Se Yeon. "Tapi tetap saja, aku mencemaskanmu setiap saat. Tapi aku tidak bisa menghentikanmu. Pikirkan saja perasaanku dan jangan paksakan diri, ya?" Se Yeon mengangguk.


Ji Wook pulang ke rumahnya. Dia melihat sepasang sepatu di depan. Di dalam, Oh Yeong Cheol sedang duduk santai dengan kaki di atas meja.

Ji Wook menghampirinya. "Kamu tidak boleh kemari."

"Ini tempat paling aman kan? Pembunuh berantai kabur ke rumah jaksa. Siapa yang berani membayangkan ini mungkin?"

Ji Wook memberitahu kalau Se Yeon tahu soal mereka. Dia duduk di sofa dan menjelaskan karena jejak darah yang tertinggal di TKP. "Kenapa kamu membiarkan emosimu menguasaimu? Jang Sun Young tidak akan untuk sementara, tapi Su Jin masalahnya. Dia tidak akan membantu Se Yeon selama Jang Sun Young masih hidup. Aku peringatkan dia. Dia akan segera mendatangimu, jadi, tunggu saja sementara."

Ji Wook berdiri tapi Oh Yeong Cheol menyuruhnya duduk. Dia kesana bukan untuk membicarakan hal semacam itu.


Beberapa saat kemudian, Oh Yeong Cheol menjahit luka di bahu Ji Wook. Setelah selesai, dia menyuruh Ji Wook membersihkan lukanya sendiri dua kali sehari. Setelahnya, Oh Yeong Cheol mengambil mantelnya lalu pergi.


Se Yeon dan Min menemui Dong Cheol di kepolisian Dongbu. Dong CHeol memberitahu kalau nomor Tae Jin sudah tidak aktif dan dia menggunakan ponsel prabayar.

"Maka tidak ada bukti kuat untuk menetapkan Ji Wook sebagai tersangka," ujar Min.

Menurut Se Yeon, jika mereka bisa membukatikan Ji Wook putra biologis Oh Yeong Cheol, mereka bisa gunakan media untuk membuka investigasi ulang.

"Menurutmu Se Ji Wook akan setuju untuk tes DNA?" tanya Dong Cheol.

Se Yeon mencabut sehelai rambut Min sampai Min mengaduh. Memangnya sesulit apa? Mereka hanya butuh sehelai rambut Ji Wook.

"Jelas tidak mudah. Bagaiman bisa mencabut rambutnya tanpa alasan?" tanya Dong Cheol lagi.


Tiba-tib detektif Choi masuk dan memberitahu ada seseorang yang mencari DOng Cheol. "Seorang wanita. Dia tampak marah. Dia agak mirip Mr. Bogus."

Min dan Se Yeon tersenyum. "Pasti Mi Do."


Dong Cheol, Mi Do, dan Se Yeon ketemuan di cafe Subway (iklan ini mah seperti biasanya). Mi Do marah-marah dan menuduh semuanya terjadi karena DOng CHeol belum juga melamarnya.

"Kenapa kamu menyalahkanku? Kenapa salahku Ibu Pak Cha kesana?"

"Kamu pecundang! Jangan sok tangguh! Kamu seperti pria hanya saat menangkap tersangka. Tidak berguna!" Mi Do beraih ngomel ke Se Yeon. Kenapa juga dia harus hidup kembali dengan wajah itu dan menyebabkan masalah.

"Aku diberitahu kamu diberikan penampilan yang mencerminkan jiwamu. Mungkin kita belahan jiwa, bukan begitu? Kalau dipikir-pikir, kita berdua mudah marah. Mungkin karena itu kita tidak pernah akur," ujar Se Yeon.

Mi Do melongo mendengarnya. Dia melahap roti lapisnya dengan kesal.

Se Yeon mengaku merasa bersalah terus menyebabkan semua masalah ini selagi menggunakan identitas Mi Do. Tapi dia bisa apa? Dunia mengira dia sudah mati.

"Astaga! Aku tidak bisa kejam padamu karena mirip aku sebelum operasi. Situasi ini membuatku gila. Lalu, apa Pak Cha mengatakan dia bisa membereskan masalah ini?"

Se Yeon yang sedang mengunyah roti lapisnya mengangguk.


"Hei! Aku mengatakan ini karena kamu kuanggap adikku. Kusarankan kamu pikirkan lagi hubunganmu dengan Pak Cha. Ketua Lan Cosmetics akan menjadi ibu mertua yang menguasai."

Dong Cheol mengangguk. Mi Do sebal karena dia manggut-manggut padahal tidak tahu apapun. DOng CHeol tanya kapan Mi Do menuntut dokter pembedahnya. Dia mengomentari wajah Mi Do yang mirip karakter kartun, HAHA.

***

Min mengomeli ibunya atas tindakanyya pada orangtua Mi Do. Ny. Eom beralasan kalau dia melakukan itu karena mencemaskan Min. "Ibu tidak salah. Jadi jangan mengomel!"

"Perbuatan ibu jelas salah. Ibu melecehkan tiap gadis yang ku kencani."


"Tiap gadis? Jangan bicara seakan kamu mengencani banyak gadis. (HAHA). Se Yeon mencampakanmu, jadi tersisa dua, Hee Jin dan Mi Do."


"Satu atau dua, angkanya tidak penting. Bagaimana bisa ibu ke rumahnya tanpa memberitahuku dan melempar uang? Ibu mau seluruh negeri tahu soal ini?"

"Ibu ada alasan melakukannya. Ibu tidak suka gadis-gadis yang kamu kencani, jadi ibu mencoba membuat rencana!!"

"Apa lagi?"

Nyonya Eom kaget sendiri karena keceplosan. Dia tergagap. "Apa maksudmu? Ibu tidak berbuat hal lain."

"Beritahu sekarang. Katakan!"


"Ibu tidak bertindak banyak. Ibu selidiki keluarganya, periksa latar belakangnya, dan memasang pelacak."

"Pelacak? Ibu, itu tindak pidana."

"Ibu melakukannya karena alasan sah. Dia menjual rumah yang kamu beli lalu kabur. Bagaimana bisa dipercaya? Jika terulang?"

"Maksud Ibu, Ibu melacak Hee Jin hingga sekarang?"

"Bukan itu maksud Ibu. Ponselnya dipasangi alat untuk jaga-jaga,,,,"

"Ibu!"

"Baik baik.... Ibu akan minta alatnya dimatikan. Bahkan kepribadianmu berubah sesuai penampilanmu. Kamu tidak pernah melawan, tapi kini kamu terus berteriak."

Nyonya Eom menghubungi staffnya minta dipanggilkan Pak Kim ke ruangannya. Min hanya bisa menghela nafas menatap ibunya.

***

Hee Jin menunggui ibunya. Dia galau mengingat percakapannya dengan Ji Wook.


Flashback

"Jadi apa tujuan Oh Yeong Cheol? Katamu dia memberimu ijin untuk diadopsi!"

"Dia ditangkap dan hidupnya hancur. Kurasa dia pikir tak ada ruginya. Tampaknya dia tidak waras.  Dia terus bicara tak masuk akal," ujar Ji Wook.

"Tak masuk akal?"

"Katanya dia memiliki memacam... bola? Katanya bisa digunakan agar bisa hidup kembali. Katanya itu bisa membuatnya menjalani hidup baru. Entah apa maksudnya."

"Jadi itu tujuannya?"

Ji Wook mengiyakan. Katanya Oh Yeong Cheol butuh Hee Jin untuk mewujudkannya. "Itu omongan gila."

"Kurasa kini aku tahu yang diincarnya. Dan akhirnya aku tahu yang harus dilakukan."

Flashback end



Hee Jin menatap ibunya. tiba-tiba ibunya bergerak. "Ibu. Ibu tidak apa? Lihat aku, Ibu!"  Hee Jin segera menghubungi dokter untuk memberitahu kalau ibunya mulai sadar.


Dong Cheol pergi ke kantor Ji Wook. Di sana hanya ada staffnya karena Ji Wook mengambil cuti sakit. Dong Cheol mengaku baru meneleponnya dan datang untuk mengambil barang di ruangan Ji Wook.

Begitu masuk ke ruangan Ji Wook, Dong CHeol langsung menyalakan senter di ponselnya dan mencari helaian rambut Ji Wook. Dia dapat satu di kolong meja. Eh ternyata bukan! Itu kawat. Dong cheol membuka laci meja siapa tahu Ji Wook menyimpan sikat giginya disana. Tapi nihil. Terlihat di dalam laci ada banyak kotak biru. (Ingat kan? Ji Wook pernah dapat paket kotak biru yang isinya surat. Ternyata kotak birunya nggak cuma satu)

Tanpa di duga, Ji Wook masuk kerja. Dia memergoki Dong Cheol yang sedang memeriksa lacinya.

"Sedang apa kamu disini?"

Bersambung ke Abyss episode 12 part 2

2 komentar


EmoticonEmoticon