The Crowned Clown
Episode 7 Part 1
Sumber konten dan gambar : TVN
Pemberitahuan : Mulai episode 7 ini, aku bakal bagi sinopsisnya jadi 3 bagian saja. Gomawo :)
Di The Crowned Clown episode sebelumnya, tokoh utama kita, Ha Sun, Lee Hun, So Woon, dan Dal Rae, semuanya sedang berada di satu lokasi yang sama, yaitu pasar. Apakah mereka benar-benar saling beradu pandang? Check this one out!
Ternyata mereka tidak saling melihat karena tertutup iring-iringan festival yang kebetulan lewat. Ha Sun dan So Woon melanjutkan jalannya. Begitupula dengan Lee Hun. Sementara Dal Rae tidak menyerah. Dia bangkit dan tertatih-tatih mengejar Lee Hun. Mo Young yang sedang mencari Ha Sun dan So Woon sempat memperhatikannya, namun kemudian mengabaikannya.
Lee Hun sampai di dekat gerbang istana. Matanya menyiratkan amarah yang besar. Dia ingat saat dirinya di kunci di sebuah ruangan dengan kedua tangan di ikat. Saat dia berusaha melepaskan diri, seseorang berusaha menggebrak pintu dari luar, Dal Rae. Begitu berhasil, Dal Rae masuk mendekati Lee Hun. Dia memanggil kakaknya tanpa suara. Lalu membantu melepas ikatan Lee Hun. Karena tidak juga berhasil. Lee Hun menyuruhnya mengambil pisau di balik lemari. Akhirnya tali yang mengikat Lee Hun pun terlepas. Dal Rae langsung memeluknya penuh kerinduan. Lee Hun meminta air. Dal Rae pun keluar untuk mengambilnya. Namun saat dia kembali, Lee Hun sudah tidak di sana. Dia hanya menemukan pisau beserta penutupnya.
Saat ini Dal Rae sedang memandangi pisau Lee Hun. Dia memanggil kakaknya dengan sedih. Tiba-tiba terdengar suara Gab Soo memanggilnya. Dal Rae ingin menghampirinya, namun dia segera bersembunyi begitu melihat biksu Jung Saeng. Jung Saeng berkata dia akan ke tempat hiburan untuk minta bantuan. Setelah Jung Saeng pergi, Dal Rae mendekati Gab Soo. Melihatnya, Gab Soo kontan memeluknya.
"Astaga Dal Rae. Kamu kemana saja? Kamu membuatku kena serangan jantung! Ngomong-ngomong, kamu sudah mulai bicara."
"Paman, kakak ada di sini. Kita harus mencarinya."
"Apa yang kamu bicarakan?" Gab Soo mengajak Dal Rae menemui Woon Shim karena biksu juga ke sana.
"Tunggu. Kamu tahu siapa yang selama ini mengurung kakak? Dia adalah biksu itu."
"Omong kosong apa yang kamu katakan?"
"Aku berkata jujur. Aku melihatnya."
"Benarkah?" Gab Soo tampak memikirkan sesuatu.
***
Ha Sun dan So Woon sedang berkeliling di pasar. Sebuah gerobak lewat, hingga Ha Sun harus memeluk So Won dan menyingkir agar mereka tidak tertabrak.
"Kamu tidak apa-apa?"
So Woon tersenyum senang. "Aku baik-baik saja."
So Woon melanjutkan jalannya. Tapi Ha Sun malah berhenti dan menatap orang-orang yang sedang makan di kedai. So Woon langsung paham kalau Ha Sun lapar. Merekapun mampir di kedai itu.
Seorang ahjumma menyajikan makanan di meja. So Woon tampak heran dengan menu makanan di depannya. Dia menyendokkan sesuatu dari mangkok lalu menatapnya.
"Apa ini?"
"Itu jantung babi."
So Woon mengambil sesuatu yang berbeda. "Lalu, apa ini?"
"Itu bagian usus babi. Aku tahu kamu tidak bisa memakannya. Maafkan aku karena tidak memikirkannya," ujar Ha Sun dengan tidak enak hati. Dia berdiri mengajak So Woon pergi. Tapi So Woon malah menyuapkan makanan ke mulut. Ha Sun sampai terkejut.
"Ini kenyal sekali."
"Apa?"
So Woon makan sesuap lagi. "Aku tidak pernah memakan makanan seenak ini seumur hidupku."
Ha Sun tersenyum. "Aku senang kau menyukainya." Ha Sun pun makan dengan lahapnya sampai bunyi slurrrpppp.
"Apa Anda pernah memakan sup ini sebelumnya?"
"Emmmm. Beberapa kali saat aku menyamar keluar istana. Sangat sulit bersikap menyukai sesuatu yang bukan seleramu." Ha Sun menunjukkan raut wajah seolah-olah dia tidak suka supnya. Padahal sih makannya lahap banget. So Woon sampai senyum geli melihatnya.
"Berdua denganmu, entah kenapa membuatku merasa seperti wanita biasa yang tinggal di sini."
"Jika kamu tinggal di sini, rumah mana yang kamu sukai?"
So Woon menunjuk sebuah rumah. Ha Sun heran karena itu rumah terkecil di sekitar sana.
"Itulah sebabnya aku memilihnya. Di dalam rumah yang kecil, kita bisa lebih dekat bersama. Selain itu, itu berada di ujung jalan, sehingga kita harus berjalan cukup jauh untuk mencapainya."
Ha Sun tertegun mendengarnya. Tapi tak pelak itu membuatnya tersenyum.
***
Malam harinya, mereka masih keliling pasar yang masih ramai dihiasi lentera-lentera merah. So Woon bercerita kalau dia suka keliling pasar saat masih kecil. Dia suka menghirup getaran aroma di sana.
"Bau ikan. Bau alkohol. Bau keringat orang-orang."
Ha Sun langsung membaui tubuhnya. "Apa aku juga bau keringat?" HAHA
"Tidak. Kau memiliki bau yang hangat." Lagi-lagi, mereka saling bertatapan sambil tersenyum. (Yang jomblo jangan baper)
Tiba-tiba So Woon tertarik dengan lapak penjual kompas.
"Untuk apa kamu membeli kompas?"
"Aku ingin memberimu hadiah."
"Tidak usah. Aku tidak melakukan apapun untuk bisa mendapatkannya."
"Kamu melakukan banyak hal. Kamu memperhatikanku dan membuatku merasa senang." Cieee
"Selain itu, aku tahu kamu membutuhkannya. Saat itu di istana...."
So Woon keceplosan. Dia dan Ha Sun langsung berpaling ke penjual yang sedang menatap heran mereka. So Woon buru-buru memperbaiki kalimatnya.
"Maksudku, kamu tersesat di dalam rumah."
Ha Sun langsung teringat saat dia tiba-tiba sudah ada di depan kediaman So Woon lalu pura-pura mau ke balai pertemuan tapi tersesat.
Si pedagang tertawa. Masa di rumah saja tersesat. (Belum tahu aja dia kalau rumahnya lebih gede dari bagong hehe)
So Woon mengambil sebuah kompas dengan ukuran kecil dibanding yang lainnya. Kata pedagang itu kompas dengan desain paling halus. So Woon terlihat menyukainya.
"Berapa harganya."
"Bayar saja 3 yang."
Ha Sun maju menghalangi So Woon untuk membayar. "Dengar ya! Kamu pikir kami gampang dibodohi? Berikan 2 yang."
So Woon terlihat heran melihat Ha Sun menawar.
"2 yang 7 jeon," tawar si pedagang.
"2 yang 5 jeon."
"2 yang 6 jeon."
"2 yang 4 jeon. Kalau tidak mau kami tidak akan membelinya." Ha Sun merangkul So Woon pergi.
"Tunggu! Baiklah 2 yang 4 jeon."
So Woon tersenyum geli. Ha Sun menatap kompasnya dengan hati riang (iyalah, dapat hadiah dari gebetan).
"Aku tidak menyangka kamu pandai menawar."
"Emmm. Aku hanya menirukan apa yang orang lain lakukan dan tidak menyangka itu berhasil."
"Tapi kamu tampak sudah berpengalaman."
Ha Sun tertawa gaje. "Hah! Itu tidak mungkin."
Mereka terdiam sejenak.
"Terimakasih. Aku akan selalu membawa kompas ini bersamaku."
"Aku memberimu kompas untuk menunjukkanmu jalan."
"Ah. Waktu itu hanya kesalahan. Biasanya aku sangat pintar menemukan arah."
"Itu akan menunjukkan jalan kepadaku Yang Mulia. Jika suatu hari kau kehilangan arah, dan memilih jalan memutar, datanglah padaku. Aku akan selalu menunggumu di ujung jalan." (So Woon terus yang ngerayu. Ha Sun ga berani karena ngerasa bukan haknya, kasian)
Tiba-tiba Mo Young dan Ae Young datang. Mereka lega akhirnya bisa menemukan raja dan ratu. Merekapun kembali ke istana.
***
Lee Kyu sedang menulis sebuah surat.
Aku menulis surat ini bukan untuk meminta pengampunanmu. Tapi memohon padamu agar tidak melewatkan kesempatan untuk mewujudkan keinginan Tuan Gil.
Tiba-tiba Jung Saeng datang. "Hak San. Dia menghilang."
Lee Kyu sontak terkejut dan reflek ingin berdiri namun rasa nyeri di perutnya memaksanya untuk tetap duduk.
"Apa kamu akan menemui raja?"
Lee Kyu tambah kaget. "Sudah berapa lama kamu mengetahuinya?"
"Aku sudah mencurigainya sejak lama. Aku berpura-pura tidak tahu supaya kamu tidak tidak menghentikanku untuk merawatnya."
Lee Kyu membakar surat yang baru saja dia tulis. Dia berusaha berdiri meski menahan sakit.
"Jika aku tidak kembali sebelum fajar, bawa Woon Shim dan Ho Geol, lalu pergi."
"Jangan pergi ke istana! Raja tidak akan membiarkanmu."
"Apa kamu mau aku melarikan diri lagi?"
"Yang kamu lakukan sebelumnya karena Tuan Gil memerintahkanmu untuk menyelamatkan anggota lain."
"Seorang pria mempercayaiku. Hidupnya berada di tanganku. Jika aku tidak pergi ke istana, raja akan membunuhnya. Aku tidak bisa membiarkannya."
***
Seperti biasa, Ha Sun pulang ke istana melewati pintu rahasia. Dia terkejut karena Kasim Jo ada di depannya saat dia membuka pintu.
"Kenapa wajahmu tegang? Apa karena aku terlambat? Maafkan aku."
Ha Sun masuk. Dia tertegun melihst Lee Hun sedang membaca sebuah dokumen di depannya.
Lee Hun melempar dokumen 'jurnal sekretaris kerajaan : yang meliputi dan kasus. "Kabarmu baik-baik saja badut rendahan?"
Ha Sun yang masih shock tidak merespon. Lee Hun berdiri menghampirinya. "Apa kamu sudah lupa bagaimana caranya bersikap?"
Ha Sun langsung sujud di hadapan Lee Hun. Lee Hun yang sudah lama memendam amarahnya, menendang Ha Sun berkali-kali. Kasim Jo tidak tega dan berusaha mengingatkan Lee Hun. Tapi Lee Hun membentaknya menyuruhnya menyingkir.
Di luar, tampak Mo Young menuju ke sana. Dia panik saat mendengar suara ribut dan orang yang mengaduh kesakitan.
"Yang Mulia apa kau baik-baik saja?" Mo Young bergegas membuka pintu dan terkejut melihat apa yang terjadi. Apalagi saat Lee Hun memalingkan wajah menghadapnya.
"Apa badut rendahan sudah menjadi rajamu?"
Lee Kyu mencabut pedang Mo Young lalu mengarahkannya ke Mo Young. Ha Sun merangkak memegangi kakinya.
"Yang Mulia. Petugas Jang tidak tahu apapun."
Lee Hun kembali menendangnya. Mo Young kaget melihatnya.
"Apa kamu masih belum menyadari siapa rajanya? Baiklah, aku akan membunuhmu agar kamu bisa menyadari semuanya."
Lee Hun mengayunkan pedangnya. Ha Sun langsung berdiri menamengi Mo Young. "Yang Mulia. Petugas Jang tidak bersalah. Jika ada, akulah orang yang menipunya."
Ha Sun mengusap-usapkan kedua telapak tangannya memohonbampun untuk Mo Young. "Tolong lepaskan dia."
Mo Young sepertinya tersentuh. Dia berlutut. "Yang Mulia. Karena tidak bisa mengenalimu, aku pantas membayarnya dengan nyawaku. Silahkan bunuh saya."
Lee Hun menatap Mo Young dan Ha Sun bergantian. Dia lalu melempar pedangnya ke lantai.
"Tangkap kepala sekretaris kerajaan!"
"Ya, Yang Mulia."
Bersambung ke The Crowned Clown episode 7 part 2
EmoticonEmoticon