Item
Episode 3
Sumber konten dan gambar : MBC
Baca Item episode sebelumnya
Gon menyelamatkan So Young dari pot bunga yang terjatuh dari atap. Mereka jatuh tepat di tumpukan barang pindahan Gon. Gon terus menatap So Young.
"Permisi. Bisakah kamu memindahkan lenganmu?"
"Ah ya."
Mereka pun bangun. Gon membersihkan celananya yang kotor.
"Bagaimanapun juga, terimakasih," ucap So Young. Gon kembali menatapnya.
"Kenapa kamu menatapku?"
"Tidak ada."
"Baiklah." So Young berjalan pergi. Tapi dia berhenti saat Gon bertanya apa mereka pernah bertemu sebelumnya.
"Apa kamu mengenalku?"
"Tidak."
"Kalau begitu kamu pasti salah mengira aku sebagai orang lain."
So Young berbalik pergi.
"Tunggu! Aku melihatmu."
"Apa?"
"Ini akan membuatku terdengar gila. Dalam mimpiku, aku melihatmu mati."
So Young tertawa. "Baiklah. Biar aku meluruskan ini. Apakah kamu ingin aku percaya ini? Apa kamu bakal percaya kalau kamu jadi aku?"
Da In menarik ujung baju pamannya. Gon merangkulnya.
"Aku pikir mungkin aku salah. Maafkan aku."
So Young pun akan pergi. Tapi dia berbalik lagi saat mendengar ayahnya datang menyapa Gon.
"Sedang apa kalian di sini?"
"Oh. Dia bilang dia pindah satu lantai di atasku. Kamu baru saja saling menyapa," ujar So Young.
Tuan Shin memperkenalkan So Young sebagai putrinya. Dia lalu menyapa Da In. "Apa kamu mengingatku? Kita pernah bertemu sekali saat kamu masih kecil. Tapi, aku pasti terlalu tua untuk diingat kan?" Canda ayah So Young. Dia lalu mengajak Gon dan Da In makan kaldu bersama. Gon menolak karena harus menyelesaikan membongkar barangnya sebelum pergi bekerja.
So Young membenarkan kalau Gon pasti sibuk. Dia terus menarik lengan ayahnya mengajaknya pergi. Sebelum pergi, Tuan Shin berjanji akan membelikan Da In es krim.
Setelah kedua anak bapak pergi, Gon mengangkat tubuh Da In. "Hei, jangan salah paham ya. Aku tidak jatuh cinta atau semacamnya padanya."
Gon menurunkan Da In lalu menyuruhnya masuk. Da In memeletkan lidahnya sebelum pergi. Gon mengejarnya. "Hei! Tidak seperti itu."
Tuan Shin menyiapkan sup tulang sapi dan dua mangkuk nasi untuk So Young dan dirinya. Mereka duduk berhadap-hadapan di meja makan.
"Ayah. Apa kau kenal baik pria di lantai atas?"
"Kenapa? Kau tertarik padanya kan?"
"Bukan begitu. Dia seperti...."
Tuan Shin sangat antusias mendengarkan anaknya. "Ya lanjutkan."
"Dia tampak sangat terkejut saat melihatku."
"Oh ayolah. Itu sudah bisa ditebak."
"Kenapa?"
"Bagaimana bisa kau menyebut dirimu profiler. Sejak kapan kau jadi bod*h?"
"Katakan saja kenapa?"
"Dia jatuh cinta padamu pada pandangan pertama."
"Oh. Terserahlah."
Tuan Shin bercerita kalau Da In adalah keponakan Gon. Gon harus merawatnya sejak orangtuanya meninggal. Gon bahkan tidak bisa berkencan dan menikah karena keponakannya. Tuan Shin tanya kapan So Young akan berkencan dan menikah. Kan dia tidak punya ponakan kayak Gon.
"Ayah. Aku masih umur 20-an."
"Okay. Seorang berumur 29 tahun yang akan berusia 30 tahun ditahun depan."
So Young ngambek. Dia bertanya apa ayahnya sudah tidak suka tinggal dengannya? Kenapa dia selalu menyuruhnya pergi?
"Ah aku tidak suka itu. Aku muak dan lelah."
Sepertinya mereka sudah biasa membahas hal ini.
Gon memasang fotonya bersama kakak dan keponakannya di tembok. Setelah selesai beres-beres dia mengambil tasnya untuk pergi kerja. Sebelumnya dia masuk ke kamar Da In untuk pamit. Gon bertanya kapan pengasuhnya akan datang?
Da In menjawabnya dengan memainkan sebuah lagu dengan pianikanya. Gon bingung itu lagu apa. Da In lalu menunjukkan buku musiknya. Disana tertulis 'jangan minta maaf'. Gon tersentuh. Dia mengelus-elus pipi ponakannya.
Se Hwang makan seorang diri di tepi kolam renang. Saat akan mengambil minumannya, tiba-tiba dia terpaku dan matanya memerah seperti saat kamera merah jambunya mengeluarkan sebuah foto. Setelah sadar dia tampak terengah-engah sesaat lalu santai kembali.
Dan benar saja, saat Se Hwang pergi ke tempat penyimpanannya, ada foto tercetak dari kameranya. Se Hwang tersenyum menatap foto itu. Seperti foto seorang laki-laki. "Item baru." (Barang baru)
***
Koo Dong Young kembali melakukan ritual cemeti merahnya (aku sebut gitu aja ya soalnya) di depan patung salib. Kemudian di perlihatkan saat Nam Chul Soo berada di villanya di ruangan yang waktu itu dimasuki So Young. Tuan Nam terkejut saat lampu tiba-tiba mati. Dia berusaha menghubungi seseorang tapi ponselnya juga mati. Lalu terdengar lagu puji-pujian. Tuan Nam masuk ke kamar mandi karena suaranya berasal dari sana. Terlihat seseorang berpakaian hitam dengan tudung kepala.
"Siapa kau? Kenapa kau mengancamku? Kenapa kau membuka masa laluku?"
Orang itu adalah Koo Dong Young. Dia mengarahkan cemetinya ke arah Tuan Nam. Cemeti itu melilit tubuh Tuan Nam dan membuatnya terangkat dari lantai. Tuan Nam ketakutan. Dia menawarkan uang pada Koo Dong Young. Tapi Tuan Koo malah menceburkan Tuan Nam ke bak mandi yang terisi air penuh. Dia ditenggelamkan di sana. "Kau sombong!"
***
Gon pergi ke tempat kerjanya yang baru. Dia memandang gedung kejaksaan Seoul di depannya. Dia teringat kejadian 3 tahun yang lalu.
Gon berjalan di koridor kantor kejaksaan Seoul bersama Tuan Shin. Di depannya tampak rekan-rekannya berbaris rapi menyambut kedatangan Jo Se Hwang. Se Hwang bersama beberapa orang masuk ke sebuah ruangan. Gon menyusulnya meski sudah dilarang oleh Tuan Shin. Terlihat Yu Na diantara rekan-rekan Gon yang berdiri di dekat pintu.
Di dalam, Gon terang-terangan meminta Se Hwang pergi ke ruang interogasi. Se Hwang berdiri lalu berjalan mendekati Gon. Tampak Yu Na memperhatikan dari balik pintu yang dibiarkan terbuka oleh Gon.
"Kau tidak tahu siapa aku?"
"Kau pasti orang yang istimewa melihat bagaimana semua jaksa di sini untuk melihatmu. Dimataku, aku tidak melihat perbedaan antara kau dan penjahat kecil."
Se Hwang berbisik ke telinga Gon.
"Jaksa Gon. Dengarkan aku baik-baik. Aku ini istimewa. Karena aku adalah negara ini."
Gon tidak gentar. Dia semakin menyudutkan Se Hwang dengan menyebutnya telah menipu orang-orang. Se Hwang tersenyum menatap Gon.
***
Gon masuk ke kantor kejaksaan. Ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Gon dia mengangkatnya.
"Sudah lama. Selamat datang kembali jaksa Kang."
Raut wajah Gon berubah saat mendengar suara Se Hwang. Saat itu Se Hwang sedang duduk di halaman rumahnya sambil mengelus-elus seekor guguk hitam (apa macan kumbang soalnya besar).
"Apa kau cukup beristirahat? Aku yakin kau akhirnya belajar bahwa kau tidak bisa melawan ombak."
Gon menatap papan janji jaksa di depannya. Lalu dia bicara santai seperti dulu "Ketua Jo dengarkan aku baik-baik. Aku selalu mengatakan ini pada kepada gangster saat aku menyelidiki mereka dan sepertinya mereka selalu tersentuh."
"Jaksa Kang. Kau masih sama seperti sebelumnya."
Bagai seorang pramuka, Gon berkata dengan lantang, "Aku akan jadi jaksa penuntut yang berhasil menghapus ketidakadilan di dunia ini. Seorang jaksa yang berhati hangat yang menjaga yang lemah dan terabaikan. Jaksa yang adil yang hanya mengikuti kebenaran. Aku akan melakukan yang terbaik untuk melayani rakyatku dan negaraku." (Itu Gon kayaknya baca di papan deh)
Se Hwang terkikik. Gon membalikkan kata-kata Se Hwang. Dia yakin Se Hwang akhirnya percaya kalau dia tidak bisa melawan ombak. "Kau mengerti ketua Jo?"
Se Hwang memainkan sesuatu berwarna merah hingga guguknya menggonggong. Dia lalu melemparnya dan guguknya pergi mengejarnya. "Apa itu guguk menggonggong?"
"Tentu saja! Aku harus menyalak ketika melihat seorang pria gila. Aku harus menggigitnya."
"Kau belum berubah jaksa Kang. Itu sebabnya aku menyukaimu. Kau menarik."
Gon menyombong kalau dia memang cerdas. "Orang tidak mudah berubah. Oh ya, berhenti menghubungiku untuk hal sepele. Aku sangat sibuk. Ckk." Gon memutuskan panggilan.
Gon mendapatkan kejutan saat masuk kantor. Seorang staff wanita (mungkin paralegal) menyembutnya dengan confeti. Sedang Tuan Shin (ternyata detektif) membawakan kue. Dia mengoleskan krim ke wajah Gon. Gon membalasnya. Mereka tertawa senang.
Gon berterimakasih pada Tuan Shin karena sudah menemukan rumah dan pengasuh anak untuknya.
Da In sedang menggambar. Ahjumma pengasuh di dapur hendak memasak tapi kehabisan kecap. Da In menawarkan diri untuk membelinya. Ahjumma lalu memberinya uang. Da In pun pergi keluar.
***
Di depan sebuah gereja, terlihat beberapa anak kecil sedang bermain petak umpet. Seorang gadis berjaket merah berlari mengejar temannya. Tidak sengaja dia menabrak Tuan Koo yang ternyata seorang pendeta sampai ponsel Tuan Koo terjatuh. Gadis itu tampak ketakutan. "Maafkan aku Pak," ucap gadis itu seperti akan menangis.
Tuan Goo memeriksa apa tangan gadis itu terluka. Dengan lembut Tuan Goo menenangkannya. "Aigoo tidak apa-apa. Lagipula ponsel ini memang sudah rusak. Se Yoen-a. Kamu ingat apa yang aku katakan tentang gadis pemberani?"
"Gadis yang tidak menangis sepanjang waktu."
Teman-teman Se Yoen datang mengerumuninya.
"Mau aku beritahu rahasia? Dulu aku juga sering menangis sama sepertimu. Itu sebabnya aku dipanggil little bean."
"Benarkah?"
"Hmmm. Aku seorang pendeta aku tidak berbohong."
Se Yoen menghapus airmatanya. Dia tersenyum dan berkata ingin menjadi seperti Tuan Koo saat dewasa nanti.
Tuan Koo merapikan rambut Se Yoen dengan sayang. "Urri Se Yoen harus jadi seseorang yang jauh lebih baik dariku."
Anak-anak kembali bermain. Tuan Koo menatap ponselnya.
Da In di hadang anak-anak nakal. Dia ketakutan sampai menjatuhkan botol kecapnya. Mereka memalak Da In. Entah apa yang terjadi setelahnya karena beberapa saat kemudian Da In tinggal seorang diri. Dia memasukkan kembali kecapnya ke kantong plastik.
Seorang pria berkacamata (yang waktu itu minum sama Se Hwang, kayaknya dia juga yang ada di foto yang tercetak kameranya Se Hwang) tampak mabuk dan di papah dua orang wanita se*si. Seorang pria lain mengiringinya berjalan. Dia memberikan suatu hadiah yang dia masukkan ke bagasi mobil pria berkacamata. Pria yang berkacamata ini sepertinya jaksa dan pria yang satunya jelas menyuapnya.
Pria berkacamata masuk ke dalam mobil. Malamnya, mobilnya terparkir di suatu tempat di bawah guyuran hujan lebat. Pria itu baru bangun dari tidurnya. Dia bertanya dimana mereka sekarang.
Seseorang yang duduk dibangku kemudi menyalakan sebuah korek api. Dari suara dan matanya, sepertinya itu Tuan Koo. Dia bertanya apa pria berkacamata kenal Nam Chul Soo?
"Apa kau ingin tahu apa yang dia katakan sebelum meninggal?"
Pria berkacamata sontak kaget karena dia bukan sopirnya. Dengan ketakutan dia menjawab kalau dia tidak kenal Nam Chul Soo.
Tuan Koo (sepertinya ya) mematikan korek apinya. Tiba-tiba di dalam mobil terlihat terang dan muncul cahaya yang melesat ke atas.
"Kebohongan lidahmu."
Terlihat pria berkacamata dililit cemeti merah. Sesaat kemudian dia berteriak kesakitan.
Se Hwang sedang bermain piano di tepi kolam renang. Yu Na masuk menghampirinya.
"Pak, Kepala Jaksa penuntut umum, Kim Jae Jun, dibun*h."
Se Hwang menari Yu Na segelas wiski. Yu Na menolak karena pekerjaannya hari ini belum selesai. Se Hwang menyayangkan kematian Kim Jae Jun karena dia sudah keluar banyak untuk menjadikannya hakim agung. Dia meminta Yu Na terus mengabarinya tentang investigasinya. Yu Na beranjak pergi.
"Jaksa Han. Bisakah kau tinggal lebih lama?"
"Aku harus kembali lagi ke kantor."
"Apa kau tahu hukum pertukaran yang setara? Jika aku memberimu sesuatu yang berharga maka harus memberiku yang setara sebagai balasannya. Ingat itu."
Se Hwang kembali bermain piano. Yuna pun pergi.
So Young datang ke tkp pembun**an. Terlihat Kim Jae Jun tergantung terbalik di sebuah ruangan dengan mulut berlumuran darah. Tim forensik segera memeriksa setelah mayatnya diturunkan. So Young memeriksa mulutnya dan menemukan sobekan kertas alkitab yang memerah terkena darah di dalamnya. Sama seperti yang dia temukan di tkp pembunu**n Nam Chul Soo.
Bersambung ke Item episode 4
EmoticonEmoticon