He is Psychometric Episode 7 Part 1 (Drama Korea)

He is Psychometric
Episode 7 Part 1


Sumber konten dan gambar : TVN

Baca juga : HIS episode 6 part 4

3 Desember 2005, 18:00


Pak Yoon sedang menghias pohon natal di depan komplek apartemen Yoengsoeng. Dia bertanya pada Jae In bukankah masih terlalu awal untuk pohon natal. Jae In bilang dia jadi bisa menikmati pohon natal lebih lama. Jae In meminta Pak Yoon menaruh hiasan bintang di bagian paling atas pohon natal.


Dari kejauhan Jae In melihat Sung Mo yang berjalan pincang masuk ke apartemen. Dia pun memberitahu ayahnya.

Pak Yoon menghampiri Sung Mo dan bertanya bukankah Sung Mo penghuni baru dari unit 701. "Apa kamu belum pergi ke dokter?"


"Aku baik-baik saja," jawab Sung Mo. Pak Yoon melihat darah merembes dari balik kaus kaki Sung Mo. Dia pun memegang lengan Sung Mo.

Sung Mo duduk di depan pohon natal dengan Jae In di sampingnya. Pak Yoon memasang plester besar ke kaki Sung Mo.


"Ini pasti sakit sekali. Lukanya sampai bernanah," ujar Pak Yoon.

"Pelan-pelan, Ayah," kata Jae In.

"Apa yang terjadi? Lukanya..."

"Bukan apa-apa. Itu cuma kecelakaan."

"Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi membiarkannya tanpa penanganan akan membuatnya lebih bernanah. Apa yang sepertinya tidak apa-apa mungkin akan berakhir membunuhmu."

"Aku tidak tahu karena itu tidak sakit."

Pak Yoon meminta Sung Mo menunggu di sana karena dia akan membeli obat. Sung Mo bilang dia harus pulang. Pak Yoon mengancam akan memanggil polisi.

"Bahkan dengan luka aneh ini kamu tidak mau pergi ke dokter atau membeli obat. Aku tidak pernah melihat orangtuamu sejak kamu pindah kesini. Apa mungkin kamu disiksa?"

Sung Mo dengan cepat menyangkal. "Ibuku tidak mungkin melakukan hal itu. Bisakah Anda membelikanku obat kalau begitu?"


Pak Yoon pun pergi membeli obat meninggalkan Jae In dan Sung Mo berdua. Jae In memperhatikan Sung Mo yang terlihat menatap pohon natal.

"Cantik kan?" Tanya Jae In.

"Cantik, adjective, menarik, dan menyenangkan mata."

"Itu semua indah dan manis bukan? Adjective? Aku tidak tahu kata sulit seperti itu. Bagaimanapun, cantik itu seperti ini kan?"


Jae In memamerkan senyum manisnya pada Sung Mo hingga Sung Mo tersenyum tipis. Jae In senang karena bisa membuat Sung Mo tersenyum.

Episode 7

Ji Soo dan Sung Mo makan di sebuah kedai. Ji Soo menuangkan minum untuk Sung Mo.


"Mereka tidak tahu kan? Maksudku, hubungan diantara mereka," tanya Ji Soo.

"Mereka akan mengetahuinya cepat atau lambat."

"Kenapa mereka harus tahu? Kenapa kamu sengaja memaksa mereka bersama?"

"Kalau Lee An mengungkapkan sesuatu dengan kemampuannya, aku pikir itu akan jadi kebenaran tentang kebakaran 13 tahun yang lalu. Petugas Yoon percaya Ayahnya tidak bersalah. Dan An berharap untuk memecahkan misteri menggunakan kekuatannya. Apa itu menjawab pertanyaanmu?"


Ji Soo masih kepo. Dia bertanya bagaimana kalau Jae In sampai tahu kalau ayahnya lah yang membunuh orang tua Lee An. "Tidak. Bagaimana jika An tahu kalau ayah Jae In yang membunuh orangtuanya. Siapa yang akan lebih bersedih atas kasus ini?"

"Di masa lalu, aku tidak tahu seperti apa kesedihanmu."

"Apa?"

"Meski begitu, kebenaran pasti terungkap."

Ji Soo bertanya apa Sung Mo juga percaya kalau ayah Jae In tidak bersalah. Apa orang  yang menusuk An adalah pembakarnya? Siapa sebenarnya orang itu?

"Itu misteri bagiku selama ini. Ingin memecahkan masalah dengan cepat itu serakah."

"Apa aku boleh mencoba memecahkannya?" Tanya Ji Soo.

"Apa kamu akan berhenti kalau aku menghentikanmu?"

"Tidak. Aku akan menggalinya lebih dalam."

Sung Mo tersenyum tipis.


Adegan di ulang kembali ke akhir episode 6 dimana Jae In dan Lee An sedang menunggu taksi. Tiba-tiba Bibi menelepon Jae In dan seketika Jae In sesak nafas. Lee An cepat tanggap dengan menggunakan mantelnya untuk menutupi Jae In supaya Jae In bisa bernafas kembali.


Lee An kemudian menghadang sebuah taksi dan mereka pergi ke rumah sakit di Seoul. Di dalam taksi pun Jae In masih saja sesak. Lee An menatapnya dengan khawatir.


Sesampainya di depan ruang rawat ayahnya, Jae In menyerahkan jaket Lee An sebelum masuk seorang diri di kamar rawat ayahnya. Saat menyentuh jaketnya, Lee An melihat Jae In yang menangis sambil memanggil ayahnya dan meminta ayahnya jangan mati.

Jae In mendekati ranjang ayahnya. Dia lalu jatuh berlutut.

"Pergilah! Ayahmu sudah mati hari ini. Hiduplah seolah-olah kamu tidak punya ayah," pinta Tuan Yoon yang ternyata sudah sadar. Terlihat bagian lehernya yang merah akibat jeratan kain.

"Tidakkah ayah pikir ini terlalu tidak adil?"

"Aku benci kamu membuang kehidupanmu karena aku. Bagaimanapun juga hidupku sudah berakhir."


"Ini belum berakhir ayah. Kenapa ayah melakukan ini ketika aku baru saja memulai. Kenapa ayah sangat lemah?" Jae In meraih tangan ayahnya lalu menggenggamnya. "Ayah bilang luka akan semakin bernanah kalau tidak ditangani. Itu bisa membuatmu mati karena luka kecil. Ayah. Aku akan melakukannya. Jadi tolong, ayah jangan lemah. Jangan."


Jae In keluar dari ruang rawat ayahnya dan turun ke lantai bawah sambil menghapus airmatanya. Matanya terlihat sembab akibat menangis. Tiba-tiba seorang pasien gadis kecil menghampirinya dan memberinya permen. Dia memeluk Jae In lalu melambaikan tangannya dan pergi. Baru berjalan beberapa langkah, datang gadis kecil lain melakukan hal yang sama. Jae In pun mengikuti gadis itu.


Gadis itu masuk ke ruangan dimana di dalamnya ada Lee An yang sedang jongkok sambik mengemut 2 lolipop sekaligus. Dia memuji gadis yang tadi memeluk Jae In.

"Ini untukmu. Berikan pada gadis tercantik di aula. Dia sedang bersedih sekarang. Jadi sebuah pelukan akan membuatnya senang. Kamu bisa melewatinya kalau kamu mau. Ok!" Ucap Lee An pada bocah cowok dan memberinya permen.

"Kamu kan bisa memeluknya sendiri."

"Aku minta tolong kalian karena aku tidak bisa melakukannya."

"Bisakah aku makan dua lolipop sepertimu?"

"Kalau begitu kamu akan kehilangan semua gigimu. Apa kamu mau pergi ke dokter gigi? Tempat itu akan membuatmu sadar kalau dokter anak itu adalah surga."


Jae In masuk. "Aku juga tidak suka dokter gigi. Ayo pulang!"

Lee An terkejut melihatnya. Dia lalu memberikan semua permennya pada anak-anak. "Kamu boleh makan dua."


Lee An dan Jae In jalan kaki menuju kantor Jae In. Lee An bertanya apa ayah Jae In baik-baik saja. Jae In langsung menatapnya heran.

Lee An buru-buru menjawab, "Aku cuma lihat kamu bilang 'ayah'. Cuma itu kok."

"Dia baik-baik saja. Dan terimakasih," ucap Jae In. Dia lalu bertanya di bagian mana biasanya Lee An menyentuh agar dapat bacaan terbaik. Lee An bilang di tangannya. Mungkin karena jari tangan merupakan bagian yang paling sensitif.

"Jadi indra peraba ya?"

Lee An tampak berpikir. "Apa sebelumnya kita pernah melakukan percakapan seperti ini?"

"Tidak. Ini pertama kalinya. Lalu bagian tubuh mana yang paling sensitif terhadap sentuhan?"


Pikiran Lee An langsung melayang pada mimpi yang pernah dialaminya dimana Jae In menanyakan hal yang sama. (Itu loh. Mimpi waktu Jae In menc*um bibirnya Lee An)

Terinspirasi dari mimpi itu, Lee An berkata, "Bagian tubuh yang paling sensitif terhadap sentuhan adalah...."

Lee An menjawab bibir sedangkan Jae In berkata jari telunjuk. Sontak Lee An malu sendiri. Sambil cengengesan, dia buru-buru membetulkan kalimatnya kalau yang paling sensitif ya memang jari telunjuk. HAHA. Jae In melempar tatapan tajamnya. "Apa yang kamu pikurkan?"


Lee An buru-buru pamit pulang. Jae In menyuruhnya selamat sampai rumah.

"Kamu juga," sahut Lee An sambil berlari pergi.

Bersambung ke He is Psychometric episode 7 part 2

1 komentar

Thankyouu kak :) gercep sekali updatenyaaaaa


EmoticonEmoticon