He is Psychometric
Sumber konten dan gambar : TVN
Baca juga : HIS episode 7 part 1
Lee An menghubungi Sung Mo yang sedang berdiri di jembatan penyeberangan.
"Kakak sudah selesai bicara dengan Kak Ji Soo? Apa kamu pulang telat lagi?"
"Jangan menungguku dan tidurlah lebih dulu."
"Aku pingsan hari ini. Kamu bahkan tidak khawatir padaku? Jangan membuatku merasa seperti seorang istri yang menunggu suami pulang sendirian."
Sung Mo tersenyum mendengar celoteh adiknya. "Tapi kamu bukan istriku."
"Tetap saja. Kakak membuatku menunggu. Pulanglah hari ini. Atau aku tidak akan membuatmu lolos begitu saja."
Lee An menutup teleponnya. Sung Mo memandang kereta listrik yang lewat di seberangnya.
Lee An hendak membuka pintu apartemen dengan kartu. Tapi sejenak dia ingat nasihat Sung Mo agar jangan menghindari kontak fisik supaya kemampuan Lee An bisa berkembang.
Lee An menarik kembali kunci kartunya dan memasukkannya ke saku jaketnya. Dia lalu memencet tombol password. Saat itulah dia melihat tangan pria bermasker yang memencet password dan pria itu masuk ke dalam apartemen. Lee An sontak terkejut melihatnya. Dia tengok kanan kiri lalu dengan hati-hati masuk meneliti keadaan apartemennya.
Lee An masuk ke kamar Sung Mo dan tidak menemukan siapapun disana. Dia kemudian masuk ke kamarnya dan melihat putih salju yang bersembunyi di kolong tempat tidur. Lee An bergegas menggendongnya dan menenangkannya.
Petugas keamanan menceritakan kalau sekitar jam 7 malam ada keluhan dari tetangga Lee An karena si putih salju terus saja menggonggong. "Kamu kecurian?"
Tiba-tiba Sung Mo datang dan meminta melihat rekaman cctv. Tapi sayangnya pada jam kejadian cctv tidak beroperasi karena sedang maintenance (pemeliharaan cctv).
"Apa memang sudah dijadwalkan seperti itu," tanya Sung Mo.
"Tidak. Mendadak ada laporan tentang kerusakan cctv."
"Baiklah." Sung Mo pun pergi dari ruang pusat kontrol keamanan itu di ikuti Lee An yang mengekor di belakangnya sambil masih menggendong putih salju.
Sesampainya di apartemen, Lee An memberitahu kalau sudah memeriksa sana-sini tapi tidak menemukan sesuatu yang hilang. Tapi ternyata dia salah. Saat ini Sung Mo berdiri terpaku menatap bingkai foto yang kosong. Foto dia dan ibunya sudah tak lagi ada di tempatnya.
"Dia mengambil fotomu?"
"Hmmm."
"Kakak tahu siapa dia?"
"Tidak."
"Tapi dia mengambil fotomu. Kakak masih belum tahu siapa dia?"
Sung Mo menengok menatap Lee An.
Jae In duduk termenung di depan kantor. Dia mengingat percakapannya dengan ayahnya di rumah sakit tadi. Wajahnya jelas terlihat sedih.
Bibi Sook Ja datang menghampirinya. "Kamu sudah pulang."
"Kamu tidak apa-apa? Apa itu sulit? Jangan khawatir. Tidak perlu kata-kata menghibur seperti itu. Aku sudah sering mendengar kata-kata itu dari Bibi," ucap Jae In.
Bibi bingung mau ngomong apa. Akhirnya dia tanya apa Jae In sudah makan.
"Aku juga sudah sering mendengar itu."
Bibi mengajak Jae In masuk. Dia menggandeng lengan Jae In. Tapi belum juga sampai depan pintu, seseorang datang. Jae In dan Bibi menengok berbarengan melihat orang itu.
Sung Mo bertanya apa Lee An ingat saat dia meninggalkan Lee An dulu. Saat itu Sung Mo bilang tidak bisa menemui Lee An lagi karena dia harus pergi untuk belajar. Lee An minta untuk bisa ikut. Tapi Sung Mo malah berjalan pergi. Lee An mengejarnya dan meraih tangannya. Tapi Sung Mo melepaskan pegangan tangan Lee An dan pergi begitu saja.
"Saat itu, aku tidak berniat kembali ke Korea. Lagi."
"Kenapa?"
"Karena pria itu."
"Apa kamu melarikan diri darinya? Kenapa kamu kembali saat itu?"
Terlihat si pria bermasker masih duduk di depan api yang menyala dari dalam tong. Dia menatap foto Sung Mo dan ibunya lalu menyentuh foto itu.
Sung Mo menatap Lee An dan menjawab pertanyaan Lee An. "Karena ini sudah waktunya untuk mencarinya. Aku akan mencari dia dan membunuhnya."
***
Ternyata yang datang adalah Ji Soo. Jae In menyalakan lampu kantor dan Ji Soo pun masuk.
"Ini bagus dan nyaman," komentar Ji Soo.
"Aku akan mengambilkan minuman."
"Kamu tinggal di sini dengan siapa? Aku dengar kamu tinggal di gedung ini."
"Dengan bibiku."
"Jadi kamu mau masuk unit kejahatan kekerasan?"
Jae In tersenyum dan mengangguk. "Ya." Dia lalu megambil gelas berniat membuatkan minuman untuk Ji Soo. Tapi tangannya berhenti bergerak saat Ji Soo bercerita kalau Sung Mo sudah memberitahunya soal ayah Jae In.
Ji Soo mendekati Jae In. "Bisa kamu ceritakan apa yang terjadi hari itu? Semua yang kamu ingat."
Jae In dan Ji Soo duduk saling berhadapan. Ji Soo bercerita kalau kasus apartemen Yoengsoeng dulu diselidiki oleh ayahnya yang sekarang jadi komisaris polisi.
"Katanya dia meliput setiap sudut. Tapi kita tidak pernah tahu."
"Aku tidak punya bukti kasus yang bisa membebaskan ayahku sebagai pelakunya. Hanya saja aku tidak mengerti bukti yang merujuk pada ayahku sebagai pelakunya."
"Bukti? Maksudmu seragam yang berlumuran darah?"
Jae In mengangguk. "Ya benar. Dari yang aku ingat, ayahku memakaikannya di bahuku hari itu. Saat itu aku masih kecil, jadi aku hanya bisa menggambarkannya. Aku tidak ingat apakah itu benar."
"Jadi pikiranmu membuat ingatan itu....."
"Maka ayahku adalah pelakunya. Namun jika yang ku ingat adalah benar, aku akan mencari orang itu, dimana dia mengambil seragam ayahku dariku."
"Jadi itu sebabnya kamu ingin An membaca kenanganmu sejak hari itu?"
"Ya."
***
Lee An habis mandi. Dia berjalan ke ruang tamu dan menatap bingkai foto di lemari. Dia ingat ucapan Sung Mo semalam. Dia juga teringat kata-kata Ji Soo yang menduga Sung Mo memerlukan bantuan An untuk sesuatu.
Lee An masuk kamar kakaknya yang kosong. Dia mencoba menyentuh meja di sana saat ingat ucapan Ji Soo tentang Sung Mo satu-satunya orang yang tidak bisa Lee An baca. Sung Mo pasti kesepian.
"Aku yakin ada alasan dibalik itu," ujar Ji Soo kala itu. Lee An bertekad akan mencari siapapun orang itu.
Pagi hari, Jae In sudah bersiap dengan pakaian santainya. Dia mengatur waktu di jam tangannya lalu mulai jogging.
Sementara Lee An baru saja turun dari apartemen. Dia menyapu pandangannya ke tempat parkir.
"Dimana ku parkirkan mobilku? Oh iya. Aku kan tidak punya," ucap Lee An sambil cengengesan sendiri. Dia memakai tudung hoodie nya lalu berlari dengan langkah yang lebar.
Tiba-tiba Dae Bong datang dengan mobilnya dan menyuruh Lee An masuk. Lee An sontak senang dapat tebengan.
Jae In selesai jogging. Dia memeriksa jamnya. "Berlari memang menenangkan pikiranku," ujarnya. (Kayaknya itu jam multifungsi yang bisa mengukur suasana hati pemakainya. Adakah jam kayak gitu?)
Jae In memutar papan closed jadi open, lalu masuk ke dalam. So Hyun datang dengan mobil ungunya. Dia turun sambil menggendong anaknya (lupa namanya hehe).
Di depan pintu kelas, So Hyun menemukan dompet hitam tergeletak di lantai.
Bersambung ke He is Psychometric episode 7 part 3
EmoticonEmoticon