He is Psychometric Episode 9 Part 3

He is Psychometric
Episode 9 Part 3
Sumber konten dan gambar : TVN

HIS episode 9 part 2

Ji Soo mengadakan konferensi pers mengenai mayat dalam koper yang di bunuh Kim Gab Young yang merupakan anggota organisasi DHH.

Pak Nam menontonnya di kantor bersama Jae In yang sedang menghias pohon natal. Lee An mengendap-endap masuk dan ikut nonton tv.

"Bukankah itu tentang wanita yang kamu temukan di wilayah kami?" Tanya Pak Nam.

"Ya. Itu adalah mayat yang ditemukan An dan juga aku," jawab Jae In.

"Tersangkanya adalah Kim Gab Young?"

Kali ini An yang menjawab. "Ya. Dia adalah letnan dari organisasi yang pernah Anda bubarkan."

Sontak Pak Nam dan Jae In menoleh pada An. Pak Nam heran karena yang dia tahu oraganisasi itu membunuh tanpa meninggalkan jejak. Jadi bagaimana polisi tahu dia pelakunya. Yang Jae In dengar, polisi mendapat informasi dari sumber yang bisa di percaya. Jae In dan Lee An saling melempar senyum.

"Siapa saksi itu?" Tanya Pak Nam.

Lee An keluar sambil berteriak. "Raja memiliki telinga keledai. Aku melihat telinga keledainya. Itu aku. Bagaimana lagi mereka tahu?" Lee An memelankan suaranya. "Aku adalah orang korea pertama. Aish! Aku bahkan tidak bisa mengatakannya."

Jae In menyusulnya. "Hentikan sebelum aku menangkapmu karena mengganggu."

"Sekarang aku merasa aneh."

"Kenapa? Karena kamu merasa dirugikan karena Det. Eun mengambil point ketika yang kamu yang memecahkan masalahnya?"

An bilang tidak. Dia justru merasa bangga bisa membantu Ji Soo dan Sung Mo. Dia merasa akan bisa bekerjasama secara resmi.

"Jangan terlalu cepat. Kamu akan tersandung!" Jae In mengamati pakaian Lee An dan merasa ada yang berbeda dari Lee An. Tangan An tidak lagi terbungkus lengan baju panjangnya.

An menatap tangannya. Dia memutuskan untuk lebih terbuka sekarang. Jae In mengajak An ke perpustakaan untuk memilihkannya buku. Tapi An menolak karena dia sudah punya buku yang ingin dia baca. An meminta Jae In agar jangan membuat rencana untuk malam ini.

"Kenapa?"

"Ayo kita bersenang-senang hari ini."

***

Sung Mo keluar dari kamarnya dengan setelan rapi. Dia hendak membuka botol obatnya namun mengurungkannya saat melihat kamusnya. Dia membuka halaman dimana ada kata kerinduan yang di stabili.

Sung Mo teringat saat ibunya mengajarkannya arti kerinduan. Putus asa karena ingin melihat seseorang atau merindukan seseorang.

"Benar Sung Mo. Jija ibu tidak bisa melihatmu. Ibu akan sangat merindukanmu. Ibu akan kesakitan dan sedih. Merindukan seseorang hingga ini menyakitkan. Seperti itulah ketika merindukan seseorang."

"Semua itu adalah emosi yang tidak bisa kurasakan."

Ibu menggeleng lalu mengelus rambut Sung Mo. "Jangan khawatir. Suatu hari nanti kamu akan merasakannya. Ibu tidak akan membiarkanmu berubah menjadi monster sepertinya."

Sung Mo meneteskan airmata mengingat hal itu.

***

Ji Soo masuk ke mobil yang terparkir di parkiran. Ada det. Kim di kursi pengemudi.

"Kamu menghindariku dan disinilah kamu berada."

"Wah. Kamu tampak luar biasa di hadapan kamera tadi."

"Hei!"

Det. Kim mengangkat ke dua tangannya. "Det. Eun. Tolong lupakan diriku di masa lalu."

"Kamu akan berhenti memata-mataiku?"

Det. Kim mengangguk. Ji Soo lalu meminta Det. Kim mengawasi Sung Mo dan melaporkan setiap langkahnya pada Ji Soo.

"Itu tidak sulit. Tapi kenapa memata-matai sekutu?"

"Kamu mau di pukul?"

Det. Kim memberitahu kalau Sung Mo menginterogasi anggota geng secara pribadi. Ji Soo bertanya dimana Sung Mo sekarang.

***

Jae In sedang menulis laporan perkembangan Lee An dengan dia sebagai subjeknya. Sontak dia teringat ciuman mereka. Dan tanpa sadar dia menulis kata ciuman di buku. Dia kaget sendiri dan langsung menutup bukunya. "Apa aku gila? Apa yang aku tulis?"

Jae In mengedarkan pandangannya ke sekeliling kantor. "Tunggu. Bagaimana jika An melihatnya? Aku ingin tahu apa dia giat belajar." Jae In melihat jamnya lalu pergi ke perpustakaan. Aigoo ngomong aja rindu.

Jae In tidak melihat An di meja biasanya. Dia berkeliling mencarinya dan menemukan An duduk di sudut perpustakaan sendirian sambil menekuri sebuah buku. Jae In tersenyum melihatnya. Setelah itu dia keluar.

Di luar, Jae In bergumam sendiri. "Bagaimana jika kita sebenarnya bergabung dalam kejahatan kekerasan bersama?" Dia lalu mesem-mesem sendiri.

Sementara An ternyata dari tadi konsentrasi baca buku '100 cara menggoda pada kencan pertama'. Pantesan mojok bacanya.

***

Bibi mengetuk kamar mandi dan berkata pada Jae In kalau makan siangnya sudah siap. Jae In bilang dia ada urusan. Lalu terdengar suara gedubrak dari dalam. Jae In keluar dengan merangkak lalu berdiri sambil memegang pinggangnya. Ternyata tadi dia jatuh. Dia mengeluh kalau ternyata sulit mandi dengan mata tertutup. Dia takut ada yang melihatnya mandi. Bibi heran mendengarnya, memangnya siapa yang akan melihatnya. Lagian kalau ada yang lihat, kenapa Jae In tutup mata.

"Ini susah," keluh Jae In.

Beberapa saat kemudian, Jae In keluar dengan dandanan cantik. Lee An yang sudah menunggunya dengan mobil Dae Bong terpesona melihatnya. Dia lalu membukakan pintu mobil untuk Jae In.

Saat hendak masuk, Jae In memegang pinggangnya yang sakit. Dia hanya tersenyum saat Lee An bertanya. Saat mobil sudah melaju lah dia menceritakan apa yang terjadi.

"Aku tidak melihat sebanyak itu. Jangan khawatir. Kamu bisa mandi dan ganti baju dengan mata terbuka."

"Kamu tidak bisa menipuku."

An kecewa. "Aku tahu itu tidak akan berhasil." HAHA.

"Kita mau kemana?"

Lee An hanya tersenyum. Dia membawa Jae In ke sebuah toko bernuansa pink. Jae In memuji berbagai kotak musik yang terlihat cantik.

"Saat aku masih kecil. Aku diberikan kotak musik. Aku kehilangannya."

"Benarkah? Kebetulan sekali. Kamu suka dengan pilihanku?"

Jae In mengangguk senang.

"Kamu bisa membuat kotak musik yang sesuai dengan seleramu. Haruskah kita coba?"

Jae In mengangguk lagi. Beberapa saat kemudian mereka berdua sibuk merangkai kotak musik masing-masing. Sebelah tangan mereka yang nganggur di atas meja hampir saja bersentuhan. Jae In yang menyadarinya segera menarik tangannya. Tapi lucunya, setelah itu diam-diam dia mendekatkan tangannya ke tangan Lee An. Dia melirik Lee An. Hampir saja tangan mereka bersentuhan. Tapi kali ini Lee An yang menarik tangannya.

"Hei! Jangan curang! Cobalah untuk menjadi kreatif!"

"Kita duduk berdekatan jadi aku merasa terganggu." (Terganggu karena pengen nyentuh kamu wkwkwk)

Lee An menatap Jae In dengan ekor matanya. "Kamu mencoba menyentuhku setiap kali mendapat kesempatan."

Jae In tidak berani mengangkat wajahnya. "Kita duduk berjauhan saja. Aku tidak bisa konsentrasi. Augh!! Jae In pun pindah ke meja di belakang Lee An. Lee An tersenyum melihat tingkahnya. Lee An jahil ya.

Jae In penasaran bagaimana Dae Bong bisa tahu soal Lee An. Lee An sedikit kaget dan menjawab kalau itu hanya kebetulan. Tapi Jae In tahu pasti ada sesuatu karena Lee An berusaha tidak menjawab.

"Kamu sangat cepat. Ada sesuatu. Kecelakaan mengerikan."

"Apa yang terjadi?"

"Ini kembali pada saat aku cukup terkenal sebagai Lee An dari SMP Honghak."

Di perlihatkan Lee An yang dulu berjalan di sebuah gang. Di gang lain, Dae Bong di dorong setelah di bully sekelompok siswa hingga tersungkur ke jalanan di depan Lee An. Dia berdiri. Lee An memberinya isyarat untuk menyingkir. Tapi Dae Bong malah mencium bibir Lee An hingga darah di bibirnya ikut menempel di bibir Lee An. Lee An mengelap darah itu.

Dae Bong berlutut. Kelompok siswa mengintip dari balik tembok. "Maaf. Aku seharusnya tidak mengganggumu. Pukul aku sepuasmu. Aku bersedia untuk mati."

"Dimana mereka?"

"Dimana apa?" Tanya Dae Bong bingung.

"Para berandalan yang bilang akan membiarkanmu bergabung jika kamu melakukan ini."

Beberapa saat kemudian An berkelahi dengan anak-anak yang membully Dae Bong. Setelah semua terkapar kalah, dia menghampiri Dae Bong yang ketakutan sambil menyembunyikan wajahnya di balik tasnya.

"Sadarkan dirimu! Mereka merundungmu dan memandang rendah dirimu karena kamu seperti itu."

An mengambil tasnya dari tangan Dae Bong.

"Tunggu. Bagaimana kamu tahu mereka berbuat seperti itu padaku?"

An mengacuhkannya dan hendak pergi. Tapi Dae Bong meraih tangannya. "Bagaimana kamu bisa tahu?"

Lee An melihat visi dimana Dae Bong kecil hingga dewasa dipukuli ayahnya hingga wajahnya lebam-lebam.

"Saat itulah kebetulan aku melihat rahasia Dae Bong," cerita Lee An.

"Ternyata dia juga mengalami masa sulit. Aku tidak tahu karena dia terlihat ceria sepanjang waktu."

"Bagaimanapun melihat bukanlah segalanya. Dae Bong itu menjadi keras kepala begitu karena dia memikirkan sesuatu. Dia mengikutiku kemanapun aku pergi sampai dia jatuh cinta pada So Hyun. Dia terus menyentuhku karena aku tidak memukulnya."

"Jadi dia menyelamatkanmu dari obsesinya? Bagaimana dia tahu tentang kemampuanmu?"

Jae In dan Lee An ngobrol sambil sibuk merangkai kotak musik masing-masing.

Bersambung ke He is Psychometric episode 9 part 4



EmoticonEmoticon