Her Private Life Episode 1 Part 2

Her Private Life
Episode 1 Part 2


Sumber konten dan gambar : TVN

HPL episode 1 part 1 di sini


Direktur Eom membolak-balik proposal karya seni dari Doek Mi dengan ujung telunjuk dan jempolnya. Dia bertanya pada Doek Mi apa dia pergi sesudah selesai pameran. Dia mencari Doek Mi tapi tidak ketemu. (Direktur Eom ini ngomong lemah gemulai)



"Ada seorang anak yang kusponsori. Aku pergi lebih awal untuk menghadiri acaranya," ucap Doek Mi sambil membayangkan konser White Ocean. HAHA.

"Kamu pergi menghadiri acara apa? Apa lagi yang kamu lakukan?"

"Aku merayakan hari ulang tahunnya. Dan aku berharap dia beruntung saat ujian," jelas Doek Mi sambil membayangkan poster ulang tahun Shi An di halte bis.

Dir. Eom dan Doek Mi tertawa. "Jadi itu sebabnya kamu tertarik dalam menemukan seniman pemula yang berbakat," ujar Dir. Eom sambil menunjuk proposal dari Doek Mi. "Apa mereka akan mendatangkan orang?" Sindir dir. Eom.

"Menjual tiket itu penting. Tapi kita juga harus menemukan seniman dengan potensi."

"Sung Kyul (singkatan dari kyuleito = kurator = pengelola galeri)? Aku lebih suka seniman terkenal dari pada berpotensi. Semakin di akui semakin bagus. Berhenti meributkan seniman yang tidak berguna, dan beli semua karya Ivanov untuk galeri."


Dir. Eom menyerahkan dokumen bersampul merah pada Doek Mi tapi Doek Mi diam saja. "Aku mulai pegal." Doek Mi mengambil dokumen itu sambil tersenyum paksa. "Anda tidak boleh pegal, bukan?"

Kyung A gemas melihat Yoo Sub yang kesulitan menempelkan entah apa di atas kertas. Dia berdiri di belakang Yoo Sub lalu mengajarinya cara menempel yang benar. Yoo Sub terlihat sedikit gugup dengan kedekatan mereka.


"Belajar di luar negeri memang berbeda," puji Yoo Sub sambil mengacungkan dua jempolnya. Eh, Kyung A malah terlihat marah dan memukul meja.

"Kenapa kamu menyinggungnya sekarang? Kamu mengolokku?"

"Bukan seperti itu."


Tiba-tiba Doek Mi masuk dengan wajah lesu. Kyung A sudah bisa mengira kalau proposal Doek Mi ditolak.

"Aku akan melakukannya suatu hari nanti," janji Doek Mi pada diri sendiri.

"Apa itu?" Tanya Kyung A ketika melihat proposal Doek Mi.

Doek Mi memamerkannya. "Ini? Seniman terkenal. Dia ingin aku membeli karya seni di pelelangan.

"Semoga beruntung," ucap Kyung A.


Doek Mi duduk di meja makan dengan pakaian kerjanya. Dia menikmati sup buatan ibunya. Terlihat banyak foto di rumah orangtuanya.

"Perjalanan bisnis? Kamu bilang tidak akan sibuk setelah pameran karya seni," protes ibu Doek Mi yang sedang merajut.

"Ada pelelangan yang harus aku hadiri."

Ibu menatap tajam Doek Mi. "Jangan bilang kamu menggunakannya sebagai alasan untuk mengejar idola itu. Doek Mi langsung ngeles. "Tidak ada waktu untuk itu. Ngomong-ngomong, sup kimchi ibu hari ini sangat lezat."

"Awas kalau ketahuan nge-fangirl. Jika kamu melakukannya, aku akan menangkapmu dan anak itu dan mencukur rambut kalian!"

Naluri penggemarnya muncul. Dia membela Shi An yang katanya tidak bersalah.

Ibu langsung membentak dan memelototi Doek Mi. "Tidak bersalah apanya? Lenganmu patah saat mengejar idola yang kamu suka! Jika kamu kuliah, kami bisa mengirimmu belajar ke luar negeri sebelum hancur. Kamu bukan seniman melainkan fangirl konyol."


Doek Mi malah berdecis. "Gara-gara siapa aku seperti ini?"

"Ibu? Kamu menyalahkan siapa? Ibu tidak menyekolahkanmu di kelas fangirl 101."

"Begini ibu. Fangirl dan fanboy dilahirkan, bukan dibuat."


Flashback

Doek Mi SD pulang dengan dandanan seorang fangirl. Ibunya sibuk merajut dan ayahnya membersihkan koleksi batu alamnya. Hingga SMP dan SMA, setiap kali Doek Mi pulang dari nge-fangirl, orangtuanya pasti sedang sibuk dengan rajutan dan batu alam.

Flashback end

Doek Mi tertawa menang. "Seorang fanatik melahirkan fanatik. Bukan muggle."

"Muggle?" Tanya Ibu bingung.

Muggle = bukan penyihir dalam serial Harry Potter. Di antara para fanatik, mereka dikenal sebagai non-fanatik.
"Aku fanatik karena ayah dan ibu juga fanatik. Nah loh.  "Tuh ibu terobsesi." Doek Mi menunjuk ibunya dengan dagunya.

"Bagaimana ini fanatik? Aku hanya merajut."

"Lihat! Ini, ini, ini,......." Doek Mi menunjuk semua hasil rajutan ibunya yang memenuhi rumah. "Aku dan Eun Gi tumbuh dewasa dengan memakai pakaian rajutan. Bagaimana ini hanya rajutan? Ini obsesi!"

Ibu tersudut.


Doek Mi menunjuk ke arah jendela. "Juga ayah. Ayah!" Panggil Doek Mi. Ayah menggeser tirai hingga keberadaannya pun terekspos. Dia sedang sibuk mengurus batunya.

Doek Mi tertawa. "Ibu dengan rajutan dan ayah dengan batu. Aku tidak perlu tes DNA. Aku pasti putri kalian.

Ibu mencibir melihat ayah. "Hidupmu pasti sangat membosankan. Apa harus membawa pulang batu yang kamu sukai? Buang!"

Ayah langsung menutup tirainya lagi. Ibu ganti menatap Doek Mi. Doek Mi langsung lanjut makan.


Sebelum pergi, ibu memberikan dua bungkusan besar lauk untuk Doek Mi bawa pulang. Begitu Doek Mi menerimanya, ternyata itu sangat berat. Dia mengira ibunya mengemas batu ayahnya.

"Ini nasi mengingat berapa banyak yang kamu makan. Pergi! Biar ibu yang bawa."

Doek Mi sontak melarang ibunya. Dia beralasan takut berbahaya kalau ibunya nanti pulang sendirian.

Ibu ngeyel. "Aigoo. Ibu baik-baik saja."

"Eun Gi ya! Eun Gu ya!" Panggil Doek Mi segera.

Ibu nabok Doek Mi. "Dia tidur!"

"Eun Gi, syaiton!" Panggil Doek Mi sekali lagi dengan mata melotot.

Eh, Eun Gi keluar dari kamarnya sambil main game di ponselnya. Doek Mi berkata dengan halus agar Eun Gi membawakan lauknya ke rumahnya.

Eun Gi menunjukkan layar ponselnya. "Aku sibuk, panen apel."

Doek Mi kesal. Dia berbisik akan memberi Eun Gi 3.ooo won.

"Mereka akan membusuk."


"4.ooo won."

Eun Gi melirik Doek Mi. "Panggil aku, Oppa!"

Doek Mi menatap Eun Gi sebal. Tapi terpaksa dia tersenyum. "Oppa!"

"5.000 won."

 Doek Mi pasrah dan pamit pergi.

"Jangan lupa makan! Tubuhmu tampak kurus," teriak ibu. Dia berbalik dan menatap ayah yang masih sibuk di sisi jendela. Ayah langsung menutup tirainya lagi.

***

Eun Gi mengantar Doek Mi. Lagi-lagi yeoja kita tinggal di rumah atap, tapi yang ini lebih bonafit

"Kamu meninggalkan rumah untuk nge-fangirl? Ibu akan membunuhmu kalau tahu."

"Walau begitu, aku tetap putrinya."


Mereka sampai di lantai atas melalui tangga. Eun Gi menyorotkan lampu ponsel ke wajahnya. Dia berjalan mendekati Doek Mi.

"23 November 2005, pukul 2:13 dini hari. Apa kamu sudah lupa?"

Suasana mendadak horor. Lampu-lampu kecil yang tadi menyala tiba-tiba mati. Lampu gantun pun berkedap-kedip. Doek Mi tersentak mundur saat tiba-tiba ibunya muncul di depannya dengan alat cukur di tangannya. Ibu terus maju menyudutkan Doek Mi. Doek Mi mundur ketakutan.


"Tidak! Tolong! Tidak boleh! Jangan rambut! Aku butuh ini agar terlihat syantik!"

Eun Gi tersenyum melihat Doek Mi yang sedang berimajinasi. Dia berjalan ke rumah duluan, di ikuti Doek Mi yang sudah sadar. Eun Gi menekan tombol sandi. Doek Mi tersenyum dan bilang dia sudah mengganti password-nya. Eun Gi mencoba lagi. Taddaaaa. Berhasil. Doek Mi keheranan bagaimana Eun Gi bisa tahu.


"Sudah jelas. 970412, ini ulangtahunnya. Atau 140523, hari dia debut."

Doek Mi jadi gugup. "Hei. Jangan berani-beraninya beritahu Ibu. Ku bunuh kamu nanti!"

"Inilah kenapa tidak ada gunanya punya anak. Bagaimana bisa kamu melakukan ini pada Ibu?"

Eun Gi meletakkan lauk di lantai. Ketika berdiri, dia terkejut melihat poster berdiri (?) Shi An yang terkena sorot lampu ponselnya. Reflek dia memukulnya.


Doek Mi langsung menyalakan lampu dan kaget setengah mati melihat pria pujaan hatinya 'kepala'nya patah. Haha. Doek Mi berteriak keras saking syoknya. Dia langsung memukul punggung Eun Gi dengan tasnya.


Eun Gi mengambil poster itu dan berusaha menyatukan kembali kepala Shi An.

"Jangan sentuh dia! Menjauhlah darinya! Pembunuh!"

Doek Mi tak kuasa menyentuh 'Shi An'. Dia sangat sedih melihat 'mayat'nya.


Beberapa saat kemudian, Doek Mi menyambung kepala Shi An dengan selotip.

"Aku yang gila membiarkan kampret kaya dia ke tempat suci seperti ini," gerutu Doek Mi. "Kamu bahkan tidak bisa membedakan mana orang mana figur. Bagaimana bisa kamu main judo?"

Eun Gi selesai menata lauk dari ibu di dalam lemari es. "Sung Doek!"

"Kenapa?"

"Aku pergi!"

"Pergi sana!"


Eun Gi keluar dan menatap sepatunya dan high heels Doek Mi. Dia terlihat pulang dengan memakai sandal.

***

Esoknya, Doek Mi mengemas pakaiannya ke dalam koper sambil mendengarkan lagi White Ocean dan berjoget ria.


Mono Art, New York

Ryan sedang memeriksa lukisan-lukisan melalui laptopnya. Dia tampak berpikir saat melihat lukisan gelembung.


Acara lelang karya seni, Shanghai

Doek Mi sudah berhasil mendapat satu karya Ivanov. Dia tersenyum bangga. Ryan meliriknya dari tempat duduknya yang hanya berjarak satu bangku kosong dari Doek Mi.

"Yang berikutnya adalah pemandangan salju. Seni lanskap dari Liu Yiqianxi pada tahun 1984."


Doek Mi menoleh ke arah Ryan. Dia terpesona melihat ketampanan Ryan yang terkena pantulan sinar matahari dari luar jendela. "Dia terlihat seperti Shi An."


Doek Mi bolak-balik memperhatikan Ryan.

"Ini dibuat tahun 1987," ucap Ryan dalam bahasa Korea. Doek Mi kaget karena Ryan ternyata orang Korea. Dia langsung nengok ke arah lain lalu berdehem membersihkan tenggorokannya.

"Garis-garis halus dan keseimbangan fitur wajah. Rasio sempurna adalah karakteristiknya."

"Tunggu. Apa yang kamu bicarakan," tanya Doek Mi.

"Judul karya seni adalah," Ryan menoleh ke arah Doek Mi. "Ryan Gold."

Doek Mi berpikir sebentar. "Jangan bilang kamu membicarakan diri sendiri." Aigoo



"Kamu menginginkannya?"

"Apa? Tidak."

Ryan mendekatkan wajahnya. Sontak Doek Mi mundur.

"Kelihatannya kamu menginginkannya. Karena kamu menatapku lama," ujar Ryan sambil tersenyum miring.

"Omo." Doek Mi memutar tubuhnya membelakangi Ryan. "Sinting!"


Karya berikutnya adalah lukisan gelembung karya Lee Sol. Ryan tampak tertegun. Doek Mi pun kaget melihatnya. Dia ingat video Shi An.

"Daebak! Berapa banyak uang yang tersisa?"

Doek Mi langsung berkalkulasi. Dia tersenyum. Sisa uang dana dukungan untuk ulang tahun Shi An, ada 27.000 dollar.


Doek Mi dan Ryan sama-sama mengangkat nomornya. Doek Mi pasang harga 1oribu dollar. Ryan meliriknya. Dia pasang harga 11ribu dollar. Doek Mi dan Ryan terus bersaing menaikkan penawaran. Hingga pada harga 17ribu dollar, Doek Mi tersenyum melihat lukisan gelembung yang berubah jadi Shi An. "Doek Mi. Bawa aku!"


Doek Mi mengangguk. "Akan aku bawa pulang bagaimanapun. Untuk semua anggota yang sudah bergabung dengan fansclub Shi An. Aku akan menggunakan semua dana ulang tahun untuk ini," tekad Doek Mi dalam hati.

Doek Mi menawar 23ribu dollar. Ryan terus menyainginya hingga 28 ribu dollar. Doek Mi kelabakan. Dia menghitung ulang dana ulang tahun Shi An. Tetap 27ribu dollar. Jika ditambah uang saku pribadinya, maka akan cukup. Doek Mi mengangkat papan nomornya. Dia menawar 29 ribu dollar atau setara dengan 32.973.ooo won.

Selama beberapa saat, tidak ada yang melakukan penawaran. Doek Mi berharap tidak ada lagi yang menawar. Pembawa acara hampir saja mengetuk palu. Tapi Ryan mengangkat papan nomornya dan menawar 30 ribu dollar.


Doek Mi putus asa. Palu pun di ketuk. Shi An dalam lukisan menunduk kecewa dan berbalik lalu menghilang kembali menjadi lukisan aslinya.

Bersambung ke Her Private Life episode 1 part 3


EmoticonEmoticon