He is Psychometric
Episode 8 Part 1
Sumber konten dan gambar : TVN
HIS episode 7 part 4
Apartemen Gyoengsoeng
5 Desember 2005, jam 4 sore
Pak Yoon sedang memasang spanduk. Ayah Lee An datang membantunya.
"Anda sudah pulang kerja, Pak," sapa Pak Yoon.
"Anakku. Dia menerobos masuk ke stasiun."
"Ayahku menangkap banyak penjahat hari ini."
Pak Lee mengelus rambut An. "Itu sesuatu yang bisa kamu katakan dengan lebih keras."
Mereka pun tertawa. Pak Yoon lalu melihat Sung Mo yang sedang duduk tidak jauh dari sana.
"Siapa dia?" Tanya Pak Lee.
"Detektif. Saya mungkin melewati batas saya di sini, tapi bolehkan saya minta tolong padamu? Dia pindah ke unit 701 sekitar satu bulan yang lalu. Dia pindah pada tengah malam dan aku tidak pernah melihat ibunya. Siang dan malam, dia duduk di sana sambil melihat kejauhan."
Pak Lee dan Lee An menghampiri Sung Mo. "Hai. Aku bukan orang asing. Aku tinggal di unit 1501."
Lee An memamerkan lencana ayahnya. Sung Mo tidak meliriknya sedikitpun. "Lalu?"
"Diluar sangat dingin. Kenapa kamu di sini tanpa menggunakan mantel?"
Sung Mo bilang di sana adalah tempat terbaik untuk melihat orang yang datang dan pergi. Lee An bertanya siapa yang Sung Mo tunggu. Ayahnya atau ibunya.
"Aku tidak sedang menunggu siapapun. Bisakah Anda minggir? Anda menghalangi pandanganku."
Pak Lee menatap darah yang merembes di kaus kaki Sung Mo. Dia lalu mengambil kartu namanya. "Panggil aku jika kamu butuh bantuan." Karena Sung Mo tidak menerima kartu namanya, Pak Lee meletakkannya di samping Sung Mo. Dia lalu mengajak Lee An pergi.
Sung Mo menatap Pak Lee yang menggenggam tangan Lee An. Tak lama kemudian datang Jae In menghampiri ayahnya. Pak Yoon sontak memeluknya dengan sayang. Dan pemandangan itu tak luput dari penglihatan Sung Mo. (Aigoo. Hatiku mak krenyessss)
Sung Mo menaikkan kedua kakinya ke bangku kemudian memeluk lututnya. Dia melihat kakinya yang terluka lalu menatap kartu nama Pak Lee kemudian mengambilnya.
Episode 8
Ternyata, sebelum menggerebek Dragon Head Hunting, Sung Mo menemui Pak Eun sekali lagi tanpa Ji Soo. Dia berkata kalau Pak Eun tidak memberikan bala bantuan, dia dan Ji Soo akan berpikir kalau pihak kepolisian terkait dengan organisasi itu. Setelah berdebat ini itu, akhirnya Pak Eun setuju.
"Mari kita perjelas. Aku tidak memberimu bala bantuan karena aku takut kamu berpikir aku terkait dengan geng itu. Tapi... ah terserahlah. Bawa mereka semua!"
Di meja Pak Eun, terlihat sebuah kalender dari YSS Constructions.
Sung Mo dan Ji Soo mengawasi penangkapan anggota geng dari jendela kaca. Ji Soo bertanya bagaimana Sung Mo bisa meyakinkan ayahnya untuk mengirim begitu banyak petugas.
"Ironis bahwa dia yang seharusnya meyakinkan untuk menangkap orang-orang ini."
"Ayahku mendahulukan keselamatan karena dia sudah tua. Ayah sangat bersemangat saat masih muda."
"Appa... appa," gumam Sung Mo.
Ji Soo jadi tidak enak hati. "Maaf. Aku melewati batas antara pekerjaan dan keluarga. Ayahmu meninggal saat kamu masih kecil kan? Seperti apa dia?"
Finally, Lee An menci*m bibir Jae In. Jae In melotot tidak percaya. Dia mendorong tubuh Lee An.
"Lee An!!!"
"Aku tidak melakukan sesuatu setengah-setengah." (alasan)
"Tetap saja. Itu terlalu...."
"Aku sudah menahannya tapi kamu bilang padaku untuk melakukannya. Aku tidak peduli pada orang lain sejak awal. Kenapa aku berkata aku akan menunggumu. Kenapa aku selalu mengikuti dengan alasan untuk meningkatkan kemampuan. Kamu tahu kenapa aku melakukan semua itu."
"Ya. Aku tahu. Aku memanfaatkan perasaanmu untuk keuntunganku."
"Hanya itu? Kamu tidak punya perasaan padaku sama sekali? Itu tidak mungkin."
"A a apa yang kamu lihat?"
"Kenangan tentangku. Pemandangan dari saat kita bertemu sampai sekarang."
Jae In terkejut. "Tidak mungkin. Ke ke ke kenapa kamu melihat hal semacam itu?" Tanya Jae In gugup. Pipinya merah padam. "Itu tidak mungkin. Tidak! Aku tidak memikirkanmu sama sekali."
"Berapa banyak kata negatif yang kamu gunakan dalam satu kalimat?"
"Apa benar aku hanya memikirkanmu? Kamu melihat semua itu? Ya ampun. Tidak!" Jae In menutupi kedua pipinya dengan tangan lalu kabur.
"Tunggu! Jadi kamu benar-benar memikirkanku?"
Jae In sontak menghentikan langkahnya dan berbalik. "Apa?"
Lee An tertawa.
"Kamu tidak melihat apapun kan?"
"Kenapa kamu berharap setelah pergi buru-buru?"
Jae In berjalan mendekati Lee An dengan wajah kesal. Dia menendang betis Lee An hingga Lee An mengeluh kesakitan. "Bagaimana bisa kamu berbohong soal hal itu?" Jae In memukul punggung Lee An saking kesalnya dikerjai.
"Membaca pertanyaan, okay! Melempar umpan untuk mendapat jawaban yang kamu inginkan. Membaca pertanyaan. Itu ada di buku yang kamu sarankan. Aku mengingatnya dan aku menerapkan apa yang sudah aku pelajari. Kamu harusnya memujiku bukannya menendangku."
"Kamu salah! Itu 'pertanyaan utama' bukannya 'membaca pertanyaan'. Sini kamu!!"
Mereka pun kejar-kejaran sampai turun tangga.
***
"Aku kira kita sudah menangkap semuanya. Ayo pergi!" Ajak Ji Soo.
"Aku kira? Itu tidak cocok denganmu yang biasa teliti."
"Apa kamu memang sudah lebih baik dalam bercanda atau kamu sedang belajar bagaimana sarkasme?"
"Kalau itu lucu berarti aku berhasil. Kalau sarkasme ya itu nilai plus."
Ji Soo tertegun menatap Sung Mo. "Kang Sung Mo. Kamu benar-benar..."
"Apa?"
"Aku pikir kamu berubah lebih baik. Tapi kenapa aku gelisah? Kamu pasti berubah. Aku berharap aku satu-satunya yang merubahmu. Tapi sekarang aku pikir, itu dimulai saat kamu bertemu Jae In lagi."
"Eun Ji Soo!"
"Aku akan keliling lagi."
Jae In dan Lee An duduk di bangku panjang. Jae In bertanya bagaimana bisa Lee An tidak melihat apapun.
"Tetap saja. Aku mendapatkan sesuatu yang besar. Lain kali, ayo kita lakukan secara tiba-tiba. Aku bisa membaca lebih baik jika pikiranku kosong."
"Kalau begitu aku harus tiba-tiba menci*ummu?"
"Ya."
Jae In menggerutu. "Kamu gila. Kamu mau aku melakukan itu? Nggak mau!!"
"Kamu hanya perlu menyentuhku di manapun. Apa itu lantas membuatmu jadi gila?"
Jae In malu sendiri. "Oh. Emmm. Itu. Aku pikir...." Jae In reflek menyentuh bibirnya.
Lee An melihatnya lalu menutup mulutnya. "Apa yang kamu bayangkan? Kamu bertindak murni dan polos. Tapi ternyata kamu sangat mes*m."
Jae In mendelik. Dia benar-benar malu. "Aku pikir aku sudah turun ke levelmu. Jadinya aku juga berpikir seperti kamu."
Jae In yang kepalang malu kabur mau pulang. Dia menekan tombol lift.
"Tunggu. Aku mau lewat sini juga. Pikiran kotor," ledek Lee An.
Pintu lift terbuka. Keluar Ji Soo dari sana. Sontak Lee An dan Jae In kaget.
Bersambung ke He is Psychometric episode 8 part 2
2 komentar
Semangaaattt minnn !!!!💖💖💖💖💖💖💖💖
Kereeennnnn....maaksih sinopsisnya,kak.. semngaat!! Ditunggu lanjutannya... >.<
EmoticonEmoticon