He is Psychometric Episode 9 Part 1

He is Psychometric
Episode 9 Part 1


Sumber konten dan gambar : TVN

HIS episode 8 part 4

1 November 2005, Komplek Apartemen Yoengsoeng


Lee An sedang bermain polisi-polisian bersama teman-temannya di tangga apartemen. Saat mereka berlari turun, tidak sengaja An menabrak Sung Mo.

"Dia terlihat mencurigakan. Siswa seusiamu seharusnya ada di sekolah. Kenapa kamu ada di sini?" Tanya An sambil menodongkan pistol mainannya.

"Aku tidak pergi ke sekolah," ucap Sung Mo dengan ekspresi datar.

"Kalau itu masalahnya, kenapa kamu pakai seragam sekolah?"

"Apa ini interogasi?" Sung Mo melenggan pergi dan masuk ke lift dimana ada Jae In di sana.


"Kenapa kamu kabur?" Lee An ikut masuk lift. "Detektif Kim! Tangkap pria mencurigakan ini," ucap Lee An pada Jae In.

Jae In mendongak menatap Sung Mo. Sung Mo bertanya padanya apa dia juga timnya An.

"Bukan," jawab Jae In.

"Apa yang kamu lakukan? Selidiki dia Detektif Kim."

"Nama akhirku Yoon. Jadi seharusnya aku detektif Yoon, bukan detektif Kim," ujar Jae In polos.

"Benar juga."

Jae In melihat Sung Mo lagi. "Tapi kamu memang terlihat mencurigakan. Kenapa kamu tidak pergi ke sekolah?"

"Aku tidak sekolah pada jam ini, karena aku tidak menghadirinya. Aku pakai seragam sekolah agar ibuku tidak khawatir. Puas?"


Pintu lift terbuka. Sung Mo keluar dengan langkah sedikit terpincang-pincang, diikuti dua bocah yang memperhatikannya dari belakang. Menurut Jae In, Sung Mo itu aneh. Terlihat kalau kakinya terluka, tapi dia berkeliling setiap hari di cuaca yang dingin.

"Apa kamu kenal dia?" Tanya An.

"Tidak. Lagian kamu juga tidak mengenalku."

"Aku kenal dong. Kamu kan det. Yoon. Ayo kita bermain bersama," ajak Lee An.

"Tentu. Tapi mungkin dilain waktu. Aku sedikit sibuk sekarang."

Lee An menatap selebaran yang di bawa Jae In. "

"Janji ya. Jadi jangan lupa."

Episode 9

Dia melihat tali sepatu Jae In yang terlepas lalu mendekat berusaha membetulkannya. Tapi Jae In langsung memundurkan kakinya. Lee An tampak kecewa dan terluka.

"Maaf. Itu tadi reflek," ucap Jae In.


Lee An berdiri lalu menengadahkan tangannya ke atas. "Hah! Aku suka salju. Aku bisa menyentuhnya tanpa membaca dan tidak memiliki kenangan yang menyakitkan. Itu juga tidak menyulitkan pikiranku. Yang paling aku sukai tentang itu,,,," Lee An menatap tangannya. "adalah bahwa aku tidak perlu izin untuk menyentuhnya."


Tiba-tiba Jae In mendekat dan menautkan jari-jemarinya ke tangan Lee An. Seketika terputar semua memori kebersamaan mereka di penglihatan Lee An.


Lee An tertegun menatap tangannya yang bersatu dengan tangan Jae In.

"Aku ingin tahu apa hal seperti ini bekerja."

"Asal kamu tahu. Aku menemukan semuanya. Tentang perasaanmu."


Lee An menarik Jae In lalu menci*m bibirnya. Sebelah tangan mereka masih saling terpaut. Dalam ci*mannya, Lee An melihat potongan-potongan masa lalu Jae In.


Jae In tak lagi mendorong Lee An tapi Lee An sendiri yang melepaskan diri. Dia lalu berlutut dan membetulkan tali sepatu Jae In. Dia bisa melihat saat ayah Jae In melakukan hal yang sama, dulu.

"Jangan lari lagi, atau menangis sendiri." Lee An berdiri menatap Jae In.

"Apa kamu melihat semuanya? Semua tentangku?"

"Tidak. Aku hanya melihat sekilas. Aku hanya melihat sedikit ingatanmu. Tapi, aku merasakan emosimu. Aku selalu penasaran, kenapa aku hanya melihat masa lalu. Melihat masa depan akan lebih baik. Aku bisa menghentikan bencana yang terjadi, dan aku bisa menghindari kejadian yang tidak menguntungkan." An sedikit tersenyum. "Aku bisa menang lotere dan jadi kaya," canda An yang tak pelak membuat Jae In tersenyum juga.


"Aku akhirnya tahu, kenapa aku diberi kemampuan untuk melihat masa lalu," lanjut An. Kirim semua ingatan burukmu padaku. Aku tidak bisa membawamu ke masa lalu agar kamu bisa mulai dari awal lagi. Tapi mulai sekarang, aku hanya akan memberimu ingatan yang baik."

Jae In tertegun mendengarnya. Dia tersentuh dengan ucapan Lee An. Hingga matanya berkaca-kaca.


Lee An mengantar Jae In sampai ke pusat keamanan. Sung Mo memperhatikan mereka dari dalam mobil.

***

Ji Soo minum di sebuah kedai di temani dr. Hong yang cemas melihatnya karena sudah minum banyak.


"Berhenti minum atau setidaknya makanlah sesuatu."

"Apa aku pernah cerita padamu kalau aku sakit waktu kecil?"

"Kamu sakit?"

"Jantungku berdetak cepat tanpa alasan waktu aku bayi."

"Paroxysmal Supraventricular Tachycardia? Aku tidak tahu kamu punya itu. Kamu kelihatan sehat." (PST = detak jantung lebih cepat dari tingkat normal)

Ji Soo bercerita kalau setelah dia dirawat, dia mengunjungi panti asuhan tempat An. Ayah An adalah juniornya ayahnya. Ayah tidak bisa mengadopsi An. Dia merasa tidak enak, jadi kami sering berkunjung. Disanalah dia bertemu Sung Mo.


Ji Soo remaja bermain sepak bola bersama anak-anak panti. Dia lalu menghampiri An yang sedang duduk dengan Sung Mo yang sedang membaca buku.

"Kamu tidak main? Aku kesini untuk main denganmu,"

"Tidak. Terimakasih," jawab Sung Mo datar tanpa melihat ke arah Ji Soo.

"Aku tidak suka menyentuh orang lain," kata An.

"Kamu?" Tanya Ji Soo pada Sung Mo.

"Sepak bola tidak menarik untukku," jawab Sung Mo datar tanpa melihat Ji Soo.

"Jadi apa yang menarik untukmu?"

"Tidak ada. Tidak ada yang menyenangkan."

"Hey! Kakakmu ini aneh," ucap Ji Soo sambil mengelus puncak kepala An.

An menampik tangan Ji Soo. "Aku kam sudah bilang, aku tidak suka menyentuh orang."

"Baiklah. Kamu bahkan lebih aneh."

"Noona. Apa kamu di rumah sakit lama? Apa kamu dapat banyak jahitan?"

"Gimana kamu tahu? Ayahku yang bilang?"

Lee An menatap Sung Mo. "Hyung. Lihat? Aku melihatnya lagi."

"Lee An."

Lee An berlari pergi. Ji Soo memanggilnya. Sung Mo berdiri lalu berkata pada Ji Soo. "Kamu bisa merawatnya selamanya? Jika kamu hanya datang karena kasihan atau ingin tahu, maka berhenti saja! Katakan pada ayahmu juga. Dia harus menghabiskan waktunya untuk menyelidiki kebakaran apartemen Yoengsoeng lagi."


Kembali ke Ji Soo dan dr. Hong.

"Sung Mo pikir ada sesuatu yang salah dengan kasus itu dari awal," ujar Ji Soo.

"Itukah kenapa dia jadi jaksa? Tunggu! Apa kamu jadi polisi untuk mengivestigasi kasus itu?"

Ji Soo bilang dia justru berlawanan dengan Sung Mo. Dia ingin membuktikan kalau ayahnya tidak salah. Itu adalah kasus yang dia lihat saat pertama jadi polisi. Tapi dia tidak menemukan sesuatu yang salah.

Menurut dr. Hong, dengan tidak adanya mayat korban dan bukti yang rusak, mereka tidak bisa menemukan kebenarannya. Dokumen bisa saja di buat. Tapi kebakaran apartemen Yoengsoeng, rumah perawatan Hanmin, dan Kim Gab Young, para korbannya di tusuk dengan cara yang sama.

"Kamu juga mikir begitu? Itulah kenapa aku takut. Aku takut ayahku salah. Aku takut ada rahasia yang tidak aku ketahui."


Lee An berjalan melewati sebuah toko buku. Di depannya ada sebuah pohon natal yang di puncaknya terpasang hiasan bintang. Sontak dia tersenyum teringat ingatannya tentang Jae In kecil yang sangat senang saat ayahnya memasang hiasan bintang di pohon natalnya. Lee An pun masuk ke toko buku.


Dr. Hong memapah Ji Soo yang mabuk masuk ke dalam taksi. Dia minta pak sopir mengemudi dengan hati-hati.

"Telepon aku kalau sudah sampai rumah."

Ji Soo melonggok ke jendela. "Kamu bicara seperti seorang kekasih. Kalau aku terlahir kembali, aku akan mengencani dr. Hong."

"Aish!" Dr. Hong mendorong masuk Ji Soo ke dalam taksi.


Sung Mo menatap flasdisk merah yang diberikan oleh petugas dari ruangan cctv. Dia lalu memasang flashdisk itu ke laptopnya. Dan dari sekian banyak orang yang berlalu lalang, dia menemukan si pria bertopeng masuk ke dalam lift. Beberapa saat kemudian, pria itu keluar dari lift dengan pakaian biasa.

Dr. Hong pun sedang memeriksa laporan autopsi dari kasus apartemen yoengsoeng. Dia menemukan berkas korban bernama Kang Eun Joo, 35 tahun, yang adalah Ibu Sung Mo.

***

Lee An mengambil salah satu buku psikologi. Dia membaca tentang alexythimia.

Alexithymia adalah ketidakmampuan menggambarkan emosi. Tidak ada kosakata yang bisa mendeskripsikan jiwa. Mereka tidak punya kesedihan saat melihat hewan peliharaan mati. Dan tidak merasa bahagia ketika mereka mendapat kado ulangtahun. Tidak hanya bahagia dan kesedihan. Kata seperti marah, kecewa, harapan, kegembiraan, semua itu tidak memiliki arti untuk mereka.

Terlihat Sung Mo yang berjalan menghampiri sel si black (pria dari geng DHH). Sung Mo menatap pria itu.


Sementara Lee An menyandarkan punggungnya ke rak buku sambil mengingat kata-kata yang distabilo di kamus Sung Mo. Dia juga ingat penglihatannya saat Sung Mo kecil dia tidak merasakan sakit meski luka berdarah.

Bersambung ke He is Psychometric episode 9 part 2



EmoticonEmoticon