He is Psychometric
Episode 9 Part 2
Sumber konten dan gambar : TVN
HIS episode 9 part 1
Sung Mo menginterogasi si black lagi (anggota geng DHH). Dia menunjukkan ponsel Kim Gab Young dan bilang kalau sebelum terbunuh Kim Gab Young sempat menghubungi seseorang. Meski nomornya merupakan nomor terselubung, tapi beruntung karena Sung Mo menemukan nomor itu tercetak jelas di dokumen si black.
"Benar kan? Ini nomor yang kamu gunakan?"
Si black membenarkan kalau itu nomornya dan Kim Gab Young memang menghubunginya. "Tapi aku tidak membunuh para wanita itu. Aku bersungguh-sungguh."
"Aku tidak ingin tahu tentang mayat dalam koper. Apa yang dikatakan Kim Gab Young padamu sebelum dia mati? Itu yang ingin aku ketahui."
Flashback
Kim Gab Young turun dari mobilnya karena bannya gembes. Dia melihat pria bermasker berjalan ke arahnya dengan tangan kanan menggenggam palu sementara tangan kiri membawa pisau. Kim Gab Young segera masuk ke dalam mobil dan menguncinya dari dalam. Dia menelepon si black.
"Pergilah ke Pureum Sanatorium di provinsi Gangwon sekarang. Cari wanita bernama Kim Song Hee dan jaga dia supaya tetap aman. Lakukan saja apa yang aku katakan!"
Kim Gab Young menoleh ke jendela dimana pria bermasker sudah siap menghabisinya.
Flashback end
"Gab Young tiba-tiba memintaku membawa seorang wanita ke tempat yang aman. Aku hanya menerima teleponnya. Itu saja," aku si black.
"Kamu membawa wanita itu pergi kemana?"
Si black mengaku saat dia pergi ke tempat Kim Song Hee, wanita itu sudah tidak ada. Dia bahkan tidak sempat melihat wajahnya.
"Dia menghilang?" Tanya Sung Mo retoris. Dia menunduk dan memegamg keningnya. "Apa identitas palsu yang terakhir dia gunakan?"
"Kim Song Hee."
Kelas seni kawat, Seohuen dong.
Di temani lampu yang temaram, pria bermasker merangkai kawat menjadi bentuk burung lalu menggantungnya di sarang burung kawat yang dia buat sebelumnya. Dia menatap tajam hasil karyanya itu.
***
Sung Mo memarkirkan mobilnya lalu turun dan berjalan menuju lobi apartemen. Dia menyadari ada seseorang yang mengikutinya. Dia berbelok lalu bersembunyi di balik tembok. Begitu orang yang mengikutinya lewat, dia langsung menyudutkannya ke tembok. Dan ternyata orang itu adalah Lee An yang berpakaian serba hitam dan memakan lolipop.
"Sedang apa kamu di sini? Astaga," heran Sung Mo.
Lee An tiba-tiba menginjak keras kaki Sung Mo hingga Sung Mo memekik karena kesakitan.
"Sakit? Sakit ya?"
"Tentu saja sakit!!"
Lee An tersenyum "Ah aku lega." An lalu memeluk erat kakaknya.
"Apa maksudmu lega? Aku bilang sakit!"
An melepaskan pelukannya. "Apa benar-benar sakit? Maaf," ucap Lee An sambil tertawa.
Mereka masuk ke dalam apartemen.
"Bagaimana bisa mereka mengira kita pasangan? Haruskah kita memasang poster yang menyatakan kita saudara?" Gerutu Sung Mo. "Katakan padaku! Kenapa kamu tiba-tiba menyerangku?"
Lee An menjawab dengan nada canggung. "Aku hanya ingin memeriksa,,, jika kamu punya,,, alexithymia."
"Apa?"
Lee An mengambil kamus di meja. "Maksudku, jika bukan itu, kenapa kamu mempelajari kata-kata seperti sakit, penderitaan, dan cinta? Itu membuatku bingung."
Sung Mo menerima kamus itu. "Jangan bilang kamu,,,"
Lee An mengakui kalau dia melihat Sung Mo belajar dengan ibunya. "Dia muda dan cantik," puji Sung Mo.
Sung Mo membuka lembar pertama dimana tertulis 'untuk Sung Mo, dari ibu'. Sepertinya dia merindukan ibunya.
"Akan lebih bagus kalau aku bisa merekam apa yang aku lihat. Atau setidaknya mengambil fotonya. Hyung, apa kamu merindukan ibumu?"
"Ya. Untuk pertama kalinya aku iri dengan kemampuanmu. Kurasa latihanmu dengan petugas Yoon berjalan dengan baik. Aku tidak mengira kamu akan membacaku melalui buku ini. Tidak terduga."
An langsung menyombong. "Katamu aku selalu diluar imajinasi. Dia mengajariku 1 hal dan aku tahu 10 hal lagi."
"Kamu akan belajar banyak hal darinya. Jadi belajarlah dengan giat. Dan pastikan kamu mengantarnya pulang."
"Tidak perlu. Aku bertemu dengannya di kantornya setiap hari."
"Seorang pacar bertanggungjawab kepada pacar mereka. Kamu tidak tahu?"
An tersenyum malu. "Dia bukan pacarku. Kamu membuatku malu," ujar An lalu menutup wajahnya dengan tangannya.
Sung Mo hanya berdecis melihat tingkah adiknya. An merasa kemampuannya meningkat hari ini. "Bagaimana kalau kita tidur bersama malam ini?" Aigooo. "Mandi bersama juga bagus," ucap An sambil mendekati Sung Mo.
"Kamu gila? Hentikan! Itu menggelikan!" Sung Mo langsung kabur masuk ke kamar.
***
Sung Mo mandi. Dia teringat ucapan An yang terang-terangan mendapat visi tentang dia dan ibunya, dan mengira dia alexithymia.
Sung Mo sudah selesai mandi dan baru memakai handuk kimononya. An mengetuk pintu kamarnya. Sung Mo membukakannya dengan sebal.
"Sudah aku bilang padamu aku tidak mau tidur denganmu."
An tersenyum sambil menunjukkan koyo. "Biarkan aku memakaikan ini di kakimu."
"Sekarang kamu mau menebus apa yang kamu lakukan padaku?"
An mendorong Sung Mo dan mendudukkannya di ranjang lalu memeriksa kaki Sung Mo yang diinjaknya. "Pasti menyakitkan. Ini kelihatan parah."
An melihat bekas luka di pergelangan kaki Sung Mo. Sepertinya itu bekas luka karena kakinya di rantai dulu. "Ini belum hilang?" Tanya An.
"Mungkin akan seperti itu seumur hidupku. Jika kamu melewatkan waktu untuk mengobati luka itu, itu pasti akan menjadi bekas luka."
"Katanya luka akan menjadi bekas luka. Tapi kenapa masih terlihat sangat menyakitkan?"
"Benar. Itu masih menyakitkan karena ingatan yang hidup waktu itu."
An memasangkan koyo di kaki Sung Mo. "Yoon Jae In bilang, dia adalah gadis yang melewatkan waktu memecahkan telur sendiri. Dia ingin aku membantunya keluar dari sana. Mungkin,,, kakak juga merasakan hal yang sama."
"Bisa jadi," jawab Sung Mo.
"Aku tidak tahu siapa pria yang menikammu, atau apa yang terjadi padamu. Tapi jangan lupa apa kata ibumu."
Sung Mo menatap An. An berjanji akan menemukan orang itu. Jadi dia meminta Sung Mo berjanji untuk menunggunya.
"Aigoo. Kamu sering merengek melihat hal-hal aneh." Sung Mo mengacak-ngacak rambut An dengan sayang dan menepuk bahunya. "Kamu sudah dewasa sekarang. Itu cukuo membuatku merasa tenang."
An tersenyum.
***
Pak Nam berjalan dengan membawa kantong kresek putih entah berisi apa. Dia mendapat telepon dari seseorang yang kontaknya dia beri nama 'pengamat uang'.
"Kenapa kamu mau aku mengirimimu uang lagi? Aku bukan bank atau ATM. Katamu kamu tidak akan meneleponku lagi begitu kita menandatangani surat cerai."
Pak Nam masih terus mendebat mantan istrinya di telepon. Bibi yang kebetulan keluar membuang sampah mendengarnya dan menatap iba padanya. Dia menyapa Pak Nam yang belum selesai bekerja. Tidak seperti biasanya, Pak Nam hanya menunduk lalu melenggang masuk ke kantor.
Pak Nam menatap menu makan malamnya yang berupa mie cup dan minuman kaleng. Dia mengeluh kalau dia ingin makanan runahan. Eh Bibi datang membawa dua tas tempat makan. Dia beralasan Jae In tidak memberitahunya kalau ada urusan. Dan dia tidak ingin makanan yang sudah dimasaknya terbuang sia-sia jadi dia minta Pak Nam memakannya.
"Mengasihani adalah apa yang tidak aku sukai," ucap Pak Nam.
"Aku hanya tahu perasaanmu dari pengalaman juga. Jika kamu terlihat menyedihkan, lakukanlah dirumah sepertiku. Jangan datang ke sini dan makan sendirian."
Tiba-tiba Dae Bong masuk dan menanyakan An. Pak Nam malah memarahinya yang tidak melihat tanda tutup. Akhirnya Dae Bong menanyakan So Hyun yang belum pulang. Dan dari luar, terdengar suara seorang ibu yang marah-marah.
Ibu itu sedang memarahi So Hyun terkait anaknya. Menurut So Hyun anak itu terbentur kepalanya di sudut meja saat melompat tadi. Tapi ibunya tidak percaya karena anaknya bilang dia tidak bermain di meja dan malah bilang So Hyun yang memukulnya.
So Hyun berlutut mencoba bicara pada si anak. "Yoon ju. Kamu bilang itu karena takut dimarahi ibumu kan?"
Si ibu malah menodorong So Hyun dan menuduhnya mengancam anaknya. Pas sekali Dae Bong datang. Dia melihat tangan So Hyun yang terkilir karena menahan tubuhnya waktu di dorong.
"Kenapa kamu ke sini lagi?" Tanya So Hyun.
"Bukan itu yang penting sekarang," ujar Dae Bong.
"Haruskah kita memanggil Jae In?" Tanya bibi khawatir.
Pak Nam masuk. "Kenapa harus menghubunginya kalau ada detektif veteran di sini."
Pak Nam menunjukkan rekaman cctv di laptopnya. Semua orang memperhatikan rekaman itu. Dan terlihat si anak berjalan menjauhi So Hyun yang sedang menemani anak lain bermain, hingga anak itu tidak lagi tertangkap kamera. So Hyun menyusulnya hingga diapun diluar jangkauan kamera.
"Sudah ku duga. Kamu tidak akan memukulnya di depan kamera," gerutu si ibu. Dia lalu mengkonfrontasi So Hyun bahkan menghina dia sebagai ibu tunggal.
Dae Bong naik darah. Dia membentak ibu itu. "Ahjumma!! Apa hubungannya dengan ini?"
Ahjumma tetap ngotot So Hyun bersalah. Dia mengancam akan menangkap So Hyun karena penyerangan. Pak Nam yang masih memantau rekaman cctv memanggil si ibu untuk melihat rekamannya lagi. Dan ternyata ada pantulan si anak di cermin saat dia lompat-lompat di meja dan terjatuh.
Si anak langsung mengkeret ketakutan. Ibunya menyuruhnya mengikutinya dan menatapnya dengan marah. Dia menarik anaknya keluar. Dae Bong menyusulnya. Begitu juga yang lainnya
"Apa? Permintaan maaf? Aku minta maaf!"
"Anda bisa meminta maaf dengan benar lain kali. Hanya saja jangan memukuli putrimu. Aku sudah di jatuhkan banyak orang. Tapi ditampar oleh orangtuaku adalah yang paling menyakitkan," ucap Dae Bong.
So Hyun menatap Dae Bong.
"Bagaimana aku membesarkannya itu urusanku," kata si ibu lalu mengajak anaknya pergi.
Bersambung ke He is Psychometric episode 9 part 3
EmoticonEmoticon